Penghafal al-Qur’an yang Keren

Kriteria Iman yang Benar

“Sungguh Allah meninggikan derajat sebagian kaum dengan al-Qur’an dan merendahkan derajat kaum yang lain dengannya.” (HR. Muslim)

Al-Qur’an adalah sebuah sumber bacaan yang berisi aturan untuk pedoman manusia hidup di dunia. Siapa saja yang mengamalkannya, maka akan mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat. Ahli Qur’an adalah ahli Allah. Inilah janji Allah kepada orang-orang yang hafal al-Qur’an, paham maknanya, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-sehari. Semua perbuatan kita akan dilindungi oleh Allah dan derajat kita akan dinaikkan di sisi-Nya.

Ahli Qur’an adalah orang yang mempelajari al-Qur’an (hafal dan paham maknanya) dan mengajarkannya. Tugas dari seorang ahli Qur’an yaitu menyebarkan nilai-nilai ketuhanan yang berada dalam ayat-ayat al-Qur’an, salah satu di antaranya adalah Allah itu Maha Indah dan cinta dengan keindahan (HR. Mulim, Tirmidzi dan Ahmad). Karena itu, seyognya ahli al-Qur’an atau para penghafal al Qur’an harus bisa memperlihatkan sifat keindahan terhadap orang yang belum mengenal al-Qur’an. Tujuannya untuk menarik perhatian setiap manusia termasuk non muslim dan khususnya untuk umat islam sendiri yang belum dekat dengan al-Qur’annya. Keindahan itu bisa beraneka ragram.

Pertama, keindahan berupa fashion. Kita sering melihat penghafal al-Qur’an yang berasal dari kampung, berpakaian dengan seadanya: sarungan dan pake baju koko yang sudah lusuh. Walaupun ini memperlihatkan ciri khas santri, tapi kalau santri ini pergi ke kota, pasti akan diterwakan oleh banyak orang, dengan alasan norak lah, katrok lah, dan lain sebagainya. Maka dari itu, para penghafal al Qur’an harus tampil dengan pakaian yang dilihat siapapun itu kelihatan indah. Kalaupun mau memakai sarung, ya pakailah sarung yang bagus dan baju koko yang sudah distrika atau juga bisa memakai celana jin dan kemeja, biar orang-orang kota tidak merasa aneh mendekati kita, sehingga mereka tertarik untuk belajar al-Qur’an. Bukan untuk riya’ supaya dipuji orang, tetapi untuk menarik perhatian objek dakwah.

Kedua, keindahan dalam berbicara. Banyak penghafal al-Qur’an hanya bisa menyampaikan ayat-ayatnya saja, tapi kalau disuruh menjelaskan maksud ayat tersebut, banyak yang tidak bisa. Inilah problem para penghafal al Qur’an di Indonesia. Para penghafal Qur’an harus bisa memahami makna yang terkandung di setiap ayat dalam al Qur’an. Karena dengan paham maknanya, para penghafal al Qur’an bisa mengimplemantasikan nilai-nilai al Qur’an dalam kehidupan sehari-hari. Kalau diri sendiri sudah bisa menjalankan, maka tugas para penghafal al Qur’an selanjutnya adalah menyampaikan kepada orang yang belum paham.

Dengan dakwah bi al-lisan inilah, setiap kata yang keluar pasti indah, karena yang disampaikan adalah ayat-ayat dalam kalam Ilahi. Tapi untuk bisa memahamkan orang lain, dibutuhkan proses dan pengalaman yang panjang. Maka dari itu, penghafal al Qur’an harus menjadi orator yang ulung, setiap kata yang disampaikan mengandung nilai-nilai ketuhanan, rasional, dan mudah dipahami, agar orang-orang bisa menangkap terhadap apa yang telah disampaikan.

Ketiga, keindahan dalam berperilaku. Penghafal al Qur’an harus menjaga keindahan akhlaq dalam kehidupaan sehari-hari. Baik akhlak kepada Allah SWT, akhlak kepada sesama manusia, dan akhlak kepada alam. Sifat demikian perlu dijaga oleh seorang penghafal al Qur’an, karena Rosulullah sendiri mengajarkan betapa pentingnya akhlak yang mulia kepada siapa pun. Selain itu, al Qur’an juga sumber kebaikan dari segala sumber, maka dari itu para penghafal al Qur’an harus bisa mengimplemetasikan ayat yang telah dihafal dengan bentuk keindahan dalam berperilaku baik.

Penghafal Qur’an demikian itu pasti akan terlihat keren, tidak hanya di mata Allah, tetapi manusia atau sebaliknya. Salah satu penghafal al-Qur’an yang keren itu adalah Dr. Mohammad Nasih. Dia merupakan seorang intelektual muda yang menjadikan al-Qur’an sebagai landasan berpikir dan tingkah lakunya. Karena, semua yang diusahakan Dr. Nasih, kalau tidak berdasarkan al-Qur’an dan as Sunnah, maka tidak akan pernah dilakukan. Cerita mengenai bagaimana Dr. Nasih menghafakan al Qur’an, patut menjadi perhatian kita semua, para pecinta al-Qur’an.

Nasih kecil pernah dihardik orang taunya, karena tidak hafal Yasin. Hingga akhirnya, ia menamatkan sekolah menengah pertama dan memilih untuk meninggalkan kampung halaman dengan nyantri di Pondok Pesantren Salafiyah An-Nur Lasem dan melanjutkan pendidikan formal di MAN Lasem. Namun, baru beberapa bulan di pesantren, ayahnya meninggal dunia. Spirit dari ayahnya yang tertanam kuat mendorongnya untuk menghafalkan al-Qur’an melanjutkan hafalan yang sebelumnya telah ia lakukan namun kemudian sempat terhenti.

Dalam waktu kira-kira setahun setengah atau pada saat masih kelas II MAN, Nasih telah menyelesaikan hafalan 30 juz al-Qur’an. Walaupun An-Nur adalah Pondok Pesantren yang tidak menerapkan berbagai aturan ketat, tapi Nasih menerapkan kedisplinan tinggi pada dirinya sendiri. Suasana batin yang dipengaruhui oleh ayahnya, keseriusan, dan kedisiplinan tinggi telah mengantarkan kepada capaian yang signifikan dan menjadi modal bagi pengembaraan intelektual ketika kemudian melanjutkan pendidikan tinggi di Jurusan Fisika Unnes dan Jurusan Tafsir Hadits IAIN (sekarang UIN) Walisongo Semarang.

Dr. Mohammad Nasih adalah salah satu di antara penghafal al-Qur’an yang keren. Karena, selain berparas rupawan, dia juga mungkin satu-satunya doktor ilmu politik di Indonesia yang hafal al-Qur’an. Penampilannya sehari-hari selalu indah dilihat. Walaupun baju yang dia kenakan adalah baju biasa-biasa saja (tidak mahal dan tidak juga murahan), tapi tetap enak dipandang mata. Dr. Nasih termasuk orang yang zuhud. Namun bukan berarti meninggalkan dunia sama sekali, melainkan ia berkerja keras dan hampir seluruh hartanya digunakan untuk kepentingan ummat, salah satu diantaranya memberikan beasiswa bagi mahasiswa penghafal al-Qur’an dan berprestasi. Keren, bukan?

Tidak hanya teletak di situ, keren itu akan terlihat ketika Dr. Mohammad Nasih menjadi seorang pembicara yang menjelaskan ayat-ayat dalam al-Qur’an. Sangat mudah dipahami. Logika yang memang terasah sejak kecil, dibuktikan dengan banyaknya tulisannya, membantu memposisikan ide-gagasan Mohammad Nasih sangat unik dan menarik. Dia protret ilmuwan muslim yang memiliki basic keislaman yang sangat cukup. Ditambah lagi, ia memiliki kecerdasan linguistik verbal yang baik, sehingga dia bisa disebut sebagai seorang orator yang ulung, yang indah dalam berkata-kata, subjek predikatnya jelas, sehingga apa yang disampaikan mudah dipahami oleh lawan bicaranya. Kalau berbicara bisa sampai berjam-jam, penjelesannya bisa panjang lebar dan isinya sangat berbobot. Itu semua, karena keluasan ilmu yang dimilikinya. Inilah keren yang seungguhnya.

Hal yang membuat Dr. Nasih disebut sebagai penghafal al-Qur’an yang keren adalah dia tipe orang yang baik terhadap siapapun, tidak memandang orang tersebut dari keluarganya atau bukan, semua dianggap sama. Karena, prinsip Nasih, siapa pun yang bisa diajak bersinergi, itulah keluarganya. Dia menyebut ada keluarga biologis dan ideologis. Baginya, keluarga bilogis harusnya juga ideolgis sekaligus, karena kalau tidak, maka keluarga itu tidak bisa bersinergi dan itu baginya tidak ada. Sementara, keluarga ideologis ia bangun di berbagai tempat untuk mewujudkan visi membangun qur’anic habits di kalangan umat Islam, terlebih para pemudanya.

Dr. Nasih juga sangat peduli terhadap lingkungan. Pernah suatu ketika, ada santri yang menebang pohon pisang di sebelah asrama pondok dengan alasan untuk ditanami tanaman yang baru. Kemudian, santri itu dimarahi Dr. Nasih dengan berkata: “Kamu itu seenaknya saja tebang-tebang pohon sembarangan. Belum tentu jika kamu menanam akan tumbuh subur seperti sekarang yang kamu tebang itu.” Dalam konteks ini, Dr. Nasih mengajarkan kepada para santri tentang akhlak terhadap tanaman. Karena sifat ini adalah sesuai dengan yang diajarkan Rasulullah SAW, yaitu menjaga keindahan akhlaq terhadap siapa pun, termasuk dalam menjaga lingkungan. Semoga Allah swt. selalu memberikan kesehatan, umur yang panjang dan barokah. Wollahu a’lam bis showab.

Oleh: Lutfi Khakim, Disciple Monash Institute Angkatan 2014, Guru Tahfidh di Planet NUFO Rembang.

Editor: Anzor Azhiev

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *