Al-Fikrah al-Diniyah secara bahasa berasal dari 2 suku kata yakni Fakara-yafkuru-fikrun yang berarti berfikir, dan Daana-yadiinu-dinyan yang artinya agama. Secara istilah al-Fikrah al-Diniyah berarti berfikir dengan orientasi agama. Artinya, setiap perilaku haruslah memiliki tujuan untuk melaksanakan perintah dan menjauhi larangan yang telah termaktub dalam peraturan agama. Singkat kata, setiap perilaku harus didasarkan pada tauhid dan keimanan pada Allah SWT.
Dalam konteks perjuangan, mental al-Fikrah al-Diniyah dapat diartikan sama seperti jihad. Jihad secara bahasa berasal dari kata jaahada-yujaahidu-mujaahadatan yang berarti berjuang, bersusah payah dan berperang. Secara istilah jihad berarti berjuang atau bersusah payah dalam rangka menunjukkan ketakwaan pada Allah SWT. al-Fikrah al-Diniyah dan Jihad memiliki orientasi tauhid yang sama. sehingga, al-Fikrah al-Diniyah juga dapat diartikan jihad.
Jihad secara umum merupakan kewajiban seorang mukmin untuk mempertahankan agamanya dari serangan lawan. Wujud dari serangan tersebut tidak harus berupa serangan fisik, akan tetapi dapat berupa serangan pemikiran, keilmuan, teknologi, perekonomian dan lain sebagainya. Pada prakteknya, umat Islam dapat melakukan jihad dengan bersungguh-sungguh meningkatkan kualitas dari menjadi seorang pemikir, ahli di bidang keilmuan, teknologi, perekonomian dan bidang-bidang lain yang rawan terjadi konflik antara orang Islam dan pihak lain yang berusaha untuk menghancurkan Islam. (Fattah, 2016)
Perintah jihad ada dalam QS. Al-Maidah: 35
“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah (berjuanglah) di jalan-Nya, agar kamu beruntung”.
Al-Fikrah al-Diniyah memiliki orientasi yang sama dengan Jihad. Namun, keduanya memiliki perbedaan yang kentara dalam hal penerapan. Jika al-Fikrah al-Diniyah merupakan mentalitas perjuangan berorientasi tauhid, maka jihad merupakan mentalitas perjuangan berorientasi tauhid dan penerapannya dalam kehidupan. Al-Fikrah al-Diniyah tidak berwujud nyata dalam penerapan. Al-Fikrah al-Diniyah lebih mendominasi niat dalam hati dan jiwa untuk selalu berjuang karena Allah SWT. Sementara jihad adalah niatan mentauhidkan Allah dengan berbagai cara yang sesuai dengan al-Qur’an dan Sunnah.
Dalam konteks memajukan kehidupan beragama dan bermasyarakat, semangat al-Fikrah al-Diniyah sangat diperlukan untuk menjamin agar tidak terjadi pelencengan. Pelencengan tujuan seringkali terjadi di antara individu, terutama yang sedang bergulat dengan sistem structural ekonomi dan politik islam. Maka dari itu, sebagai individu dan kelompok kolektif yang menghendaki dinamika dan kemajuan umat, perlu ditekankan bahwa semangat berorientasi al-Fikrah al-Diniyah merupakan sebuah kewajiban yang mutlak.
Abu As-Saffah dan dinasti yang didirikannya merupakan satu contoh pihak yang menerapkan konsep al-Fikrah al-Diniyah. Abu as-Saffah mendirikan dinasti Abbasiyah yang kelak memberikan berbagai sumbangsih pada ilmu pengetahuan, sains dan teknologi. Sistem pendidikan yang ada di dinasti Abbasiyah memiliki orientasi kuat pada ajaran Islam. Semua pelajaran yang diajarkan berdasarkan al-Qur’an dan Sunnah. Bahkan, setiap ulama masa itu diwajibkan untuk melakukan semacam test untuk memastikan pengetahuan mereka akan al-Qur’an dan Sunnah. Para ulama kala itu menemukan temuan dengan al-Qur’an dan Hadits sebagai tonggak dasar keilmuwan mereka. konsep keagamaan (al-Fikrah al-Diniyah) telah tertanam di dalam diri mereka dan menjadi hal vital dalam perkembangan peradaban mereka.
Oleh: Zulfa Amila Shaliha
Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris dan Direktur Eksekutif Kartini Literasi