Setelah kita tahu definisi hadats kecil dan penyebabnya, saatnya kita memperdalam pada jenis hadats yang kedua, yaitu hadats besar.
Hadats besar adalah hadats yang cara mengangkatnya dengan mandi atau tayammum. Lalu, apa saja penyebab seseorang berhadats besar?
Adapun beberapa penyebab seseorang berhadats besar adalah sebagai berikut:
1. Keluar Mani
Keluarnya air mani menyebabkan seseorang mendapat janabah, baik dengan cara sengaja (masturbasi) atau tidak. Dasarnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رضي الله تعالى عنه قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَاءُ مِنْ الْمَاءِ رَوَاهُ مُسْلِمٌ، وَأَصْلُهُ فِي الْبُخَارِيِّ
Dari Abu Sa’id Al-Khudhri Ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda,”Sesungguhnya air itu (kewajiban mandi) dari sebab air (keluarnya sperma). (HR. Bukhari dan Muslim)
Namun ada sedikit berbedaan pandangan dalam hal ini di antara para fuqaha’.
Mazhab Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah mensyaratkan keluarnya mani itu karena syahwat atau dorongan gejolak nafsu, baik keluar dengan sengaja atau tidak sengaja. Yang penting, ada dorongan syahwat seiring dengan keluarnya mani. Maka barulah diwajibkan mandi janabah.
Sedangkan mazhab Syafi’iyah memutlakkan keluarnya mani, baik karena syahwat atau pun karena sakit, semuanya tetap mewajibkan mandi janabah.
Sedangkan air mani laki-laki itu sendiri punya ciri khas yang membedakannya dengan wadi dan mazi :
Dari aromanya, air mani memiliki aroma seperti aroma ‘ajin (adonan roti). Dan seperti telur bila telah mengering.
Keluarnya dengan cara memancar, sebagaimana firman Allah Swt. :
خُلِقَ مِنْ مَاءٍ دَافِقٍ
Dia diciptakan dari air (mani) yang terpancar (QS. Ath-Thariq ayat 6)
Rasa nikmat ketika air mani keluar dan setelah itu syahwat jadi mereda.
Timbul pertanyaan. Apakah perempuan mengeluarkan air mani? Jawabannya adalah riwayat dari Ummu Salamah.
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ أُمَّ سُلَيْمٍ -وَهِيَ اِمْرَأَةُ أَبِي طَلْحَةَ- قَالَتْ: يَا رَسُولَ اَللَّهِ! إِنَّ اَللَّهَ لَا يَسْتَحِي مِنْ اَلْحَقِّ فَهَلْ عَلَى اَلْمَرْأَةِ اَلْغُسْلُ إِذَا اِحْتَلَمَتْ ؟ قَالَ: نَعَمْ. إِذَا رَأَتِ الْمَاءَ – مُتَّفَقٌ عَلَيْه
Dari Ummi Salamah Ra. bahwa Ummu Sulaim istri Abu Thalhah bertanya,”Ya Rasulullah, sungguh Allah tidak malu dari kebenaran, apakah wanita wajib mandi bila keluar mani? Rasulullah Saw. menjawab,”Ya, bila dia melihat mani keluar”. (HR. Bukhari dan Muslim)
Hadits ini menegaskan bahwa wanita pun mengalami keluar mani, bukan hanya laki-laki. Namun ada beberapa ulama menambahkan keterangan bahwa tidak semua perempuan mengeluarkan air mani.
2. Bertemunya Dua Kemaluan
Adapun yang dimaksud dengan bertemunya dua kemaluan adalah kemaluan laki-laki dan kemaluan wanita. Dan istilah ini disebutkan dengan maksud persetubuhan (jima’). Dan para ulama membuat batasan dengan lenyapnya (masuknya) kemaluan laki-laki ke dalam faraj (kemaluan) wanita, atau faraj apapun misal faraj hewan.
Termasuk juga bila dimasukkan ke dalam dubur, baik dubur wanita ataupun dubur laki-laki, baik orang dewasa atau anak kecil. Baik dalam keadaan hidup ataupun dalam keadaan mati. Semuanya mewajibkan mandi, dan tentu adanya larangan terhadap perilaku tersebut.
Hal yang sama berlaku juga untuk wanita, dimana bila faraj-nya dimasuki oleh kemaluan laki-laki, baik dewasa atau anak kecik, baik kemaluan manusia maupun kemaluan hewan, baik dalam keadaan hidup atau dalam keadaan mati, termasuk juga bila yang dimasuki itu duburnya. Semuanya mewajibkan mandi, di luar masalah larangan perilaku itu.
Semua yang disebutkan di atas termasuk hal-hal yang mewajibkan mandi, meskipun tidak sampai keluar air mani. Dalilnya adalah sabda Rasulullah SAW berikut ini :
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ الله عَنْهَا أَنَّ رَسُولَ الله ِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِذَا الْتَقَى الخَتَاناَنِ أَوْ مَسَّ الخِتَانُ الخِتَانَ وَجَبَ الغُسْلُ فَعَلْتُهُ أَنَا وَرَسُولُ اللهِ فَاغْتَسَلْنَا
Dari Aisyah Ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda,”Bila dua kemaluan bertemu atau bila kemaluan menyentuh kemaluan lainnya, maka hal itu mewajibkan mandi janabah. Aku melakukannya bersama Rasulullah Saw. dan kami mandi.
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رضي الله عنه قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الأَرْبَعِ ثُمَّ جَهَدهَا فَقَدْ وَجَبَ الْغُسْلُ مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ – وَزَادَ مُسْلِمٌ : ” وَإِنْ لَمْ يُنْزِلْ “
Dari Abi Hurairah Ra. berkata bahwa Rasulullah Saw. bersabda,”Bila seseorang duduk di antara empat cabangnya kemudian bersungguh-sungguh (menyetubuhi), maka sudah wajib mandi. (HR. Muttafaqun ‘alaihi).
Dalam riwayat Muslim disebutkan: “Meski pun tidak keluar mani”
3. Haidh
Haidh atau menstruasi adalah kejadian alamiyah yang wajar terjadi pada seorang wanita dan bersifat rutin bulanan. Keluarnya darah haidh itu justru menunjukkan bahwa tubuh wanita itu sehat. Dalilnya adalah firman Allah Swt. dan juga sabda Rasulullah Saw. :
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُواْ النِّسَاء فِي الْمَحِيضِ وَلاَ تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّىَ يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللّهُ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al-Baqarah ayat 222)
إِذَا أَقْبَلَت ِالحَيْضُ فَدَعِي الصَّلاَةَ فَإِذَا ذَهَبَ قَدْرَهَا فَاغْسِلِي عَنْكِ الدَّمَ وَصَليِّ -رواه التخاري ومسلم
Nabi SAW bersabda,`Apabila haidh tiba, tingalkan shalat, apabila telah selesai (dari haidh), maka mandilah dan shalatlah. (HR Bukhari dan Muslim)
Dan mandi janabah adalah cara seorang wanita mengangkat hadats besar setelah haidh.
4. Nifas
Nifas adalah darah yang keluar dari kemaluan seorang wanita setelah melahirkan. Nifas itu mewajibkan mandi janabah, meski bayi yang dilahirkannya itu dalam keadaan mati. Begitu berhenti dari keluarnya darah sesudah persalinan atau melahirkan, maka wajib atas wanita itu untuk mandi janabah.
Hukum nifas dalam banyak hal, lebih sering mengikuti hukum haidh. Sehingga seorang yang nifas tidak boleh shalat, puasa, thawaf di baitullah, masuk masjid, membaca Al-Quran, menyentuhnya, bersetubuh dan lain sebagainya.
5. Melahirkan
Seorang wanita yang melahirkan anak, meski anak itu dalam keadaan mati, maka wajib atasnya untuk melakukan mandi janabah. Bahkan meski saat melahirkan itu tidak ada darah yang keluar. Artinya, meski seorang wanita tidak mengalami nifas, namun tetap wajib atasnya untuk mandi janabah, lantaran persalinan yang dialaminya.
Sebagian ulama mengatakan bahwa ‘illat atas wajib mandinya wanita yang melahirkan adalah karena anak yang dilahirkan itu pada hakikatnya adalah mani juga, meski sudah berubah wujud menjadi manusia.
Dengan dasar itu, maka bila yang lahir bukan bayi tapi janin sekalipun, tetap diwajibkan mandi, lantaran janin itu pun asalnya dari mani.
6. Meninggal
Seseorang yang meninggal, maka wajib atas orang lain yang masih hidup untuk memandikan jenazahnya. Dalilnya adalah sabda Nabi Saw. tentang orang yang sedang ihram tertimpa kematian :
اغْسِلُوهُ بِمَاءٍ وَسِدْرٍ
Rasulullah Saw. bersabda,”Mandikanlah dengan air dan daun bidara`. (HR. Bukhari dan Muslim)
Demikian penjelasan tentang hadats besar. In Syā’a Allah setelah ini, akan dilanjutkan dengan pembahasan tentang najis. Wa Allāhu a’lām bi ash-shawwāb.