Mengobarkan Api di Planet NUFO

Mendidik adalah salah satu aktivitas yang memerlukan penghayatan landasan filosofis yang benar, penuh makna, dan kuat. Hal ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada guru cara memperlakukan anak sesuai dengan sifat dan kelebihannya. Guru yang tidak menghayati falsafah mengajar, tentu tidak akan pernah mampu membangkitkan gairah peserta didik mereka.  Pemahaman pendidikan pun menjadi hanya terbatas pada mengugurkan tuntutan profesi dan transfer ilmu saja. Lebih dari itu, pendidikan yang benar adalah kemampuan guru untuk terus mampu memantik api-api potesial yang ada dalam diri peserta didik menjadi semakin berkobar. Oleh karena itu, diperlukan bimbingan intensif, pembinaan, motivasi, dan teladan untuk mewujudkannya. Abah Nasih menjadi salah satu guru yang mengingatkan kami tentang pentingnya memahami filosofi yang benar dalam mendidik murid.

Sampai dewasa ini, definisi mengajar memang belum menemukan titik temu dari semua ahli pedidikan. Mulai dari zaman klasik hingga modern seperti sekarang, para pakar pendidikan terus mencoba menggali pengertian yang tepat untuk mendeskripsikan aktifitas mulia ini. Kondisi zaman dan fenomena masyarakat yang semakin berkembang pesat dan tidak terbendung membuat definisi yang mutakhir menjadi pelengkap dari definisi yang sebelumnya. Apapun itu, dari setiap definisi tentu memiliki spirit yang dapat kita ramu menjadi sebuah instrument lingkungan belajar yang ideal.

Sebagai contoh, Ghazali berpendapat bahwa mengajar adalah kegiatan menanamkan pengetahuan kepada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat. Lain halnya dengan Alvin W. Howard yang mendefinisikan mengajar sebagai suatu aktifitas yang bertujuan untuk menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan sesuatu, mengubah atau mengembangkan kemampuan diri/skill, attitude ideal (cita-cita), apprectons (penghargaan) dan knowledge (pengetahuan). Sadirman AM mengartikan mengajar sebagai sebuah aktivitas mengorganisir lingkungan kondusif yang dapat menghubungkan guru dengan anak. Sehingga perkembangan fisik dan mental anak dapat berkembang secara optimal.

Membaca beberapa pengetian di atas, kita dapat menarik kesimpulan bahwa mengajar adalah sebuah seni yang dinamis dan solutif untuk mengatasi problem-problem yang muncul. Tanpa ada perenungan, pembaharuan, dan pengalaman, mengajar tentu akan menjadi aktivitas yang membosankan dan tidak menghasilkan output yang berkualitas. Apabila guru masih saja menganut gaya pembelajaran klasik, maka kemampuan anak tidak akan terekploitasi secara maksimal. Terlebih di zaman yang modern ini, guru bukan menjadi satu-satunya sumber ilmu pengetahuan. Semakin canggihnya IPTEK membuka sumber dan metode pembelajaran yang lebih efektif daripada guru. Ditambah lagi dengan sistem pendidikan formal kita sekarang, dimana jumlah murid dalam skala besar menjadi salah satu syarat formalitas sebuah sekolah.

Abah Nasih menilai fenomena ini sebagai salah satu tugas dan tanggung jawab yang harus dituntaskan. Ketidakmampuan guru dalam memahami esensi dari mengajar, sistem pendidikan yang klasik dan tidak relevan, dan tujuan mengajar sebagai proses pembentukan karakter anak yang bias hanya akan menambah jumlah output manusia berkarakter lemah dan gagal. Imbas lebih besarnya adalah negara akan semakin tertinggal oleh negara-negara lainnya dan masyarakat kita menjadi budak di negaranya sendiri. Oleh karena itu, sebagai bukti nyata untuk menjawab kegelisahan Abah Nasih ini adalah dengan mendirikan sekolah alam Planet Nurul Furqon (NUFO). Di sekolah ini, Abah Nasih dan tim memulai melakukan revolusi pendidikan yang sesuai dengan sistem dan spirit mengajar yang benar.

Filosofi Api di SMP Alam Planet NUFO

Sekolah Alam Planet NUFO adalah sekolah alam yang terletak di desa Mlagen, Rembang, Jawa Tengah. Sekolah ini menjadi sekolah alam pertama dan satu-satunya di kota Rembang dengan konsep integrasi antara agama dan ilmu pengetahuan. SDM pengajar sekolah ini direkrut dari mahasiwa-mahasiswa yang sudah atau menjalani pendidikan pasca sarjana. Materi-meteri pembelajaran bersumber dari al-Qur’an kemudian diwujudkan dalam praktik kehidupan sehari-hari. Mulai dari interaksi dengan tumbuhan dan hewan hingga interaksi sosial antar penduduk NUFO. Ditambah lagi dengan fisik bangunan yang ada di sekolah ini terbilang unik dan mendukung filosof belajar-mengajar ala Abah Nasih.

Abah Nasih selalu berpesan kepada para guru agar menempatkan siswa sebagai individu yang berbeda antar satu sama lain. Hal ini bertujan untuk menerapkan pendekatan yang sesuai dengan minat dan bakat yang mereka miliki. Jangan sampai anak yang dominan dalam seni untuk terus dicerca dalam pelajaran hitung menghitung yang rumit, begitupun sebaliknya. Perumpaan sederhannya adalah seperti melatih ikan untuk memanjat dan kucing untuk berenang. Mereka akan merasa sulit dan akhirnya menjadi antipati dengan semua pelajaran yang ada. Dalam proses inilah murid akan mengenal dirinya sendiri dan bakat dominan yang mereka miliki.

Oleh karena itu, menurut Abah Nasih paradigma pendidikan di atas bukan seperti perumpaan kebanyakan guru pahami, yaitu mendidik itu seperti mengisi air ke dalam gelas kosong. Siswa bukanlah benda mati yang hanya bisa menerima tanpa ada daya nalar, kritis, berimajinasi, berempati, dan bersemangat. Sejatinya, mereka adalah api berbeda-beda yang perlu dipantik dengan motivasi dan inspirasi agar dapat berkobar dan bermanfaat untuk orang yang ada di sekitarnya. Bagi seorang murid, guru yang mereka butuhkan bukan hanya sekedar informan, akan tetapi sosok guru yang mengedukasi, menginspirasi, memotivasi, dan memfasilitasi segala bakat yang mereka miliki. Mereka hanya ingin menjadi api yang berkobar dengan bebas dan tanpa batas! Wallahu A’lam Bissawab.

Oleh: Muhamad Abdul Rozaq, Disciples Monash Institute angkatan 2014, Presiden Sekolah Alam Planet NUFO, Mlagen Rembang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *