Oleh: Dr. Mohammad Nasih, M.Si., Guru Utama di Rumah Perkaderan Monasmuda Institute, Pengasuh Pondok Pesantren-Sekolah Alam Nurul Furqon (Planet NUFO), Mlagen, Pamotan, Rembang; Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ.

Di antara kekeliruan pemahaman cukup fatal yang terjadi pada sebagian besar umat Islam adalah bekal terbaik adalah takwa. Ini disebabkan oleh kekeliruan dalam menangkap pesan yang terdapat dalam potongan di akhir al-Baqarah: 197.

وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (al-Baqarah: 197)

Potongan kalimat dalam ayat ini memang ambigu, sehingga menyebabkan mereka yang tidak memiliki wawasan yang cukup tentang sebab turun ayat akan terkecoh, seolah-olah takwa adalah sebaik-baik bekal. Padahal potongan ayat ini masih merupakan kelanjutan dari rangkaian tiga kalimat sebelumnya yang berkaitan dengan haji. Lengkapnya adalah:

الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ ۚ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلَا رَفَثَ وَلَا فُسُوقَ وَلَا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ۗ وَمَا تَفْعَلُوا مِنْ خَيْرٍ يَعْلَمْهُ اللَّهُ ۗ وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَىٰ ۚ وَاتَّقُونِ يَا أُولِي الْأَلْبَابِ

(Musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi, barangsiapa yang menetapkan niatnya dalam bulan itu akan mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, berbuat fasik dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji. Dan apa yang kamu kerjakan berupa kebaikan, niscaya Allah mengetahuinya. Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku hai orang-orang yang berakal. (al-Baqarah: 197).

Baca Juga  Sering Dengar Pengajian, Tapi Tak Pintar-Pintar

Sebab turun potongan ayat yang memerintahkan untuk berbekal itu juga sangat spesifik, sehingga membuat pesannya sesungguhnya sangat jelas. Saat itu, ada penduduk Yaman yang melakukan ibadah haji, tetapi mereka hanya modal nekad saja alias bonek, sebagaimana informasi yang disampaikan oleh Imam Bukhari:

كان أهل اليمن يحجون ولا يتزودون، ويقولون: نحن المتوكلون، فإذا قدموا مكة سألوا الناس، فأنزل اللّه تعالى: “وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوى”

“Dulu jika penduduk Yaman berhaji, mereka tidak membawa bekal. Mereka berkata: ‘Kami bertawakal’. Namun, ketika mereka sampai Makkah, mereka meminta-minta kepada orang lain. Maka turunlah ayat: ‘Berbekallah! Dan sebaik-baik bekal adalah takwa’.” (HR. Bukhari)

Berdasarkan informasi yang disampaikan oleh Imam Bukhari ini, maka menjadi jelas bahwa al-Qur’an menginginkan agar umatnya tidak berpandangan keliru tentang tawakkal. Ia harus dilakukan setelah usaha yang cukup. Ayat lain tentang haji mensyaratkan kemampuan untuk melakukannya. Dan di antara bentuk kemampuan yang disepakati oleh seluruh ulama’ adalah kemampuan menyiapkan perbekalan untuk melakukan perjalanan pergi pulang. Itu pun masih ditambah dengan kemampuan untuk menyediakan kebutuhan hidup keluarga yang menjadi tanggungan yang ditinggalkan dan keperluan untuk kehidupan setelah pulang dari haji.

وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ

Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. (Ali Imran: 197)

Lalu apakah perspektif ini membuat takwa menjadi tidak penting? Tentu saja tidak demikian. Takwa sangat ditekankan oleh al-Qur’an di banyak sekali ayat, di antaranya:

Baca Juga  Pesan Politik Lagu Lir-Ilir

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (al-A’raf: 96)

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمْ ۚ إِنَّ زَلْزَلَةَ السَّاعَةِ شَيْءٌ عَظِيمٌ

Hai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu; sesungguhnya kegoncangan hari kiamat itu adalah suatu kejadian yang sangat besar (dahsyat). (al-Hajj: 1)

Al-Baqarah: 197 meminta agar para jama’ah haji berbekal yang cukup, agar ketakwaan mereka terjaga. Takwa di sini maksudnya adalah menjaga diri sendiri dari perbuatan yang bisa menurunkan atau bahkan menghilangkan harga diri mereka sendiri karena perbuatan tidak pantas, yaitu peminta-minta. Padahal jika dipersiapkan dengan baik, tindakan meminta-minta itu tidak akan terjadi.

Apa bekal terbaik dalam konteks ini? Tentu saja bekal yang paling bisa membuat kebutuhan mereka selama menjalankan ibadah haji. Jika mereka membawa sembako tentu saja bisa, tetapi akan memberatkan selama dalam perjalanan. Membawa binatang yang bisa disembelih untuk lauk pauk juga bisa, tetapi sekali lagi itu juga sangat berpotensi merepotkan. Yang paling mudah adalah membawa uang yang cukup, karena uang bisa menjadi alat tukar untuk kebutuhan apa pun, bahkan bisa digunakan untuk membeli hewan kurban yang diperlukan dalam rangkaian haji.

Ayat ini juga bisa dikontekstualisasikan dalama kehidupan sehari-hari. Apabila kita sudah memiliki tujuan tertentu, sebagaimana haji yang berarti tujuan (kata kerja: menuju), maka kita harus memiliki persiapan yang cukup. Visi membangun pesantren atau lembaga pendidikan pada umumnya misalnya, harus dengan kesiapan finansial yang cukup. Jangan sampai di tengah perjalanan membangunnya kemudian mengalami kekurangan yang bisa menyebabkan kita menjadi peminta-minta sumbangan dengan berbagai alasan yang apa pun alasan itu bisa berpotensi menyebabkan kehilangan harga diri, di antara karena sampai muncul anggapan bahwa pembangunan pesantren hanya kedok saja untuk memperkaya diri.

Baca Juga  Umat yang Tertipu

Jika visi membangun pesantren benar-benar untuk mencerdaskan kehidupan umat, dan benar-benar dibiayai dengan kekuatan sendiri, dan jika ada orang yang membantu pun bukan karena diminta, melainkan karena kesadaran sendiri karena kepercayaan, maka harga diri akan terjaga. Itulah ketakwaan yang dimaksudkan dalam al-Baqarah: 197. (AH)

 

Redaksi Baladena
Jalan Baru Membangun Bangsa Indonesia

Dari Perempuan untuk Kepemimpinan dan Pendidikan

Previous article

Pudarnya Kecantikan Cleopatra

Next article

You may also like

1 Comment

  1. Terbaik Abahhhh, ijin koreksi paragraf terakhir typo “dalama”

Ruang Diskusi

More in Kolom