Oleh: Dr. Mohammad Nasih
Pengasuh Pondok Pesantren Tahfidh al-Qur’an Darun Nashihah Monash Institute Semarang, Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ.
Jika dilakukan penelitian tentang kata yang paling banyak digunakan sebagai nama manusia di muka bumi, kata Muhammad nampaknya akan menjadi yang terbanyak itu. Sebab, kata itu merupakan nama orang yang tidak sembarangan. Itu nama manusia agung yang akan disebut sampai akhir zaman. Ajaran yang dibawanya dianut oleh makin banyak orang. Beliau, menurut Michael Hart, adalah orang paling berpengaruh di seluruh muka bumi ini. Bahkan Yesus yang diikuti oleh lebih banyak orang pada saat buku Hart ditulis, ditempatkan pada posisi nomor tiga dengan alasan ada nama lain yang mengkonsepsikan iman Kristiani, yaitu Santo Paulus. Sementara Muhammad hanya seorang diri.
Namun, sesungguhnya sebelum orang paling berpengaruh itu lahir, nama Muhammad tak pernah digunakan. Bahkan saat pertama kali digunakan, nama itu dianggap aneh dan sempat diprotes oleh kaumnya sendiri. Biasanya mereka menggunakan nama kakek, buyut, dan seterusnya ke atas yang terkenal dan dianggap memiliki kemuliaan. Namun, kakeknya, Abdul Muththalib bersikukuh untuk mulai menggunakan nama itu, dengan harapan, sesuai artinya, cucunya itu akan dipuji. Ya, dipuji oleh Allah di langit, dan oleh makhluknya di bumi. Dan harapan yang diungkapkan setelah menggendongnya berthawaf di sekeliling Ka’bah itu ternyata benar-benar menjadi kenyataan.
Nama Muhammad bermula dari kisah suatu missi dagang sebuah kafilah yang Abdul Muththalib ada di dalamnya. Ada empat orang mulia di dalam misi dagang itu, yaitu: Abdul Muththalib, Sufyan bin Mujasyi’, Uhaihah bin Jallaj, dan Himran bin Rabi’ah. Keempatnya dalam satu misi dagang ke Syiria, dan dalam perjalanan itu bertemu dengan seorang pendeta yang memberitahukan bahwa akan lahir nabi terakhir bernama Muhammad. Memang para pendeta Yahudi dan Nashrani, dan ahli kitab pada umumnya tahu persis tentang informasi itu, bahkan mengetahui ciri-cirinya secara detil sebagaimana mereka mengetahui secara detil tentang anak-anak mereka sendiri. Karena berharap bahwa nabi terakhir itu muncul dari keluarga mereka, maka keempatnya memberi nama Muhammad kepada bayi yang paling awal lahir dalam keluarga mereka. Jadi, empat nama Muhammad yang paling awal ada dalam keluarga pedagang Makkah itu. Dan keluarga Abdul Muththalib adalah yang menggunakannya pertama kali. Sebab, tidak lama setelah dia pulang, menantunya, Aminah, melahirkan seorang bayi laki-laki.
Namun, di dalam al-Qur’an, Allah berfirman, menceritakan tentang Nabi Isa yang mewartakan bahwa akan datang rasul setelahnya yang namanya Ahmad. “Dan (ingatlah) ketika Isa ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab sebelumku, yaitu Taurat, dan memberi khabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad”. Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”.” (al-Shaff: 6).
Jadi sebenarnya siapa nama rasul yang terakhir itu? Muhammad atau Ahmad? Bukankah dua kata itu berbeda?
Nabi Muhammad sendiri telah menjelaskan tentang hal tersebut dalam sebuah sabdanya: “Sesungguhnya aku memiliki beberapa nama. Aku adalah Muhammad, aku Ahmad, aku al-Mahi yang sebab diriku Allah menghapus kekafiran, aku al-Hasyir tempat manusia akan berkumpul, dan aku al-Aqib.” (HR. Bukhari).
Namun, bisa saja orang yang menyangkal kerasulan Muhammad mengatakan bahwa itu klaim Muhammad untuk melegitimasi dirinya sendiri agar sesuai dengan yang dikatakan oleh Nabi Isa as.. Karena itu, QS. al-Shaff: 6 perlu diuji secara objektif. Caranya? Tentu perlu dikakukan analisis komprehensif terhadap kata Ahmad yang sesungguhnya memiliki akar kata yang sama dengan kata Muhammad. Hanya saja, Muhammad adalah isim maf’uul berarti “dipuji”, sedangkan Ahmad(u) adalah isim tafdlil (superlatif), berarti “paling terpuji”.
Untuk membuktikan bahwa Muhammad adalah juga orang yang terpuji, bisa dilakukan penghitungan kasar saja. Menurut sebuah penelitian yang dilakukan pada tahun 2015, jumlah muslim di dunia sekitar 1,8 milyar jiwa. Jumlah tersebut terdiri atas 80-90 persen yang menganut paham Sunni, dan 10-20 persen yang menganut paham Syi’ah. Jumlah tersebut tentu sekarang makin besar lagi mengingat jumlah penganut agama Islam cenderung bertambah. Jika dibuat anggapan simple bahwa dari 1,8 milyar jiwa tersebut 1 milyarnya melakukan shalat secara rutin, maka berarti ada 9 milyar pujian kepada Nabi Muhammad setiap hari. Sebab, dalam 17 rakaat shalat, ada dua saat di dalamnya mereka mengucapkan shalawat kepada Nabi Muhammad, Allaahumma shalli ‘alaa Muhammad, yaitu pada tasyahhudnya dua kali pada shalat dhuhur, ‘ashr, maghrib, dan ‘isya’, dan sekali dalam shalat shubuh.
Belum lagi ditambah dengan shalawat yang mereka sanjungkan pada shalat-shalat sunnah yang jumlah rakaatnya bisa tak terbatas, sesuai dengan keinginan yang melakukan. Jika menggunakan asumsi tersebut di atas, maka bahkan lebih dari 9 milyar dalam sehari Nabi Muhammad mendapatkan sanjungan dalam bentuk do’a. Tidak ada manusia lain yang mendapatkan sanjungan sebanyak itu secara tiada putus selain Nabi Muhammad.
Berdasarkan fakta tersebut, Muhammad adalah Ahmad itu. Sebab, dialah manusia paling terpuji di muka bumi. Karena sifat-sifatnya yang terpuji, segala perkataan dan gerak-geriknya dikumpulkan oleh para ilmuan besar, sehingga menghasilkan berbagai kitab, mulai dari kitab hadits sampai sejarah hidupnya, dengan jumlah jilid yang tak bisa dihitung lagi. Karena itu pula, segala yang dilakukannya, cara berjuangnya, baik secara kultural maupun politik, bahkan juga hal-hal yang tidak begitu diperhatikan oleh mereka yang tidak mengenal agama, mulai dari bangun tidur, makan, minum, bersetubuh, membersihkan diri dari kotoran, bahkan cara tidurnya dicontoh oleh orang-orang yang ingin mendapatkan kemuliaan. Sunnahnya memang benar-benar adalah jalan keselamatan. Wallaahu a’lam bi al-shawaab.