Berbagai Term yang Serupa dengan Sirah
Ada beberapa term sirah yang seakan memeliki kemiripan, namun sebenarnya berbeda satu sama lain, yaitu sebagai berikut;
Tarikh
Tarikh secara bahasa adalah sejarah masa lalu. Adapun secara istilah tarikh digunakan untuk membatasi peristiwa-peristiwa pada suatu masa dari aspek penentuan dan waktu terjadinya. Term kata tarikh lebih umum penggunaannya dibandingkan dengan kata sirah; kata sirah lebih sering digunakan untuk menjelaskan kehidupan Rasul Saw. mulai dari kelahirannya sampai beliau wafat.
Adapun kata tarikh, cakupan kajiannya lebih luas; adakalanya ia digunakan untuk membahas Tarikh Tasyri’ Islam (sejarah kodifikasi hukum Islam), Tarikh Fikih Islam (sejarah fikih Islam), atau Tarikh Madzahib Islamiyyah (Sejarah Mazhab-mazhab dalam Islam), Tarikh Khulafa’ (Sejarah Para Khalifah), Tarikh Falsafi Islam (Sejarah Filsafat Islam), dan lain-lain (Taqiyudin an-Nabhani. Asy-Syakhsiyyah al-Islamiyyah, (Ttp: Penerbit Dar al-Umah, tth). Cet. ke–4, juz 1, hal. 359-360.).
Perbedaan lainnya, hampir seluruh sirah ditulis dengan mencantumkan sanad-nya (yaitu matarantai perawi hingga ke matan-nya). Hal ini bermula ketika pada Abad Kedua Hijrah sejumlah ulama mengumpulkan khabar tentang sirah Rasul Saw., sebagian digabungkan dengan sebagian yang lain.
Pembukuan dilakukan dengan metode periwayatan, dengan menyebut nama perawi dan orang yang meriwayatkan, persis sebagaimana periwayatan yang dilakukan dalam hadis. Oleh karena itu, para ulama hadis dan para penelitinya dapat mengetahui berita sirah yang sahih, yang dhaif, atau yang mardud (tertolak), melalui penelitian mereka atas para perawi dan sanadnya.
Walhasil, riwayat tentang kehidupan dan diri Nabi Saw. yang terbukti sahih-lah yang dapat dijadikan sebagai rujukan. Sebab, sirah adalah bagian dari as-Sunnah, yang tidak boleh diambil kecuali jika ia terbukti merupakan riwayat yang sahih.
Oleh karena itu, sirah lebih otentik dari pada tarikh, karena adanya sanad. Dengan dicantumkannya sanad, maka dapat diteliti sejauh mana kebenaran informasi yang terkandung dalam kabar atau riwayat tersebut; yakni dengan cara meneliti kesinambungan sanad, keadilan para perawi, serta ada-tidaknya syadz dan ‘illat.
Adapun tarikh, sebagian ada yang ditulis dengan mencantumkan sanadnya seperti Tarikh al-Khulafa’ yang dikarang oleh Imam as-Suyuti atau Tarikh Tasyri’ Islam (sejarah kodifikasi hukum dalam Islam). Pengarang kitab-kitab ini menyebutkan nama perawinya sehingga dimungkinkan diteliti otentitas berita yang diriwayatkannya, sebagaimana dilakukan dalam kitab hadis dan kitab sirah. Ada pula kitab tarikh yang tidak mencantumkan sanadnya seperti Tarikh Umam wa al-Mulk (Sejarah Bangsa-bangsa dan Para Raja), Tarikh Fiqh al-Islam (Sejarah Fikh Islam), atau Tarikh Falsafi Islam (Sejarah Filsafat Islam), dan lain-lain.
Pada umumnya, mereka hanya menyebut peristiwa dan kejadian tanpa menyebut sanad dan perawinya sehingga kitab-kitab mereka tidak dapat dijadikan sebagai sandaran sirah, kecuali jika seorang pengarang melakukan tahqiq (penelitian) ketika menulis berita sirah dan ia termasuk perawi yang terpercaya. Jika tidak demikian, perkataannya atau apa yang ia informasikan tidak dapat dijadikan sebagai bukti (An-Nabhani, Asy-Syakhsiyyah al-Islamiyyah, Juz. 1, hal. 360.).
- Manaqib
Pengertian Manaqib menurut bahasa adalah kisah kekeramatan para wali. (W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hal. 533.).
Sementara menurut istilah, manaqib adalah cerita-cerita mengenai kekeramatan para wali yang biasanya dapat didengar pada juru kunci makam, pada keluarga dan muridnya, atau dibaca dalam sejarah-sejarah hidupnya. (Abu Bakar Aceh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf , (Solo: Romadloni, 1990), hal. 355).
Manaqib adalah sesuatu yang diketahui dan dikenal pada diri seseorang berupa perilaku dan perbuatan yang terpuji disisi Allah SWT, sifat-sifat yang manis lagi menarik, pembawaan dan etika yang baik lagi indah, suci lagi luhur, kesempurnaan-kesempurnaan yang tinggi lagi agung, serta karomah-karomah yang agung di sisi Allah Swt. (Achmad Asrori al-Ishaqi, Apakah Manaqib itu?, (Surabaya: al-Wava, 2010), hal. 9).
Tarajim
Tarajim secara bahasa diartikan sebagai perjalanan dari rangkaian silsilah atau nasab tertentu. (Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer: Wacana, Aktualitas dan Aktor Sejarah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal. 149).
Dalam istilah historiografi di Barat, tarajim dikenal sebagai biographical dictionaries, kamus biografi. Dan sebagaimana disimpulkan Petry yang dikutip oleh Azra bahwa genre tarajim merupakan fenomena yang indegious bagi masyarakat terpelajar Muslim. (Azyumardi Azra, Historiografi Islam Kontemporer: Wacana, Aktualitas dan Aktor Sejarah, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2004), hal. 151).