Tidak jemu rasanya memandang rembulan yang nampak bertengger manis di langit malam. Cahayanya yang temaram, semakin indah di temani dengan jutaan bintang. Hawa dingin yang tadi tiada, kini mulai menguar sampai menusuk-nusuk tulang. Acha pun menggigil dibuatnya. Namun, semua ini belum seberapa dibanding dengan aura dingin yang ditimbulkan oleh hati si dia. Masih teringat jelas segala sesuatu tentang dia yang nun jauh di sana. Intuisi Acha mengatakan bahwa hatinya masih memiliki keterikatan dengan dia, orang yang mengisi hati Acha 10 tahun silam.
Sekali lagi, Acha menengadah kelangit yang agaknya berbeda dengan malam sebelumnya. Ini hanya perasaan Acha saja atau memang betul adanya?. Entahlah Acha tidak tahu. Acha melihat para bintang di sana tengah berkelompok membentuk untaian rasi. Dengan seksama Acha memandangi mereka semua. Acha jadi ingat, guru SD Acha dulu pernah bercerita tentang rasi-rasi itu.
Dengan sekejap pula Acha mengenali rasi bintang itu. Ada yang bernama orion yaitu kontelasi bintang yang sangat luas dan terang. Ada pula yang dinamai pegassus yang menurut mitologi Yunani disebut dengan kuda terbang. Sedangkan, untuk rasi bintang yang berpatokan pada bulan disebut ramalan rasi-rasi bintang (zodiak).
Semua zodiak itu mempunyai penafsiran dan karakter masing-masing. Kata guru Acha, Acha mempunyai zodiak gemini yang artinya twins karena lahir di bulan Juni. Acha pun hanya bisa manggut-manggut langsung mempercayai perkataan gurunya lantaran paham atau pura-pura paham, eh. Kisah tentang rasi bintang itu ternyata menarik simpati dia. Usai sekolah, Acha bertanya kepada eyang, orang tua, kakak bahkan tetangganya mengenai rasi bintang itu, dengan harapan dapat memperoleh informasi yang dapat memuaskan hasrat keingintahuannya. Namun sayang, tak ada satu pun dari mereka yang memberikan penjelasan lebih lengkap tentang zodiak itu. Pada akhirnya Acha pun kecewa.
Namun tidak berakhir sampai di situ saja. Ketika Acha tidak mendapatkan jawaban yang sekiranya dapat memuaskan keingintahuan, Acha mencoba untuk mencari di buku pelajaran, koran-koran bekas, dan media lainnya. Usahanya tidak sia-sia, Acha menjumpai bacaan tentang bermacam zodiak di koran. Seperti menemukan oase di tengah- tengah gurun pasir, dengan segera Acha membaca koran itu hingga berkali-kali terutama pada bagian zodiak gemini. Tidak hanya nama-nama zodiak, ternyata juga ada pembahasan tentang karakter, asmara, keuangan dan hari baik bagi si pemilik zodiak. Di penjelasan asmara, tertera bahwa pemilik zodiak gemini akan berjodoh dengan orang yang berzodiak pisces.
Seakan tersihir dan hanyut dalam kalimat itu, tanpa berpikir panjang, Acha mencari tahu siapakah diantara teman laki-lakinya yang berzodiak pisces. Baik teman sekelas maupun kakak kelas, satu persatu dia tanyai apa zodiak mereka tanpa merasakan malu sedikitpun. Akibatnya, Acha dicap sebagai anak yang “aneh” karena sikapnya. Meskipun begitu, “Tak apalah, kan untuk menemukan jodoh harus berjuang dengan keras.” Pikir Acha. Beberapa waktu kemudian, akhirnya Acha bertemu dengan teman laki-laki yang berzodiak pisces.
Alangkah senangnya hati Acha kala itu. Sesuai dengan zodiak yang Acha baca, Acha menjadikan dia sebagai orientasi hidup seolah-olah dia adalah jodoh Acha yang sesungguhnya. Semua kefokusan Acha diarahkan kepada dia. Akibatnya, intuisi hati ikut terpengaruh. Lama-kelamaan timbullah rasa suka yang bermuara pada cinta. Padahal, dia belum tentu menyambut perasaan cinta Acha. Belum tentu juga merasakan apa yang Acha rasakan.
Benar apa yang orang-orang katakan, cinta itu buta. Ia menghalalkan segala cara untuk menarik perhatian orang yang dicinta, tidak peduli sesulit apapun medannya. Terkadang cinta juga mendatangkan kelalaian atas kebenaran, seperti yang tengah Acha alami waktu itu. Acha terlalu percaya kepada ramalan-ramalan bintang yang belum terbukti kebenarannya. Padahal, hal tersebut termasuk ke dalam perbuatan dosa, Allah berfirman:
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar”. (QS. An-Nisaa’: 48)
Sungguh, apabila Acha mengetahui dampak yang dihasilkan dari perbuatan ‘menyimpang’ tersebut seperti yang tercantum dalam QS. An-Nisaa’ ayat 48 di atas, maka Acha akan berusaha mengontrol diri agar tidak terjebak dalam tipu muslihat cinta yang menuntun saya untuk berbuat hal-hal diluar nalar manusia. Sebab, doktrin zodiak yang masuk ke dalam pikiran Acha adalah doktrin yang salah. Acha seakan menjadi orang tidak tahu malu yang tiap waktu mengemis cinta, tidak peduli apakah dia juga mencintai Acha atau tidak. Naudzubillah.
Suatu ketika Acha mendapat pemahaman dan ilmu agama yang cukup, Acha sadar lantas bermuhasah kepada Allah SWT. Namun apalah daya, ibarat pepatah “nasi telah menjadi bubur”. Acha terlanjur jatuh cinta. Bukan hanya cinta-cintaan, melainkan perasaan cinta yang mendalam. Hati ini terlanjur terikat dengan dia atas dasar lelucon yang Acha ciptakan karena terlalu percaya pada ramalan-ramalan bintang.
Malam ini, bintang-bintang di langit malam seakan ingin bercerita. Dengan pesona yang menakjubkan, mereka berkisah tentang sepenggal ingatan. Serpihan-serpihan dari memori yang berkorelasi dengan bintang itu sendiri. Ada perasaan yang menggelitik tatkala mengingat kisah itu. Lucu, bahagia, haru, sedih berbaur menjadi satu. Namun, ada satu hal yang paling melekat diingatan, yaitu tentang dia yang sampai kini masih setia dipikiran. Jika demikian, apakah intuisi hati Acha sepenuhnya dapat disalahkan? Wallahu a’lam bi al-shawwaab.