Mendidik anak sejak dini itu bagaikan sebuah pohon. Dalam kitab Akhlaq li al-Banin dijelaskan, ketika pohon tersebut masih kecil, maka akan lebih mudah untuk membentuknya. Hal ini dilakukan supaya ketika tumbuh menjadi besar, tanaman tersebut terlihat elok serta tidak bengkok. Sebaliknya, mendidik anak ketika sudah besar bagaikan membuat pohon yang sudah tumbuh besar dan kuat. Maka yang terjadi bukanlah pohon tersebut menjadi lebih menarik, tetapi sebaliknya, pohon tersebut sangat sulit dirubah, karena dari kecil sudah tidak terawat. Dan jika dibiarkan, pohon tersebut akan semakin tidak beraturan.
Hal ini seperti yang diutarakan Mohammad Nasih dalam mengkader keempat putra-putrinya dan para santri di rumah perkaderannya. Nasih mengibaratkan pengkaderan seperti membingkai sebuah foto. Agar sebuah foto terlihat rapi dan tidak rusak, maka perlu adanya bingkai. Selain berfungsi sebagai pelindung foto, bingkai juga berfungsi untuk memperindah foto dan mempunyai kesan yang sangat menarik untuk dipandang. Tetapi dengan Sebaliknya, ketika foto tersebut sudah rusak dan tidak layak dipandang, meskipun diberi bingkai secantik apapun, tetap saja foto tersebut terlihat buruk, bahkan hal seperti itu membuat orang lain malas untuk melihat.
Pendidikan sejak dini sangatlah penting bagi setiap anak. Sebab pada usia dini, anak mempunyai kepekaan yang luar biasa. Kepekaaan tersebut menjadikan ia mudah menerima pengaruh, baik yang ia lihat maupun yang ia dengar. Menurut Mohammad Nasih, untuk mengajari anak kecil, akhlak memang lebih mudah didahulukan daripada ilmu. Namun demikian, pengajaran logika dasar dengan membiasakan anak bertanya adalah hal yang penting untuk menstimuli otak seorang anak.
Menurut Mohammad Nasih, ada tiga fase dalam mendidik anak. Pertama, Anak memiliki peran sebagai raja. Fase ini terjadi saat usia 0-7 tahun. Pada fase ini, anak menghabiskan waktunya untuk bermain. Segala keinginannya harus terpenuhi. Namun, meskipun keinginannya tercapai, bukan berarti semua harus menuruti perintah raja. Sebab, seorang raja pun juga tetap membutuhkan seorang penasihat. Dalam hai ini, orang tua lah yang berperan sebagai penasihat untuk anak-anaknya. Orang tua memantau dan memberikan pengajaran yang baik. Sebagaimana mestinya seorang raja, tidak hanya sebuah kerajaan berjalan tergantung pada raja, tetapi dibalik itu ada seorang penasihat yang juga berhak memberikan arahan yang baik.
Kedua, Fase dimana anak berperan sebagai tawanan perang. Fase ini dimulai pada usia7-14 tahun. Pada fase ini, anak harus mendapatkan pengajaran dalam dirinya. Fase dimana pola tingkah laku pada anak tercetak, dan bila perlu disertai dengan paksaan. Seperti pesan nabi, jika anak sudah berusia 10 tahun dan anak tidak salat, maka diperbolehkan untuk dipukul.
Ketiga, Fase seorang anak menjadi teman dalam keluarga. Fase ini terjadi saat usia 14-21 tahun. Pada Fase ini, anak diajarkan untuk berdiskusi dengan masalah-masalah kehidupan. Anak membiasakan diri untuk berbuat kebaikan dan saling bertukar pikiran dengan orang tua.
Tapi sebelum mencapai usia yang pantas menjadi teman, dibutuhkan konsistensi mendidik sejak dini. Apalagi saat belia, anak mudah sekali ditanamkan nilai-nilai konsistensi. Sebagai contoh yang dilakukan Abah Nasih adalah membiasakan generasi ciliknya bangun pagi.
Bangun setiap pagi merupakan salah satu cara Nasih dalam mendidik keempat anaknya. Nasih selalu membiasakan putra-putrinya untuk bangun pagi ketika subuh. Apabila salah satu dari mereka ada yang masih tidur, maka saudara yang lain harus siap untuk membangunkan. Sistem inilah yang diterapkan Nasih kepada buah hatinya. Selalu bekerja sama dan saling mengingatkan kepada saudara sendiri.
Begitu juga ketika putra-putrinya tidur di salah satu pondoknya, Daar al-Qalam, atau biasa para santri menyebutnya DQ (nama pondok perkaderan miliknya di dekat rumah). Para santri yang berada di pondok tersebut harus membangunkan putra-putri pengasuhnya tersebut ketika adzan subuh berkumandang. Meskipun bangun terlambat dan tidak mengikuti salat subuh, para santri yang berada di DQ tetap harus membangunkan putra-putri doktor ilmu politik tersebut.
Apabila salah satu dari mereka ada yang belum melaksanakan salat subuh, mereka tetap diperintah untuk mengerjakannya meskipun tidak berjamaah. Nasih sangat menekankan mereka bangun pagi. Selain salat subuh, mereka diharuskan pula mempunyai sikap disiplin dan rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang lain. Selain itu, Nasih membiasakan mereka bangun lebih awal daripada anak seumurannya, karena waktu subuh sangatlah efektif untuk belajar dan menghafal al-Qur’an.
Bapak dari empat anak ini setiap jamaah salat lima waktu mengajak putra-putrinya ke DQ. Terkadang ketika subuh, meski Nasih mempunyai kendaraan sendiri, akan tetapi dia memilih jalan kaki bersama pasukan kecilnya. Itung-itung olahraga pagi dan menggerakkan badan setelah semalaman merajut bulu mata di pulau kapuk
Usai jamaah subuh, kebiasaan banyak orang pasti melanjutkan mimpinya atau menonton tayangan di televisi. Tentu berbeda dengan Nasih. Dia tidak akan pernah membiarkan anaknya tidur kembali atau bahkan menonton film. Alasannya, tidur waktu pagi menjadi penyebab terhambatnya rezeki. Supaya tidak tidur, Nasih membiasakan keempat anaknya mendengar dan menyimak kajian darinya langsung. Jika tidak ada kajian, mereka akan membaca atau menulis ayat-ayat al-Qur’an
Nasih tidak memandang berapa usia anaknya yang harus ikut jamaah. Walaupun mereka masih kecil, bahkan salah satu dari mereka masih berusia di bawah satu tahun, Nasih tetap memberlakukan bangun pagi pada anak-anaknya. Memang, di waktu subuh, anak sangat sulit bangun awal. Namun, beda dengan anak-anak Nasih, mereka harus terbiasa bangun setiap pagi dan mengikuti jamaah salat subuh.
Melihat kenyataan yang terjadi sekarang, banyak orang tua masih enggan membangunkan anaknya ketika subuh. Salah satu faktor utama mereka tidak membangunkan anaknya tidak lain agar si anak tidur pulas hingga semua pekerjaan yang dilakukan orang tua pada pagi hari terselesaikan tanpa ada gangguan. Faktor lain orang tua tidak membangunkan anaknya, khawatir anak mereka rewel dan menangis karena kurang tidur. Demi mengurangi beban, akhirnya mereka membiarkan anaknya tidak bangun meskipun waktu subuh sudah tiba.
Sikap orang tua yang selalu memanjakan anaknya ini menjadi salah satu faktor sikap malas pada diri seorang anak dalam berbagai hal, sekalipun hal sepele. Kebiasaan yang salah, tetapi sering dilakukan ini harus ditumpaskan. Sebab, hal ini akan membawa dampak bagi generasi penerus. Meski terkesan sepele, tapi akan menularkan virus kemalasan pada orang lain pula.
Membiasakan anak bangun pagi dan memberikan pembelajaran pada pagi hari merupakan salah satu kebiasaan yang diterapkan Nasih dalam mendidik anak. Ketika banyak orang tidak bisa melakukan kegiatan di waktu tersebut, justru Nasih bisa melakukannya meski mempunyai kesibukan yang luar biasa.
Menurut Mohammad Nasih, alasan dirinya mengambil waktu pagi dalam mendidik putra dan putrinya, tidak lain karena adanya keunggulan tersendiri di waktu tersebut untuk mendidik anak. Seperti daya kefokusan anak yang masih kuat karena pikiran belum menerima beban-beban dari luar. Secara cepat, anak bisa merespons hasil tangkapan. Selain itu, bangun pagi membuat badan sehat karena waktu tidur yang cukup. Apabila waktu tidur kurang, akan sangat sulit untuk bangun lebih awal. Akibatnya, muncul rasa malas dalam diri.
Orang yang belum mengetahui kenikmatan yang didapat ketika mendidik anak pada waktu subuh akan beranggapan bahwa itu sangat mengganggu anak yang sedang tidur. Mereka tidak mempunyai aktivitas-aktivitas setelah subuh. Yang ada mereka mengganggu kesibukan orang tua. Bisa saja mereka tidak mengganggu, tetapi melanjutkan tidurnya sampai menunggu waktu sekolah tiba.
Anggapan-anggapan seperti itu kurang tepat. Seharusnya, semua orang tua wajib membangunkan anak-anak mereka ketika waktu subuh. Waktu subuh merupakan waktu dimana seseorang bisa secara cepat menangkap pelajaran yang ia peroleh. Sebab, pikiran masih fresh, jiwa semangat masih membara, dan belum terbebani atau terpengaruhi aktivitas di luar.
Orang yang belum terbiasa bangun pagi, terutama pada waktu subuh, akan merasa keberatan ketika mereka harus menjalankan hal ini setiap hari. Mereka merasa terbebani dengan masalah bangun pagi yang belum menjadi kebiasaan mereka. Maka dari itu, harus adanya pembiasaan sejak dini. Meskipun terlihat mudah jika hanya sekedar dilihat, tetapi apabila dilakukan nyatanya terasa berat.
Oleh: Hanik As’adah, Disciples 2019 Monash Institute.