Perkenalan kami berawal dari pertemuan di rumah saya ketika Mas Nasih sering diminta membantu dalam menulis disertasi ibu saya. Tidak lama setelah itu, hubungan kami berkembang menjadi senior-junior di sebuah organisasi kemahasiswaan dimana Mas Nasih, yang sampai sekarang, sering menjadi pemateri dekonstruksi pemahaman Islam. Saat itu yang saya tahu hanyalah bahwa Beliau seorang hafizh qur’an dan aktivis kampus yang cukup vokal. Beberapa pertemuan berlalu dengan percakapan sekedar basa basi.
Beberapa tahun kemudian, pada suatu titik, pembicaraan kami beralih serius menjadi penjajakan kesamaan ide, sifat dasar, dan kemungkinan untuk bersama membangun sebuah keluarga baru. Mulailah saya mengetahui impian besarnya mengembangkan tanah kelahirannya. Sebuah rumah di bawah rerimbunan pohon bambu, di daerah yang tidak tercantum dalam peta. Demikian Beliau sering mendeskripsikan rumah kelahirannya sembari bercanda. Dari percakapan kami, tampak pula rasa sayang yang begitu besar terhadap keluarganya, yang kadang disalahartikan karena sikapnya yang tidak mudah kompromi dengan sesuatu yang tidak sesuai dengan idealismenya. Keberanian Mas Nasih dalam mempertahankan apa yang diyakininya benar, mewujudkannya dengan cara-cara yang dipandang tidak lazim, acapkali menuai protes dan kecaman dari lingkungan sekitar.
Hal lainnya yang tidak akan lepas ketika membicarakan seorang Mohammad Nasih adalah passion-nya dalam mengajar. Belajar dan mengajar merupakan hal yang melekat dalam dirinya, layaknya nafas bagi makhluk hidup. Guru, bagi dirinya bukanlah sebuah profesi, namun sudah menjadi jalan hidup. Kegemarannya membaca buku, berkontemplasi dan berdiskusi sempat membuatnya menjadi “liberal” hingga dicap sebagai orang murtad. Namun pengalaman itu justru membuatnya menjadi fundamentalis setelah menemukan kembali jalan kebenaran Islam melalui al-Qur’an dan al-Hadits. Impiannya untuk mewujudkan generasi muda Islami yang mumpuni, mendorongnya untuk mendirikan sebuah rumah perkaderan yang memberikan bimbingan intensif bagi mahasiswa terpilih.
Berbekal hasil pertanian dari tanah warisan, Alhamdulillah lahirlah Monash Institute dengan 20 mahasiswa binaan angkatan pertamanya. Untuk menemukan model perkaderan yang cocok dalam mewujudkan visinya membentuk generasi pemimpin dengan kapasitas ‘ilmu al-‘ulama’; amwaalu al-aghniya’; siyasat al-mulk wa al-mala’ membutuhkan waktu yang tidak sebentar dengan segala pasang surutnya. Pada awalnya, hal ini sempat menimbulkan masalah bagi keluarga kecil kami. Namun hal itu tidak mematahkan semangat dan menggoyahkan pendiriannya. Dengan sabar, Beliau memberikan pengertian kepada istrinya yang pemahaman Islamnya jauh dari kata kaffah. Kegigihannya dalam membangun rumah perkaderan ini juga mempertemukannya dengan banyak orang yang mempunyai visi sama, yang terlibat secara aktif dalam pengembangan Monash Institute hingga saat ini. Pantang baginya menerima dana bantuan yang dapat membelenggu kebebasan ideologisnya.
Cita-citanya untuk melahirkan calon pemimpin masa depan membuat Mohammad Nasih sangat memperhatikan pendidikan yang diterima oleh anak-anaknya. Pendidikan agama dan nuansa Islami dibangun sejak dini. Bahkan sebelum berusia 1 tahun, anak-anaknya sudah mulai dibiasakan ikut shalat berjama’ah dan mendengarkan “kuliah subuh”nya. Disiplin yang tinggi membuat anak pertama dan kedua kami yang masih belia, Hokma dan Hekma, mulai mengerti cara memaknai al-Qur’an yang in syaa’a Allah akan menjadi modal besar dalam menghafal dan memahami Al-Qur’an secara komprehensif.
Sepuluh tahun berlalu, and here we are…… Bahagia dengan empat anak biologis dan ratusan anak ideologis kami yang berasal dari berbagai penjuru Indonesia. Monash Institute telah melahirkan puluhan sarjana S1 dan S2 yang in syaa’a Allah mempunyai impian dan kepedulian yang sama terhadap generasi muda. Bahkan beberapa di antaranya fokus mencetak generasi baru dengan qur’anic habits nya melalui PG-TK Islam Mellatena dan Sekolah Alam Planet NUFO. Beberapa juga sedang menempuh pendidikan doktor (S3) yang sebentar lagi akan membuat mimpi Doktor Nasih terpenuhi, yakni panen doktor.
Saya tidak pandai menyusun kata, namun semoga yang sedikit ini dapat memberikan gambaran mengenai sosok Abah Nasih yang gigih dengan perjuangannya, istiqomah membangun kemandirian dalam mewujudkan impiannya, dan sangat menyayangi keluarganya. We love you and will always support you ….
Seseorang yang beruntung mendampingimu mewujudkan visi besarmu, Oky Rahma Prihandani