Ada anggapan yang menurut penulis merupakan kesalahan yang fatal. Yaitu anggapan bahwa surat al-Kāfirūn mengajarkan tentang nilai toleransi. Terutama pada bagian akhir ayat surat tersebut yang artinya, “Untukmu agamamu dan untukku agamaku”. Padahal jika kita mengkaji surat ini, maka akan kita temukan fakta bahwa surat ini sangat menolak toleransi. Fakta ini bisa kita dapatkan dengan cukup membaca dan menelaah asbāb an-nuzūl, kronologi bagaimana dan kenapa surat itu diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw.
Asbāb an-Nuzūl Surat al-Kāfirūn
Kitab Tafsir Jalalain. Salah satu kitab tafsir yang sering diajarkan di pondok pesantren yang beralifiasi dengan NU. Bahwa asbāb an-nuzūl surat al-Kāfirūn bermula ketika sekelompok kaum musyrik bertemu dengan Nabi Muhammad Saw. untuk menawarkan kepada Nabi Muhammad Saw. ajakan “damai” dalam bentuk tawaran agar Nabi Muhammad Saw menyembah tuhan kaum kafir Quraisy selama satu tahun, dan gantian mereka pun akan menyembah Allah selama satu tahun. (Jalaluddin al-Mahalli dan Jalaluddin as-Suyuthi, Tafsīr al-Jalalain, [Beirut: Maktabah Libanon, 2003], hal. 603)
Diriwayat yang lain dijelaskan bahwa para pemimpin Quraisy bermufakat menemui Nabi Muhammad. Mereka bermaksud hendak mencari, “damai”. Adapun pembesar Quraisy yang mendatangi Nabi saat itu berdasarkan riwayat Ibnu Ishaq yang bersumber dari Said bin Mina ialah Al-Walid bin Al-Mughirah, Al-Ash bin Wail, Al-Aswad bin Al-Muthalib dan Umaiyah bin Khalaf. (As-Suyuthi, Lubāb an-Nuqūl fī Asbāb an-Nuzūl, [Beirut: Dar Ihya’ al-‘Ulum, t.th.], hal. 236)
Para pembesar kafir Quraisy ini kemudian berkata: “Ya Muhammad! Mari kita berdamai. Kami bersedia menyembah apa yang engkau sembah tetapi engkau pun hendaknya bersedia pula menyembah yang kami sembah, dan di dalam segala urusan di negeri kita ini, engkau turut serta bersama kami. Kalau seruan yang engkau bawa ini memang ada baiknya daripada apa yang ada pada kami, supaya turutlah kami merasakannya dengan engkau. Dan jika kami yang lebih benar daripada apa yang engkau serukan itu maka engkau pun telah bersama merasakannya dengan kami, sama mengambil bahagian padanya.” Maka turunlah surat al-Kāfirūn sebagai penolakan terhadap ajakan mereka tersebut. (As-Suyuthi, ad-Dur al-Manṡūr fī at-Tafsīr bi al-Ma’ṡūr, Juz 15, [Mesir: Dar Hijr, 2003], hal. 711)
Dan juga adanya riwayat lain oleh ath-Thabarani dan Ibnu Abi Hatim, yang bersumber dari Ibnu ‘Abbas bahwa kaum Quraisy berusaha mempengaruhi Nabi Muhammad Saw. dengan menawarkan harta kekayaan agar beliau menjadi orang yang paling kaya di kota Makkah. Mereka juga menawarkan kepada beliau untuk menikahi wanita mana saja yang beliau kehendaki.
Upaya tersebut mereka sampaikan kepda beliau seraya berkata: “Inilah yang kami sediakan bagimu hai Muhammad, dengan syarat engkau jangan memaki-maki tuhan-tuhan kami dan menjelek-jelekkannya, atau sembahlah tuhan-tuhan kami selama setahun.” Nabi Muhammad Saw. menjawab: “Aku akan menunggu wahyu dari Rabb-ku.” Surat ini turun berkenaan dengan peristiwa itu sebagai perintah untuk menolak tawaran kaum kafir itu. (As-Suyuthi, Lubāb an-Nuqūl fī Asbāb an-Nuzūl, [Beirut: Dar Ihya’ al-‘Ulum, t.th.], hal. 236)
Komitmen dengan Islam
Sebenarnya ajakan untuk menyembah tuhan secara bergantian merupakan bentuk “frustasi” dari kaum kafir Quraisy. Karena segala tawaran agar Nabi Muhammad Saw. tidak berdakwah lagi ditolak oleh Nabi Muhammad Saw. Tawaran kekayaan dan wanita tidak menjadikan Nabi Muhammad untuk goyah dalam komitmennya dengan Allah dan agama Islam.
Tawaran ini muncul karena para pembesar kafir Quraisy sudah merasa ketakutan. Karena mereka tidak mengira jika ternyata perkembangan pemeluk agama Islam semakin masif. Dan sebagaimana dalam teori sosial, jika ada kelompok baru berkembang pesat melebihi kelompok yang lama, maka kelompok yang lama akan bernegoisasi dengan kelompok yang baru sehingga kelompok yang lama tidak diganggu.
Saat awal mula kenabian. Nabi Muhammad Saw, dianggap sempalan yang kecil. Tidak perlu dilawan. Cukup dibiarkan saja. Karena biasanya yang kecil akan cepat hilang. Ternyata bisa berkembang. Ketika tahu bahwa Nabi dan ummatnya semakin tampak membesar, mereka kaum kafir Quraisy melakukan perlawanan. Diseranglah Nabi dan para pengikutnya. Tapi serangan bahkan siksaan dari kaum kafir Quraisy agar Nabi dan sahabatnya berhenti untuk berdakwah dan menjadikan Islam semakin kecil. Tetapi siksaan dan serangan malah semakin membakar semangat Nabi dan sahabatnya dalam berdakwah.
Dan berakibat semakin besar dan besarlah agama Islam. Sehingga kelompok kafir Quraisy merasa bahwa semakin sedikit jumlah mereka, maka kelompok yang dulunya besar “berdamai” untuk menyelamatkan kelompoknya tersebut. Dengan jalan negoisasi.
Dari asbāb an-nuzūl surat al-Kāfirūn ini ada kesan bahwa para kaum kafir Quraisy dalam negoisasinya dalam bentuk tawaran perdamaian dengan toleransi. Padahal toleransi sebagaimana yang ditulis oleh Mohammad Nasih dalam artikelnya berjudul “Batas-Batas Toleransi”, menunjukkan bahwa toleransi hanyalah konsep paradigma bahwa semuanya salah, atau semuanya benar. Para pembesar kafir Quraisy tidak mau dianggap salah. Mereka mau membawa bahwa apa yang mereka yakini selama ini bisa jadi benar. Maka mereka membela diri bisa menyelematkan Nabi Muhammad Saw dan pengikutnya. Padahal Islam tidak sama dengan keyakinan kafir Quraisy dan kepercayaan lainnya.
Hal ini terlihat bahwa ayat pertama berbunyi “Katakanlah (wahai Muhammad: “Hai orang-orang kafir””. Ayat ini menegaskan bahwa mereka adalah kafir. Orang yang berbeda dengan kita. Orang yang tidak sama dengan kita, baik kesamaan dalam hal tuhan yang disembah maupun praktek ibadah. Maka kalau kita mengikuti mereka, kita termasuk golongan mereka. Yaitu kafir.
Bahwa surat ini turun benar-benar untuk menolak tawaran toleransi dari para kaum kafir Quraisy. Allah memerintahkan kepada nabi Muhammad Saw. untuk tidak sepakat dengan ajakan kaum kafir untuk berasumsi bahwa setiap agama benar, atau setiap agama bisa jadi salah. Surat ini mengajarkan komitmen kita untuk tidak akan pernah mengikuti tawaran mereka. Sebagaimana yang termaktub dalam ayat kedua “aku (dan ummatku) tidak akan pernah menyembah dengan (praktek dan cara) kamu menyembah”.
Sekali lagi, penulis ingin menegaskan bahwa surat ini mengajarkan bahwa agama Islam adalah agama yang paling benar. Islam tidak mungkin salah. Maka, semoga dengan tulisan ini bisa memberikan pemahaman yang benar. Bahwa surat al-Kāfirūn tidak mengajarkan toleransi, tetapi mengajarkan komitmen kita untuk melaksanak semua praktek dan tatacara ibadah sesuai dengan tuntunan Islam, buka tuntunan agama atau kepercayaan lain yang jelas salah. Wa Allāh A’lām bi ash-Shawwāb.
Mohon maaf sebelumnya… Saya mau bertanya
Surat Al Kafiruun itu untuk menjelaskan bahwa Islam Agama yang paling benar(1) atau mengajarkan agar kita berkomitmen dalam beragama(2) ?? Ini 2 diksi yang berbeda denotasi dan konotasi…
Jika keduanya, maka akan ada kata hubung, yang menghubungkan antara pernyataan (1) dan (2), tapi saya tidak menemukan… (Par.terakhir)
Mohon penjelasannya ustad🙏
1
S
saya setuju dengan artikel andaa