Tiga Kualitas Kemandirian yang Harus Dimiliki Instruktur HMI

Oleh: Alwi Husein Al Habib, Instruktur HMI Cabang Semarang, Ketua Panitia Lokal Munas ke VII BPL PB HMI

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) memiliki sistem kaderisasi yang berkelanjutan, terdiri dari berbagai tingkat pelatihan: basic training (LK 1), intermediate training (LK 2), hingga advance training (LK 3). Sistem kaderisasi ini dirancang untuk menghasilkan kader-kader berkualitas yang mampu mengelola pelatihan dan memberikan kontribusi nyata bagi organisasi dan masyarakat. Oleh karena itu, kualitas instruktur pelatihan sangatlah penting. Instruktur haruslah memiliki kualitas ideal layaknya seorang guru, tidak hanya dalam hal keilmuan tetapi juga dalam sikap, akhlak, dan kemandirian.

Tidak semua kader HMI pantas menyandang gelar instruktur. Kualitas dan loyalitas seorang instruktur ditentukan oleh banyak faktor, bukan hanya sekadar lulus dari senior course (SC). Keseharian, tingkah laku, akhlak, bidang keilmuan, dan kemandirian adalah aspek-aspek penting yang harus dimiliki seorang instruktur. Selama ini, belum ada mekanisme yang pasti untuk memastikan kualitas calon instruktur HMI. Ini menjadi tantangan tersendiri karena bidang pengabdian adalah bidang yang sedikit peminatnya, sehingga meminta kader untuk mengikuti senior course sering kali menjadi pekerjaan yang sulit.

Untuk memastikan kualitas kader, sistem kaderisasi perlu diperbaiki mulai dari proses screening, pelaksanaan forum, hingga pasca lulus senior course. Instruktur yang ideal harus mengacu pada lima kualitas insan cita sebagai dasar terbentuknya kader yang ideal. Selain itu, instruktur juga harus mampu berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.

Lima kualitas insan cita mencakup insan akademis, kemandirian intelektual, kemandirian finansial, kemandirian spiritual, dan kepribadian yang baik. Insan akademis mensyaratkan bahwa seorang kader harus memiliki tanggung jawab terhadap studi akademiknya. Ia harus mampu berpikir secara integral antara keilmuan di kampus dan di luar kampus, serta memiliki nilai yang baik di dalam maupun di luar universitas. Dengan demikian, kader HMI dipandang memiliki fokus terhadap tujuan HMI dalam bidang akademik.

Tiga Kualitas Kemandirian

Dalam menjalankan tugas sebagai instruktur di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), terdapat tiga kualitas kemandirian yang harus dimiliki, yaitu kemandirian intelektual, kemandirian finansial, dan kemandirian spiritual. Ketiga kualitas ini tidak hanya penting untuk memastikan bahwa instruktur mampu menjalankan perannya dengan baik, tetapi juga untuk menjaga integritas dan efektivitas proses kaderisasi di HMI.

Pertama, kemandirian intelektual. Kemandirian intelektual mengacu pada kemampuan seorang instruktur untuk memiliki pemahaman dasar yang kuat dalam bidang keislaman serta kemampuan untuk mencari solusi atas permasalahan keislaman secara mandiri. Seorang instruktur yang mandiri secara intelektual tidak hanya mengandalkan pengetahuan yang diberikan oleh pihak lain, tetapi juga aktif dalam mengembangkan dan memperdalam wawasan keislamannya sendiri. Hal ini penting karena dalam konteks HMI, instruktur diharapkan dapat menjadi sumber ilmu dan inspirasi bagi para kader. Kemandirian intelektual memastikan bahwa instruktur dapat memberikan bimbingan yang tepat dan relevan sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan para kader.

Kemampuan untuk mencari solusi atas permasalahan keislaman secara mandiri juga berarti bahwa seorang instruktur harus mampu berpikir kritis dan analitis. Ia harus memiliki keterampilan dalam meneliti, memahami, dan menyelesaikan berbagai isu yang muncul dalam konteks keislaman. Dengan demikian, kemandirian intelektual memungkinkan instruktur untuk memberikan panduan yang berdasar dan bijaksana, serta tidak mudah terpengaruh oleh pandangan atau tekanan dari pihak luar.

Kedua, kemandirian finansial. Kemandirian finansial adalah aspek lain yang tidak kalah pentingnya. Seorang instruktur harus memiliki gaya hidup yang merdeka dalam menyampaikan ilmunya. Kemerdekaan ini hanya bisa dicapai jika urusan fisiologisnya selesai. Oleh karena itu, instruktur tidak boleh menggantungkan hidupnya pada HMI, melainkan harus memiliki pekerjaan atau sumber penghasilan lain yang nyata selama menjadi instruktur.

Kemandirian finansial memastikan bahwa seorang instruktur tidak tergantung pada organisasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Dengan memiliki sumber penghasilan yang stabil, seorang instruktur dapat menjalankan tugasnya dengan lebih fokus dan objektif, tanpa terganggu oleh tekanan finansial. Hal ini juga memungkinkan instruktur untuk mempertahankan integritas dan independensinya, sehingga ia dapat memberikan bimbingan dan nasihat yang murni berdasarkan ilmu dan pengalaman, bukan karena tekanan atau kebutuhan finansial.

Selain itu, kemandirian finansial juga mencerminkan sikap profesionalisme seorang instruktur. Dengan memiliki pekerjaan atau sumber penghasilan lain, instruktur menunjukkan bahwa ia mampu mengatur waktu dan energinya dengan baik antara tanggung jawab profesional dan pengabdian di HMI. Ini juga memberikan contoh yang baik bagi para kader tentang pentingnya kemandirian finansial dalam kehidupan.

Ketiga, kemandirian spiritual. Kemandirian spiritual adalah kualitas penting lainnya yang harus dimiliki oleh seorang instruktur. Banyak instruktur HMI yang mengalami fear of missing out (FOMO) terhadap kajian-kajian ketuhanan, beranggapan bahwa pencarian ketuhanan adalah bagian dari gaya hidup HMI. Padahal, kajian-kajian ketuhanan seharusnya sudah selesai di HMI, sehingga pemahaman terhadap ketuhanan, seberapa liberal pun, tidak akan menggoyahkan iman kader HMI.

Kemandirian spiritual berarti bahwa seorang instruktur memiliki keyakinan dan pemahaman yang kuat tentang konsep-konsep keislaman, serta mampu menginternalisasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Seorang instruktur yang mandiri secara spiritual tidak mudah terpengaruh oleh tren atau pandangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip keislaman. Ia mampu menjaga keseimbangan antara pemahaman agama yang mendalam dan penerapan praktisnya dalam kehidupan sehari-hari.

Kemandirian spiritual juga memungkinkan instruktur untuk memberikan bimbingan yang lebih tulus dan bermakna kepada para kader. Dengan memiliki pemahaman spiritual yang kuat, instruktur dapat membantu para kader untuk mengembangkan keimanan dan ketaqwaan yang kokoh, serta menghadapi berbagai tantangan spiritual dengan bijaksana.

Kemandirian intelektual, finansial, dan spiritual adalah tiga kualitas esensial yang harus dimiliki oleh seorang instruktur HMI. Ketiga kualitas ini tidak hanya memastikan bahwa instruktur mampu menjalankan perannya dengan baik, tetapi juga menjaga integritas dan efektivitas proses kaderisasi di HMI. Dengan memiliki kemandirian dalam ketiga aspek ini, seorang instruktur dapat menjadi teladan yang baik bagi para kader, serta memberikan bimbingan dan inspirasi yang berdampak positif bagi perkembangan pribadi dan keislaman mereka.

Instruktur HMI yang ideal bukan hanya sekadar pengajar, tetapi juga teladan dalam keseharian dan akhlak. Mereka harus mampu menginspirasi dan membimbing kader-kader HMI untuk menjadi insan yang berkualitas tinggi. Untuk mencapai hal ini, HMI perlu memperbaiki sistem kaderisasi dan memastikan bahwa setiap instruktur memiliki lima kualitas insan cita serta tiga kemandirian yang telah disebutkan. Dengan demikian, HMI dapat terus melahirkan kader-kader yang mampu menghadapi tantangan zaman dan memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat dan bangsa.

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *