Bangsa yang besar adalah bangsa yang mengingat jasa para pahlawannya – Ir. Soekarno.
Para pahlawan telah mati-matian memeras darah dan keringatnya demi memperjuangkan kemerdekaan. Harta dan jiwa tak ada lagi maknanya dibanding kemerdekaan bangsa. Dengan mengingat jasa mereka, setidaknya akan tumbuh jiwa nasionalisme kita untuk melakukan hal yang serupa dengan mereka.
Namun, lain lubuk lain ikannya, lain masa lain tantangannya. Bangsa yang besar di era digital tak lagi hidup bersama senjata-senjata api untuk membesarkan bangsanya. Tentunya, bangsa ini harus mampu menerjemahkan kode-kode genetik untuk mentransformasikan gagasan yang lebih canggih. Ide-ide yang lebih segar, tentunya tanpa meninggalkan kearifan lokal.
Saat ini kita tidak lagi berperang melawan penjajah secara fisik. Tidak lagi beradu senjata dan saling berhadapan di medan yang luas. Penjajah kini menjelma menjadi sebuah software, merongrong kekuatan bangsa melalui berbagai aspek, seperti ekonomi, sosial-budaya dan teknologi. Tak perlu waktu yang lama maupun ruang yang luas, dalam hitungan detik, penjajah masuk di semua lini kehidupan, dan tanpa ampun menggerogoti pertahanan yang kita bangun sekian lama.
Kita hidup pada zaman dimana teknologi menjadi sebuah keniscayaan, yang maju akan semakin maju, sedangkan yang tertinggal akan semakin jauh di belakang. Manusia semakin cerdik mengembangkan teknologi yang diyakini akan memudahkan pekerjaan mereka. Salah satunya adalah inovasi dalam bidang digital. Inovasi digital tentu akan mendatangkan kemanfaatan jika digunakan secara tepat dan bijaksana, dan akan menimbulkan kerusakan yang fatal jika disalahgunakan.
Artificial Intelligence (AI) -salah satu inovasi digital kekinian- telah menjadi primadona dalam berbagai mesin-mesin cerdas yang diciptakan manusia, tentunya dengan berbagai penawaran menariknya. Meski tak dapat dipungkiri bahwa tentu ada kekurangan di dalamnya. Namun, ibarat pisau – akan berguna jika berada di tangan koki, dan akan menimbulkan marabahaya ketika dibawa oleh anak kecil. Begitu pula teknologi, manfaat dan mudharat tergantung pada pemakainya.
Lalu, bagaimana definisi pahlawan bagi generasi milenial Indonesia? Bagaimanakah cara memaknai perjuangan pahlawan pada masa milenial Indoensia?
Indonesia kini sedang menghadapi era penetrasi teknologi yang begitu masif, namun belum diimbangi dengan kemampuan literasi media yang memadai. Tantangan terbesar kita saat ini adalah bagaimana memanfaatkan kecanggihan teknologi dan informasi untuk menyebarkan kebaikan. Tentunya kita harus mempersiapkan generasi yang melek literasi media. Jika kita gagal melakukannya, maka tunggulah kehancuran yang akan melenyapkan kita semua.
Di era digital ini, pengguna internet di Indonesia meningkat secara signifikan. Hal ini dapat kita lihat dari hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada tahun 2018. APJII mencatat jumlah pengguna internet mencapai 171,2 juta orang atau 64,8 % total populasi penduduk Indonesia. Jumlah ini meningkat hampir tiga kali lipat dibandingkan dengan tahun 2012 saat pengguna internet di Tanah Air masih 63 juta orang.
Artinya, jika data tersebut dimanfaatkan dengan baik, maka Indonesia bisa berpeluang menjadi raksasa di bidang digital. Hal ini sangat mungkin diwujudkan jika semua pihak sadar akan potensi ini. Sumber daya manusia, teknologi, dan pengetahuan mengenai AI bisa menjadi senjata ampuh. Wa Allahu A’lam bi al-Shawaab.
Oleh: Lailatus Syarifah, Mahasiswi Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang dan Ketua Bidang PPPA HMI Koordinator Komisariat Walisongo Semarang