Seandainya dulu Ibunda Khadijah merasa dirinya tak pantas memiliki Rasulullah, alangkah wajar perempuan-perempuan zaman sekarang meniru kerendahan hati Ibunda. Tapi sejarah mencatat perjuangan Ibunda Khadijah begitu hebatnya untuk mendapatkan sang kekasih. Pesan-pesan yang terkandung dalam perjuangan Khadijah mesti ditangkap sebagai misi khusus untuk meningkatkan kualitas diri. Tidak seperti perempuan kebanyakan yang “jual mahal” tapi memiliki kualitas yang rendah, Khadijah justru berjuang demi sebuah kehormatan dan kualitas diri yang tinggi.
Bukanlah hal yang mudah mendapatkan pasangan seorang Rasul. Apalagi keinginan itu berasal dari serorang janda yang berbeda lima belas tahun dengan Nabi Muhammad. Di benaknya selalu terpikir, apakah Muhammad muda mau menikahinya? Sedangkan Muhammad adalah seorang pemuda yang tampan. Ketampanannya terpancar cerah dari wajahnya. Ia juga dijuluki al-amiin di seluruh penjuru Mekah. Bahkan yang lebih menarik, ia adalah calon Nabi utusan Allah Swt.
Pertanyaan serupa ternyata hadir dikalangan perempuan zaman sekarang. Ketika ia menyukai seseorang yang baik, justru ia malah minder dan berputus asa. Merasa tak pantas untuk bersanding. Hal serupa juga dipicu oleh paradigma kebanyakan perempuan yang menganggap bahwa mengungkapkan perasaan duluan pada laki-laki adalah hal yang tabu. Banyak yang masih menganggap itu tidaklah wajar. Padahal, dulu hal tersebut jusru dilakukan oleh perempuan yang mendapatkan hati Rasulullah Muhammad, yaitu Khadijah.
Dulu Khadijah telah menutup hatinya pada laki-laki, siapapun itu. Sampai pada suatu saat, ia mendengar bahwa ada laki-laki dengan ahklak yang luar biasa mulia. Namun Khadijah cerdas, ia tidak tergesa-gesa. Ia ingin menguji apa yang ia dengar dari orang-orang. Kemudian ia mengajak pemuda tersebut untuk berinvestasi.
Singkat cerita, Muhammad pulang dari perjalanan bisnisnya. Sejak Khadijah mendengarkan cerita Maysarah, budak yang ditugasi menemani Muhammad dalam perjalanan berdagang, ia langsung membawa berita itu kepada sepupunya Waraqah bin Naufal. Maysarah bercerita bahwa dalam perjalanan, ia melihat seperti ada dua malaikat yang menaungi Muhammad dari panasnya sengatan matahari. Ia juga bertemu dengan pendeta bernama Nestor yang menginformasikan kepada Maysaroh bahwa Muhammad adalah calon Nabi.
Waraqah beragama Nasrani. Ia adalah orang yang paham isi Injil. Maka ketika Khadijah membawa berita tersebut, Waraqah yakin sekali bahwa Muhammad adalah seorang Nabi. Ia mengetahui itu dari ciri-ciri yang telah disebutkan di dalam Injil. Ia mengatakan bahwa ini adalah saatnya turun seorang Nabi yang lahir dari bangsa Arab. Dengan keyakinan itu, membuat Khadijah berambisi untuk mendapatkan Nabi Muhammad.
Begitulah seharusnya perempuan. Ketika mencintai seseorang dengan kapasitas yang lebih tinggi darinya, seharusnya ia berusaha mengejar itu dengan sekuat tenaga. Terpacu melakukan sesuatu yang lebih. Bukan malah mengutuk keadaan dan berdiam diri. Merasa dirinya tidak pantas mendapatkan seseorang yang ia sukai hanya karena ia memiliki kualitas yang tidak layak. Jiakalaupun demikian, maka harus diimbangi. Cerdas dalam menarik perhatian. Seorang perempuan itu menjadi menarik apabila logikanya baik, pekerja keras dan tentunya penyayang. Bukan tidak berusaha apa-apa dan kemudian mati rasa sebab kerendahan yang ia buat-buat sendiri.
Perempuan zaman sekarang mesti memahami dan meniru Ibunda Khadijah. Apalagi setelah Khadijah mengetahui bahwa Muhammad adalah calon Nabi Allah, lantas ia menyiapkan timses pernikahannya dengan Muhammad. Ia merekrut Nufaysah sebagai konsultan cinta dan ‘Amr pamannya sebagai jubir menggantikan Ayahnya yang telah meninggal. Khadijah tidak lantas berdiam diri dan menunggu Muhammad yang mengungkapkannya cintanya duluan. Sebab ia tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia ingin mendapat suami seorang Nabi. Ia ingin menghabiskan seluruh hartanya dalam perjuangan di jalan Allah. Ia ingin menjadi wanita yang terangkat harkat derajatnya. Ia tidak malu dengan statusnya. Sebab ia tahu, Muhammad adalah seorang yang memuliakan perempuan. Sebab ia tahu Muhammad adalah calon Nabi, maka ia perjuangkan. Ia membayangkan kehadirannya di tengah perjuangan Rasul sangatlah istimewa.
Khadijah bukan hanya tidak malu menyatakan cintanya duluan, ia juga melepaskan segala bentuk gengsi. Seperti yang kita ketahui, Khadijah adalah seorang saudagar kaya. Sedangkan Muhammad adalah pekerjanya. Jika itu terjadi pada saat sekarang, kemungkinan gengsi itu sangatlah tinggi. Bagaimana mungkin seorang majikan jatuh cinta pada pekerjanya? Tapi Khadijah melepas itu semua. Ia tidak melihat Muhammad sebagai seorang pekerja, Ia melihat Muhammad sebagai calon Nabi yang dijuluki al-amiin. Khadijah menjadi figur seorang perempuan cerdas, berlogika, dan penuh ambisi untuk meningkatkan kualitas diri. Wallahu a’lamu bi al-shawwab
Ibunda Khadijah adalah teladan but its so far far away from now, but its still tauladan…..tapi di zaman sekrang apakah ada manusia sesempurna Rasul saw…maka jangan terlalu menyudutkan wanita zaman sekarng jika tdk seperti ibunda Khadijah…. Kata orang no body perfect… Maka menerima kebaikan hendaknya juga diimbangi dengan saling mengisi kekurangan adalah jawaban.