Nama adalah do’a. Begitu kata bijak yang sering orang katakan ketika menyangkut pemberian nama seseorang. Lalu bagaimana dengan Mohammad Nasih? Apakah do’a yang terkadung di dalamnya? Dan apakah do’a-do’a itu sudah (mulai) terkabul menjadi kenyataan? Muhammad Nasih berasal dari dua kata, “Muhammad”, yang berarti “yang dipuji” dan “Nasih” yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi nasihat, yang berarti memberikan pesan baik. Bagi Nasih, Nama tersebut memberikan semangat tersendiri baginya untuk menunjukan bahwa nama yang disandang bukan hanya sekedar nama tanpa ada kesamaan antara makna dan perilaku.
Kegemaran dalam mengajar dan mendidik menjadikannya sebagai pendidik atau guru. Dalam mendidik, Nasih tidak hanya menyampaikan ilmu (pengetahuan) tetapi juga memberikan nasihat. Pengalaman hidup yang lebih banyak daripada mahasantrinya membuat Nasih tidak pernah bosan memberikan nasihat kepada para anak didiknya. Pengamalan-pengalaman itu didapatkan di antaranya sebagai instruktur di organisasi ekstra yang bernama Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), politisi di Partai Amanat Nasional (PAN), dan pengajar di perguruan tinggi ternama di Indonesia, yaitu Uneversitas Indonesia (UI), Uneversitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ), dan Sekolah Tinggi Ekonomi dan Perbankan Islam Mr. Sjafruddin Prawiranegara (STEBANK).
Nasih juga seorang penghafal al-Qur’an. Pengalamannya dalam menghafalkan al-Qur’an patut dicontoh. Beliau menghafalkan al-Qur’an selama satu setengah tahun, dan ia juga harus membagi waktu antara menghafal dan sekolah. Di samping hafal, ia juga mengerti artinya. Nasihatnya yang selalu ada di benak penulis adalah harus memanfaatkan kesempatan dengan sebaik-baiknya dan jangan menyia-nyiakan waktu, sehingga tidak ada waktu yang terbuang.
Namun demikian, apakah kata “nasih” itu hanya bermakna nasihat jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia? Ada banyak kata dalam bahasa Arab yang apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia memilki makna lebih dari satu dan antarmakna kata tidak berkaitan. Contoh kata: dlaraba (memukul dan membuat), ittakhadza (mengambil dan menjadikan), hadaa (memberi pentunjuk dan dapat menunjukkan), nasihah, dan lain-lain. Kata nasihah sering diartikan nasihat. Pemaknaan kata ini dalam konteks tertentu ada yang tidak tepat, yaitu terdapat pada hadist tentang agama adalah nasihat. Namun apakah ada makna lain? Berikut hadis tersebut:
عَنْ أَبِي رُقَيَّةَ تَمِيْمٍ بْنِ أَوْسٍ الدَّارِي رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدِّيْنُ النَّصِيْحَةُ قُلْنَا : لِمَنْ ؟ قَالَ للهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُوْلِهِ وَلِأَئِمَّةِ المُسْلِمِيْنَ وَعَامَّتِهِمْ – رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Ruqayyah Tamim bin Aus Ad-Daari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Agama adalah nasihat.” Kami bertanya, “Untuk siapa?” Beliau menjawab, “Bagi Allah, bagi kitab-Nya, bagi rasul-Nya, bagi pemimpin-pemimpin kaum muslimin, serta bagi umat Islam umumnya.” (HR. Muslim, No. 55).
Hadist tersebut merupakan dialog nabi dengan para sahabat. Mereka memperbincangkan tentang agama adalah nasihah, nasihah bagi Allah, bagi Kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, bagi para pemimpin kaum muslimin, dan bagi kaum Muslimin pada umumnya. Menurut Dr Mohammad Nasih, pendiri dan pengasuh pondok pesantren Monash Institute, kata nasihah dalam hadist tersebut relevan pada pernyataan bahwa agama adalah nasihat bagi para pemimpin kaum muslimin dan bagi kaum Muslimin pada umumnya. Namun, akan tidak logis ketika dimasukkan pada pernyataan bahwa agama adalah nasihat bagi Allah, Kitab-Nya, dan bagi Rasul-Nya. Sebab, Allah SWT Maha Segalanya, tidak mungkin memerlukan nasihat. Dengan demikian arti kata nasihah dalam hadist tersebut tidaklah tepat jika diartikan sebagai nasihat, meski dengan usaha untuk membangu argumentasi. Lalu apa makna yang tepat?
Menurut Nasih, kata al-nasihat dalam hadis itu berarti komitmen, sehingga diartikan “agama adalah komitmen, komitmen kepada Allah, bagi Kitab-Nya, bagi Rasul-Nya, bagi para pemimpin kaum muslimin, dan bagi kaum Muslimin pada umumnya”. Contoh dalam al-Qur’an terkait pemaknaan kata an-nasihah yang tidak tepat, yaitu terdapat pada surat at-Tahrim ayat 8. Ayat ini menjelaskan tentang perintah bertaubat dengan taubat nasuha. Kata nasuha dalam ayat tersebut sangat tidak tepat apabila diartikan sebagai nasihat. Akan tetapi, lebih tepat apabila diartikan komitmen, artinya komitmen untuk tidak mengulangi kesalahan atau dosa yang lalu. Bertaubat dengan penuh komitmen.
Konsep komitmen dari Mohammad Nasih sering dituangkan dalam kajian. Ia sering menyelipkan cerita tentang cara menjalani hidup dengan penuh komitmen. Nasih sering memberikan contoh terkait komitmen terhadap Islam, organisasi (HMI), perkaderan, dan pendidikan, serta komitmen terhadap keluarga. Komitmen kepada Islam telah diceritakan dalam salah satu kajiannya. Pengalaman liberal yang telah dikenyam, telah mengantarkan dirinya kepada pemahaman yang salah terhadap Islam. Kritik terhadap Islam tanpa dibarengi nash telah menjebak dirinya dalam anggapan bahwa Islam tidak rasional.
Pencarian Nasih hingga mendapatkan hidayah telah menghapus pemikiran itu dan sekarang meyakini bahwa Islam adalah agama yang benar dan sangat rasional. Saking rasionalnya perkara kecilpun dibahas, sebagaimana yang kerap ia jadikan contoh, yaitu selilit. Pengalaman tersebut juga telah menambah komitmen dirinya terhadap Islam, dengan menjadikan al-Qur’an dan hadist sebagai dasar. Salah satu wujud komitmenya adalah dengan mendirikan pesantren yang tidak berbayar. Sebab, ia berpegang teguh bahwa ilmu itu dari Allah dan tidak boleh diperjualbelikan.
Nasih yang juga adalah aktivis HMI ini merasa berhutang pada organisasi yang telah memberikan wadah untuk pengembangan dirinya, sehingga ia berkomitmen untuk menjaga atau memperbaiki organisasi ini. Langkah yang diambil adalah dengan mendirikan lembaga perkaderan yang dihuni oleh aktivis HMI dan sekaligus dituntut untuk hafal al-Qur’an. Selain itu, ia selalu menyempatkan hadir ketika diundang sebagai pemateri dalam training-trainingnya, di mana pun lokasinya dan tidak pernah meminta imbalan atas semua itu.
Terinspirasi dengan akademisi Plato, memunculkan ide untuk membangun rumah yang diisi oleh kader-kader canggih yang mampu berdebat dan berargumen yang berdasarkan al-Qur’an dan Hadist. Berkat kegigihan dan komitmen serta pertolongan Allah, pada tahun 2011 nasih mampu mewujudkan rumah perkaderan tersebut. Sekarang Nasih memiliki rumah perkaderan sebanyak tiga titik, meliputi Jakarta (STEBANK dan UI), Semarang (Monash), dan Rembang (Nurul Furqon). Memiliki banyak rumah perkaderan yang terdapat pada tiga tempat berbeda telah memberikan semangat lebih untuk membagi waktu dan pikiran. Semua itu dilakukan dengan senang hati dan hati yang senang, tanpa beban.
Upaya mencerdaskan anak bangsa dilakukan dengan cara mengajar di beberapa perguruan tinggi, yaitu Uneversitas Indonesia (UI), Uneversitas Muhamadiyah Jakarta (UMJ) dan STIEBANK serta pengajaran nonformal. Semua itu merupakan komitmen dalam dunia pendidikan. Dengan demikian, ia tidak pernah meninggalkan kewajibannya untuk mengajar para mahasantri atau mahasiswa, kecuali ada urusan yang mendesak. Selain itu, komitmennya juga dibuktikan dengan tidak pernah menolak untuk mengajar di organisasi HMI, meskipun berada di luar pulau dan sulit di jangkau oleh transportasi. Ia selalu menyempatkan hadir. Ia juga pernah mengatakan bahwa mengajar adalah hobi, sehingga tidak pernah merasa bosan dan selalu merasa memperoleh hal baru yang sebelumnya belum ia ketahui.
Multi profesi yang digeluti memaksa dirinya untuk pintar membagi waktu antara keluarga dan kesibukannya. Ayah dari empat anak ini memiliki cara tersendiri untuk menghabiskan waktu bersama keluarga. Ada istilah menyelam sambil meminum air. Hal inilah yang dilakukan oleh suami dari dokter spesialis anak untuk menjalani aktivitas bersama anak-anak tercinta. Tak jarang, ia mengajak anak-anak untuk mengikuti kajian di Monash Institute Semarang. Di sana mereka bermain, tetapi di bawah alam sadarnya, mereka merekam penyampaian Nasih saat kajian, walaupun tidak secara komprehensif. Inilah bentuk komitmen dalam keluarga, walaupun dalam kondisi sibuk tidak melupakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai suami dan ayah. Sesibuk apapun, rumah adalah tempat kembali.
Demikianlah Mohammad Nasih, orang yang gemar memberikan nasihat (pesan-pesan baik) dan menjalani hidup dengan penuh komitmen. Sosok yang memang relevan dengan namanya. Semoga makin besar manfaat yang diberikan oleh umat dan bangsa. Insyaa’a Allah.
Oleh: Nurul Muflihah, Disciple 2015 Monash Institute, Pengusaha Cahaya Laundry