Cerdas Melawan Hoax

Baladena.ID

Hoax Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah berita bohong. Sedangkan dalam Oxford English Dictionary, hoax didefinisikan sebagai “malicious deception” atau kebohongan yang dibuat dengan tujuan jahat. Dalam bahasa Arab juga mendefinisikan hoax dengan kata ifkan merupakan isim masdhar, kata kerja dari afaka-ya’fiku-ifkan yang artinya kebohongan.

Memasuki arus globalisasi saat ini, mengharuskan kita untuk beradaptasi dengan cepat dengan perkembangan zaman, sehingga tidak tertinggal dengan negara lain yang juga mengalaminya, globalisasi membawa dampak bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, hal ini ditandai dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi.

Globalisasi pun membawa dampak, baik positif maupun negatif. Dampak positifnya adalah kemudahan dalam berkomunikasi dan mendapatkan informasi tanpa adanya batas waktu dan jarak. Dampak negatifnya yaitu terjadinya kejahatan di dunia maya (cyber crime) dan meningkatnya penyebaran informasi-informasi hoax yang merugikan orang lain melalui media online yang saat ini masif perkembangannya.

Fenomena hoax sangat gencar terjadi akhir-akhir ini, apalagi menjelang Pemilu 2019, akibat yang ditimbulkan adalah tindakan saling fitnah, menjatuhkan nama baik bahkan berujung pada kekerasan dan pembunuhan. Hoax bukanlah sesuatu yang baru, pada zaman Rasulullah pun terjadi, bahkan Nabi Muhammad Saw mengalami sendiri, dikisahkan dalam hadits Bukhari dari Aisyah, menceritakan pada masa perang Muraisi’ beliau Aisyah tertinggal rombongan karena mencari kalung yang jatuh di jalan, kemudian bertemu sahabat bernama Shafwan bin Mu’attal yang menawarinya unta untuk pulang, sampai bertemu kembali dengan rombongan. Peristiwa berduaan antara Aisyah dan Shafwan digembar-gemborkan sebagai perselingkuhan. Penyebar hoax itu adalah Abdullah bin Ubay bin Salul. Akibat isu tersebut Nabi Muhammad Saw mendiamkan Aisyah selama satu bulan. Peristiwa tersebut menandai turunnya wahyu Al Qur’an Surat An Nur Ayat 11-15 sebagai jawaban dari sebuah kebohongan tersebut.

Indonesia sebagai negara hukum sudah mengaturnya, bahwa hoax atau berita bohong masuk pada ranah pidana, hal ini terdapat pada Undang-Undang No. 1 Tahun 1946 Tentang Peraturan Hukum Pidana, diatur pada Pasal 14 dan 15 dengan kualifikasi sebagai berikut: 1) Menyiarkan berita bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sanksi hukumnya 10 tahun penjara (Pasal 14 Ayat 1). 2).

Menyiarkan berita atau mengeluarkan pemberitahuan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita itu bohong, sanksinya 3 tahun ( Pasal 14 Ayat 2). 3). Menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berlebihan atau tidak lengkap, sedangkan ia mengerti dan mampu menduga bahwa kabar itu akan menerbitkan keonaran, sanksi hukumnya 2 tahun (Pasal 15). Lebih spesifik lagi diatur dalam Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transakasi Elektronik, yaitu 1).

Pencemaran nama baik atau fitnah (Pasal 27 Ayat 3). 2). Penipuan untuk motif ekonomi yang merugikan konsumen (Pasal 28 Ayat 1). 3). Provokasi terkait SARA (Pasal 28 Ayat 2). Ancaman hukumnya 4-6 tahun penjara dan denda 750 juta sampai dengan 1 milyar. Kemudian daam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 311 dan Pasal 378. Aturan-aturan tersebut dapat diterapkan bagi pelaku hoax di Indonesia, wacana pemberlakuan Undang-Undang Terorisme guna menjerat pelaku hoax sangat berlebihan, karena akan terjadi kerancuan makna dan tumpang tindih dalam penerapan hukumnya.        

Cerdas melawan hoax adalah kincinya agar terhindar dari hoax, baik cerdas secara spiritual maupun sosial. Makna Kecerdas secara spiritual dalam melawan hoax adalah bahwa ajaran agama manapun di dunia melarang perbuatan bohong, itu artinya bahwa hoax merupakan perbuatan tercela, dosa besar dan tidak sesuai dengan nilai-nilai agama, maka agama Islam menganjurkan untuk klarifikasi (tabayyun) terhadap berita-berita yang beredar, fungsi klarifikasi adalah mendapatkan kebenaran dan kejelasan berita.

Kecerdasan sosial melawan hoax adalah kepekaan kita terhadap lingkuungan masyarakat, tidak mudah terprovokasi, diadu domba dengan berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya, dengan senstiasa besosialisasi, menjalin silaturrahmi antar sesama di dalam masyarakat. Dengan dua kecerdasan melawan hoax tersebut, maka berita bohong akan dapat diminimalisir bahkan bisa buang jauh-jauh.

Kelemahan masyarakat Indonesia adalah budaya literasi yang sangat kurang, sehingga mudah percaya, sebelum cek kebenaran yang sesungguhnya. Pendidikan literasi merupakan hal yang sangat urgen dalam menanggulangi hoax di Indonesia, dengan membudayakan membaca buku dari anak usia dini, caranya adalah ajak anak berkunjung ke perpustakaan, toko buku, taman membaca dan lain-lain.

Hindarkan anak dari bermain game baik di handpone amaupun online, karena secara psikologi perkembangan anak tidak bagus dan berdampak individualistik dan tidak mendidik kemandirian. Budaya literasi akan menghasilkan kemampuan dalam mencerna berbagai informasi yang masuk serta dapat membuktikan kebenarannya, sehingga tidak mudah terpengaruh apalagi terprovokasi untuk berbuat kejahatan.

Berbohong merupakan sebuah naluri, disatu sisi karena semua orang pasti pernah berbuat bohong, akan tetapi bohong dapat dihindari untuk senantiasa berbuat kejujuaran dan semoga kita termasuk orang yang dapat dipercaya karena kejujurannya. Aamiin    

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *