PAK NADIEM, BERESKAN GURU! (Surat Terbuka Untuk Mendikbud)

Oleh: Dr. Mohammad Nasih
Pendiri Sekolah Alam Planet NUFO Desa Mlagen, Pamotan, Rembang, Jateng; Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ

Pak Nadiem Yth.;
Anda mendapatkan kesempatan yang luar biasa besar. Posisi yang anda jabat sekarang ini adalah posisi yang berimplikasi sangat luas untuk masa depan negara-bangsa kita. Saking strategisnya, jabatan itu selalu diperebutkan oleh “dua gajah” di negeri ini. Namun, dua gajah itu “kalah” oleh pemilik Go-Jek. Padahal dua gajah itu punya banyak “driver dan rider” di banyak lembaga pendidikannya. Anda pasti memahami dengan baik tentang hal ini. Jika amanah posisi yang sangat strategis ini dijalankan dengan tepat, maka implikasinya akan sangat besar. Jika bicara tentang pahala, tentu juga sangat besar. Apalagi setiap kebaikan akan dilipatgandakan oleh Allah, bisa lebih baik, sepuluh kali lipat, tujuh ratus kali lipat, bahkan sampai tak terhingga.

Saya akan mengabaikan berbagai kontroversi yang menerpa Anda, bahkan walaupun saya mendengar secara langsung kritik keras rektor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta pada saat penganugerahan status guru besar salah seorang teman saya di sana beberapa waktu lalu. Walaupun saya seratus persen setuju dengan kritik keras seorang pejabat yang padahal posisinya di bawah Anda, lebih tegak lurus lagi Menteri Agama, saya akan fokus tentang masalah pendidikan yang selama ini tidak pernah diselesaikan secara radikal. Yang dilakukan hanya ibarat orang menggaruk yang tak gatal, sehingga justru bisa menimbulkan luka atau persoalan baru. Dan saya khawatir sekali Anda juga mengulangnya kembali.

Memang persoalan pendidikan kita hari ini sangatlah kompleks. Penyebabnya tidak hanya berasal dari aspek pendidikan an sich, tetapi juga selainnya. Kebijakan yang Anda ambil, bisa bisa berimplikasi berhadapan dengan buah simalakama. Namun, di situlah letak ujian bagi seorang pengambil kebijakan politik yang mendapatkan janji pahala besar dari Allah, dan bahkan juga mendapatkan gaji dan prestise besar.

Pak Nadiem Yth.;
Perubahan yang Anda gagas, terutama penekanan kepada literalisasi dan numerasi, saya setuju sekali. Bahkan di Sekolah Alam Panet NUFO, sekolah yang kami dirikan di desa saya, Mlagen, Pamotan, Rembang, dua hal itulah yang saya jadikan titik tekan dan di awal harus dipastikan bisa dikuasai. Hanya saja di situ ada program menghafal. Ya, menghafalkan al-Qur’an, yang menurut saya sangat penting agar bisa memahami agama kami dengan lebih baik, agar pemahaman kami komprehensif, utuh, sehingga mendekati kebenaran, dan pengamalannya sesuai dengan yang diinginkan oleh Tuhan.

Namun, ide perubahan itu akan berhenti hanya sebatas ide apabila prasyarat utamanya tidak dipenuhi. Guru adalah kata kunci utamanya. Terutama sampai sekolah menengah pertama, bahkan mungkin juga sekolah menengah atas/umum, peran guru sangatlah diperlukan. Sebab, murid-murid membutuhkan pengarah bahkan juga teladan dengan cara melihat dan mendengar gerak tubuh dan intonasi dalam kalimat secara langsung dari guru.

Nah, jika guru berkualitas, maka peluang untuk menghasilkan proses belajar dan mengajar yang juga berkualitas akan besar. Namun, jika guru tidak berkualitas, maka sulit untuk menggantungkan harapan.

Masalahnya, kualitas guru di Indonesia secara umum masih kurang. Ditambah lagi dengan jumlahnya yang sanga jauh dari rasio ideal. Inilah yang pertama kali perlu kita benahi, Pak Nadiem. Sebagus apa pun kurikulum yang kita canangkan, jika guru tidak memadai, tentu saja tidak akan bisa berhasil. Ibarat kita belikan pembantu kita mobil keluaran terbaru dan terbagus, dengan teknologi paling canggih, tetapi jika tidak memiliki pengetahuan mengoperasikannya, maka mobil mahal itu akan tetap saja terparkir di garasi.

Hemat saya, ada beberapa langkah strategis yang perlu Pak Menteri lakukan.

Pertama, lakukan assesment ulang kepada guru untuk menempatkan mereka pada level yang tepat. Tentu saja, pada saat ini, tidak mungkin melakukannya secara keseluruhan. Karena itu, bisa dilakukan secara bertahap. Terlebih lagi jika yang di gunakan sebagai percontohan adalah sekolah-sekolah di daerah pinggiran dan dianggap terbelakang. Di sana dilakukan pengukuran dengan lebih detil tentang pengaruh guru berkualitas kepada murid yang saat masuk berkualitas beragam.

Kedua, jika ada guru yang tidak memenuhi kualifikasi, maka berikan diklat secara ketat. Jika mereka tidak mau atau tidak mampu meningkatkan mutu untuk layak menjadi guru, maka carikan posisi lain atau pensiunkan dini. Anda perlu memberikan pengertian dengan agak tegas, bahwa pendidikan negara ini tidak boleh diserahkan kepada orang-orang berstatus guru, tetapi kualitas medioker. Dengan cara inilah, kita bisa berharap akan lahir generasi baru yang akan menjadi rakyat berkualitas yang juga akan melahirkan pemimpin yang berkualitas. Sebab, kualitas pemimpin, berbanding lurus dengan kualitas rakyat. Kamaa takuunuu, yuwalla ‘alaikum. Demikiahlah sebuah ungkapan bijak.

Ketiga, rekrut guru-guru baru hanya yang benar-benar berkualitas terbaik. Dan itu bisa terjadi apabila profesi guru benar-benar menjanjikan untuk masa depan mereka. Jangan biarkan mereka terhinakan dengan gaji yang di bawah kebutuhan untuk hidup yang layak bagi kemanusiaan. Bukankah itu juga salah satu amanat konstitusi negara kita? Memang, logisnya, seorang guru adalah orang yang bisa membuat diri sendiri sejahtera. Bagaimana mungkin orang akan mengajarkan kesejahteraan kepada orang lain (baca: murid) jika dia sendiri hidup merana. Kita ambil jalan tengah saja. Biarlah para pendidik itu fokus mendidik murid, dan negara menjamin kesejahteraan mereka. Namun, negara juga harus memastikan bahwa para pendidik yang dibayar oleh negara itu adalah mereka yang jika tidam berprofesi sebagai pendidik, bisa menyejahterakan diri sendiri dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang mereka miliki. Mereka memilih menjadi guru karena memang karena panggilan untuk melipatgandakan jumlah orang yang bisa membuat setiap diri mereka menjadi berdaya dan hidup sejahtera.

Pak Nadiem Yth.;
Akhirnya saya hanya bisa berharap, Anda benar-benar melakukan perubahan dalam pendidikan kita. Lakukan kerja-kerja konkret dan jika pun perlu membangun citra, lakukan sesuai dengan kerja. Beritakan saja yang benar-benar terjadi. Jangan menambah lagi ruang publik ini dengan citra-citra palsu. Sebab, itu akan di antara bentuk pembodohan yang bisa berakibat kepada runtuhnya budaya luhur bangsa. Jika itu yang terjadi, maka justru berkontradiksi dengan tugas yang seharusnya Anda lakukan, yakni membangun pendidikan dan menguatkan nilai-nilai kebudayaan unggul bangsa. Saya selalu menunggu dari pinggiran di Sekolah Alam Planet NUFO yang sejak awal kami dirikan menekankan tiga hal: bahasa, matematika, dan menghafal al-Qur’an. Wallahu a’lam bi al-shawab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *