Mohammad Nasih dan Pemimpin Visioner

Baladena.ID/Istimewa

Al-Qur’an merupakan sumber tuntunan hidup pertama bagi kaum muslimin dalam menapaki kehidupan dunia yang fana ini, selain Sunnah Rasulullah. Allah memberikan kelebihan bagi hamba-Nya yang mau belajar dan memahami kitab-Nya. Al-Qur’an memuat berbagai pedoman hidup, bahkan prediksi masa depan yang akurat hingga akhir zaman nanti. Kemampuan memprediksi serta mengupayakan hal-hal yang berkaitan dengan masa depan ini ada di sosok Mohammad Nasih.

Nasih adalah guru utama di rumah perkaderan dan tahfidh Monash Institute. Hafalan al-Qur’an dan pemahaman atas kitab yang dihafalkan itulah yang membuatnya memiliki gagasan yang lebih maju dibanding orang kebanyakan. Hal itu juga tidak bisa dilepas dari pengalaman hidupnya selama puluhan tahun yang malang melintang di dunia aktivis  dan perkaderan kaum muda cendekia.

Permasalahan bangsa yang kompleks memacunya menjadi sosok pemimpin visioner yang bersandar pada logika qur’ani. Mengutip arti QS. al-Balad ayat 8-13:

َلَمْ نَجْعَلْ لَهُ عَيْنَيْنِ (٨) وَلِسَانًا وَشَفَتَيْنِ (٩) وَهَدَيْنَاهُ النَّجْدَيْنِ (١٠) فَلا اقْتَحَمَ الْعَقَبَةَ (١١)  وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْعَقَبَةُ  (١٢) فَكُّ رَقَبَةٍ (١٣

Bukankah Kami telah memberikan kepadanya dua buah mata, lidah, dan dua buah bibir? Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan? Tetapi dia tidak menempuh jalan yang mendaki lagi sukar. Tahukah kamu apakah jalan yang mendaki lagi sukar itu? (Yaitu) melepaskan budak dari perbudakan….”,

Nasih menggambarkan tentang mentalitas budak yang masih bersemayam di diri warga negara, terutama pemimpinnya, walaupun sistem perbudakan sudah tidak ada lagi, sehingga krisis kepemimpinan menjadi masalah yang belum mampu diselesaikan. Dalam hal ini, al-qur’an banyak memberinya inspirasi untuk menuntaskan persoalan bangsa.

Di saat orang lain belum memikirkan pembangunan rumah perkaderan dengan kerangka berpikir modern, Nasih memulai terlebih dahulu sejak menjadi doktor muda pada 2010. Gagasan dan mimpinya selaras dengan tekad yang kuat. Nasih memulai gebrakannya dengan mendirikan rumah perkaderan Monash Institute yang memiliki alur berpikir “long life caderisation”. Kaderisasi yang dibangun ini menekankan jamaah di antara para anggotanya.

Ia merekrut beberapa pemuda mahasiswa sebagai awal investasi masa depannya. Nasih  lebih memilih para pemuda dari kalangan mahasiswa, sebab masa muda adalah masa yang produktif untuk melakukan banyak hal dan pastinya, mahasiswa adalah orang yang mampu diajak berpikir dan bergerak untuk bangsa. Nasih menyadari bahwa pemuda saat ini akan melanjutkan kepemimpinan di masa depan, sehingga yang “ditangkap” adalah pemuda demi menyiapkan pemimpin yang visioner dan dirindukan rakyatnya kelak.

Generasi yang visioner akan lahir dari guru yang visioner pula. Burt Nanus (1992) dalam bukunya Visionary Leadership menyebutkan beberapa kompetensi yang harus dimiliki seorang pemimpin visioner, salah satunya adalah modal keberanian. Keberanian Nasih dibuktikan dengan mendirikan rumah kader pemimpin bermodal rumah kontrakan kecil yang ia pergunakan untuk mengajar beberapa kader yang merupakan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Ia mengontrak sampai 8 rumah dan di situlah ia menjalani perkaderan super intensif selama hampir 6 tahun, sebelum akhirnya memiliki gedung sendiri.

Nasih pernah bermimpi, suatu saat akan memiliki Monash Tower seperti halnya gedung-gedung pencakar langit yang sering dijumpainya di Jakarta, tetapi di dalamnya terdapat para kader yang ditempa secara super intensif, sebagaimana yang ia bayangkan sewaktu masih menjadi mahasiswa; memiliki rumah kader seperti Academia-nya Plato atau Lyceum yang didirikan oleh Aristoteles. Mimpi itu pelan tapi pasti menjadi sebuah kenyataan yang membanggakan; dari rumah kontrakan menjadi gedung dengan empat lantai sebanyak dua buah dan dua buah gedung dengan dua lantai.

Keberaniannya mengambil resiko juga terbukti ketika memulai untuk membuat sekolah alam Planet Nufo. Karena tidak ada yang lain, bambu menjadi modal awal mendirikan sekolah alam tersebut. Dari bambu, sekolah alam Planet Nufo terus menerus mengalami peningkatan. Hingga saat ini sudah ada banyak gazebo-gazebo yang juga terbuat dari 100 persen bambu berukuran 2×1,5 meter. Dibangun pula rumah gorong-gorong yang difungsikan sebagai tempat tidur para santri.

Berani mengambil resiko ia dapatkan dari sosok bapak kandungnya Kiai H. Mudzakkir. Pernah suatu ketika, Nasih diberi nasehat : ”Kalau usaha, sekalian yang banyak, agar jika untung hasilnya juga akan banyak,” berbeda dengan nasehat ibunya yang berkata: “Kalau usaha, sedikit saja dulu, agar jika rugi, kerugiannya tidak banyak.” Watak Nasih cenderung mirip dengan ayahnya, maka tak ayal jalan yang ditempuhnya lebih banyak untuk memikirkan investasi masa depan daripada ketakutan pada kegagalan yang masih dalam bayangan.

Mohammad Nasih  bisa disebut sebagai sosok yang visioner, yang selain memiliki kekuatan tekad, kuat pula di ranah spiritual. Lingkungan agamis sedari kecil membuatnya tumbuh sebagai sosok guru spiritual bagi santrinya. Nasih dididik oleh kedua orangtua penghafal al-qur’an. Menjalani masa belia di madrasah tsanawiyah di desanya. Nasih juga bersekolah diniyah yang masuk sore hari. Setamat sekolah menengah, ia melanjutkan nyantri di Pondok Pesantren Salafiyah An-Nur Lasem dan di MAN Lasem.

Spiritualitas menjadi semakin menguat, ketika masuk di perguruan tinggi, ia mengalami goncangan yang akhirnya mengubah paradigma keagamaan doktriner ke rasional dan menjadi supra-rasional. Ini tidak lain berkat pencariannya yang didukung bekal basic hafalan dan pemahaman al-Qur’an yang kuat, serta kemampuan dasar dalam membaca khazanah intelektual Islam dan Barat yang mumpuni. Kemampuan membaca kitab kuning ia dapatkan sejak di pesantren ketika SMA, dan kekayaan akses buku-buku Barat dilakukan pada masa kuliah S1 di Fakultas Ushuluddin.

Dukungan spiritual dari lingkungan nyatanya berimbas banyak pada kepribadian sehari-harinya. Bahkan, di pesantren yang didirikannya itu, ia tak lepas dari komitmennya untuk tidak meninggalkan jamaah shalat bersama seluruh disciples. Agenda sima’an dengan santrinya rutin ia lakukan setiap akhir pekan. Tak heran, hafalannya pun semakin kuat serta pemahamannya akan konsep-konsep al-Qur’an semakin meningkat.

Selain itu, efektivitas pola pergaulan Nasih menjadikan ia memiliki kompetensi dasar sebagai seorang pemimpin visioner. Kehidupan masa mudanya menjejaki dunia aktivis di Himpunan Mahasiswa Islam membuatnya mampu bergaul dengan segala kalangan. Mulai dari politisi, tokoh agama, baik dari ormas NU maupun Muhammadiyah, masyarakat umum bahkan pekerja-pekerja di kampung.

Pemimpin visioner telah disiapkan oleh sosok yang visioner. Bagi Nasih, usaha melahirkan calon pemimpin berkualitas dan membangun sebuah peradaban adalah komitmen seumur hidup. Jalan mencapai visi tertinggi tersebut tidak akan lepas dari jalan yang sukar lagi mendaki. Semoga kesehatan selalu terlimpah kepadanya dan seluruh kerabat serta orang-orang yang membantu memperjuangkan Islam.

Oleh: Kurnia Intan Nabila, Perdana Menteri Monash Institute Kabinet Lokakarya, Sekum HMI Komisariat Iqbal Walisongo Semarang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *