Oleh: Dr. Mohammad Nasih
Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ, Guru Utama di Rumah Perkaderan MONASH INSTITUTE
Di antara elemen paling penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah guru. Sebab, gurulah aktor utama dalam melakukan tidak hanya transfer ilmu, tetapi juga transfer nilai-nilai di dalam lingkungan pendidikan. Guru memiliki tugas pokok dan fungsi yang sangat rumit menyangkut berbagai aspek yang melekat pada manusia. Tidak hanya intelektual, tetapi sesungguhnya mental, emosional, dan dalam negara yang menunjunjung tinggi nilai-nilai agama, tentu saja juga spiritual. Karena itu, guru haruslah SDM berkualitas terbaik dibandingkan SDM yang mengelola aspek-aspek kehidupan yang lain.
Seluruh proses pendidikan harus mendapatkan perhatian secara proporsional. Pendidikan paling awal di sekolah, PAUD misalnya, karena pesertanya adalah anak-anak balita bahkan batita, tidak boleh diabaikan dengan hanya menyediakan guru seadanya. Justru saat sangat belia inilah, karakter anak bisa dibangun secara paripurna. Dalam konteks ini, profesi pendidik bisa dan bahkan perlu dianalogkan dengan profesi dokter, yang tidak mengenal kasta kualitas.
Dokter spesialis anak misalnya, tidak pernah dianggap berkualitas lebih rendah dibandingkan dokter dengan spesialisasi lainnya. Masing-masing memiliki problematikanya sendiri yang membutuhkan penanganan optimal dengan pengetahuan yang holistik. Hanya dengan cara itulah, segala potensi yang ada pada diri setiap peserta didik, bisa dioptimalkan. Para guru haruslah orang-orang yang memahami dengan baik perkembangan peserta didik, sehingga mampu memberikan ilmu dan nilai secara tepat.
Guru yang berkualitas memiliki kemampuan untuk mengimajinasikan masa depan, sehingga memiliki visi untuk tidak hanya memotivasi, tetapi juga menginspirasi para murid untuk memiliki kemampuan yang bahkan tidak ia memiliki. Kemampuan guru dijadikan sebagai modal yang harus dicapai dengan jauh lebih mudah oleh para murid dibanding guru mendapatkannya sebelumnya, untuk kemudian meningkatkan ilmu pengetahuan tersebut kepada level yang lebih tinggi. Keadaan ini memungkinkan untuk melahirkan murid-murid penemu hal-hal baru. Dan sesungguhnya dalam skala yang sangat terbatas, sudah ada. Karena itu, perlu diperbanyak dengan memastikan bahwa setiap guru memiliki kualitas itu, sehingga murid-murid penemu bisa muncul lebih banyak lagi.
Tentu saja, untuk mendapatkan guru-guru dengan kualitas terbaik, harus dilakukan usaha-usaha yang serius. Terutama dalam konteks Indonesia yang tidak begitu serius dengan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa yang walaupun telah ditegaskan dalam Pembukaan Konstitusi negara, perlu ada strategi khusus untuk membuat profesi guru menjadi primadona. Di antara jalan yang paling strategis adalah memberikan dukungan yang optimal kepada guru. Dalam konteks ini, negara harus secara serius membangun perencanaan matang untuk membuat kehidupan guru menjadi lebih baik dengan kesejahteraan yang cukup.
Jika kehidupan guru masih terlunta-lunta, maka profesi guru tidak akan pernah menarik. Jangankan dipandang dengan mulia, dilirik dengan sebelah mata pun tidak. Ia akan terus menjadi pilihan terakhir para sarjana yang kebingungan mencari kerja, bahkan sarjana pendidikan sekalipun. Dari pada menganggur, maka menjalani aktivitas sebagai guru menjadi pelabuhan terakhirnya. Jika guru sejatinya adalah orang-orang yang tidak mampu menyelesaikan persoalan hidupnya sendiri, maka sulit membayangkan mereka akan mampu menjadi pemandu bagi para murid untuk juga mampu menyelesaikan persoalan hidup mereka. Mungkin mereka akan mampu mengerjakan soal ujian, tetapi tidak mampu menyelesaikan persoalan hidup. Lebih celaka lagi jika tidak mampu menyelesaikan keduanya.
Dengan pemberian jaminan kehidupan yang baik, menemukan SDM-SDM terbaik di satu sisi dan yang memiliki panggilan untuk menjadi pendidik akan menjadi sangat mudah. Profesi guru akan menjadi ibarat gula yang diburu oleh kawanan semut. Ketika sudah ada sangat banyak yang berminat, maka seleksi untuk mendapatkan SDM yang benar-benar layak menjadi guru bisa dilakukan. Jika ini sudah terjadi, maka dunia pendidikan akang mengalami perubahan menuju yang lebih baik. Jika tidak, maka tentu saja pendidikan akan tetap stagnan.
Untuk memulai langkah mendapatkan SDM-SDM terbaik itu, profesi guru harus dibuka seluas-luasnya bagi seluruh lulusan perguruan tinggi tanpa pandang jurusan. Setelah SDM-SDM yang diinginkan terjaring, mereka bisa diberi pelatihan keterampilan untuk menjadi guru. Jika panggilan mereka sesungguhnya adalah guru, maka di mana pun mereka menempuh pendidikan, maka mereka akan lebih mudah dibina untuk masuk ke dalam habitatnya. Itu ibarat menemukan itik yang tersesat ke dalam habitat tanpa kubangan air. Jika ia kemudian ditempatkan di sebuah lingkungan dengan kubangan air, maka ia akan menceburkan diri dan berenang tanpa paksaan, bahkan akan menemukan kesenangan. Saat itulah, bisa dibayangkan bahwa dunia pendidikan akan diisi oleh para pendidik yang mendidik dengan optimal karena senang. Dan para peserta didik akan juga merasakan kesenangan yang sama, karena hidup bersama dengan para guru yang baik lahir maupun bain menyediakan diri untuk berjuang mendidik generasi masa depan. Wallahu a’lam bi al-shawab.