Pada suatu malam tanpa sengaja aku bertemu dengan rindu. Tanpa segan dia tersenyum dan mendekapku. Baiklah, itu wajar karena kami sudah cukup akrab selama ini. Tanpa disadari atau tidak aku rasa semua yang mempunyai masa lalu pasti kenal dengan rindu.
Kuhirup harum kabutnya lalu dia membiusku akan memori dulu. Menahan diri untuk berlarut didalamnya seperti menahan tawa dan gelitik rindu. Lalu perlahan aku masuk lebih mendalam, entah ini realitas kesadaran di bawah alam atau bahkan di atas segala kesadaran, yaitu dalam puncak kerinduan. “menginginkan semua yang sudah terlewati kembali” hingga akal sehat kembali menyelamatkanku….
Bahwa katanya ada rindu membuktikan masa lalu yang diinginkan, yang diinginkan itu pastilah sesuatu yang terasa baik, sesuatu yang indah. Soal keindahan dan kebaikan aku tidak ingin berpanjang-panjang menyamakan subjektifitas setiap orang. Maknakanlah sendiri keindahan yang dinantikan itu. Dengan itu berarti kita sudah bersyukur atas masa lalu. Karena apapun itu yang terjadi, kita rindu, emosi kita mengakui adalah momen yang kita inginkan, berarti tidak ada penyesalan dengan apa yang dirindukan, jika pun banyak kegagalan di masa itu, akan ku hargai sebagai sebuah cerita yang berdinamika.
Dan di masa sekarang aku yang hidup di masa sekarang mengapa kembali terhanyut ke masa lalu? jika hari ini akan menjadi masa lalu di masa depan? sekarang aku sadari bahwa inilah aku di masa kini, aku hidup di masa ini untuk masa depan, bukan untuk masa lalu. Aku harus menggunakan masa kini dengan sebaik-baiknya. Agar di masa depan bisa merindu masa kini karena tidak menyisakan penyesalan.
“Aku kini tak akan melawan rindu, rinduku itu bukti rasa bersyukur pada semesta. Namun aku tidak akan terhanyut pada rindu, agar di masa depan aku masih bisa merindu.”
Oleh: Mughits, Mahasantri Planet Nufo (Pesantren Nurul Furqon), Penikmat Sastra) Asal Madura.
