Siang-Malam Bersama al-Qur’an

Baladena.ID/Istimewa

Al-Qur’an adalah kitab yang dijadikan sebagai pedoman hidup umat Islam di dunia, karena di dalamnya tidak ada keraguan sedikit pun. Meskipun perubahan dan perkembangan zaman, serta dinamika pola pikir peradaban manusia, tidak membuat semua itu berubah. Allah SWT berfirman dalam QS al-Baqarah [2]: 2:

ذَٰلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ ۛ فِيهِ ۛ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ

Artinya: “Demikianlah kitab(al-Quran) tidak ada keraguan baginya dan di dalamnya terdapat petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa”

Dr Mohammad Nasih al-Hafidh pernah mengatakan bahwa tidak dapat dipungkuri dalam perkembangan zaman saat ini, banyak orang yang sudah hafal al-Qur’an, tapi, tidak banyak orang yang hafal al-Qur’an dan paham maknanya. Menurut penulis, Mohammad Nasih adalah salah satu dari sedikit orang yang hafal al-Qur’an dan paham maknanya.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Nasih yang lahir di Mlagen, Rembang ini tidak hanya seorang penghafal al-Qur’an saja, tapi ia juga seorang Doktor Ilmu Politik dan pendiri Pondok Perkaderan Monash Institute. Melihat realita penghafal al-Qur’an yang tidak banyak memahami maknanya, lewat rumah perkaderan yang ia bangun, Nasih menerapkan metode utawi iku. Metode ini diterapkan dengan harapan dapat mempermudah dalam memahami dan menghafal al-Qur’an.

Metode utawi iku yang diterapkan ini sudah dibuktikan oleh Nasih sendiri, karena ia mempelajarinya sejak duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) bersama Ayahnya. Metode tersebutlah yang mempermudah Nasih dalam mengartikan ayat-ayat al-Qur’an, sehingga mempermudah dirinya dalam memahami dan menghafal al-Qur’an.

Dalam proses menghafal al-Qur’an, Nasih di awal-awal sejak duduk di bangku SD, agak kesulitan, karena pada saat itu dia belum terlalu terpacu.  Dia hanya bisa menghafalkan sampai juz 1 halaman keempat. Bahkan, Nasih kecil tidak bisa menghafalkan surat yasin.

Setelah sekian lama berhenti menghafalkan al-Qur’an, Nasih kembali mengahafalkan al-Qur’an di Pondok Pesantren Salafiyah an-Nur Lasem. Dalam proses tersebut, Nasih sangat serius. Siang Malam bersama al-Qur’an. Hal tersebut dilakukan karena termotivasi oleh ayahnya yang meninggal dunia. Nasih masih teringat dengan pertanyaan ayahnya ketika masih hidup. “Sih, apa yang akan kamu berikan untuk keluargamu?”. tegur ayah Nasih. Itulah salah satu perkataan ayahnya yang dijadikan sebagai motivasi tiap kali menghafalkan al-Qur’an.

Nasih remaja tidak membutuhkan waktu lama untuk menyelesaikan hafalannya. Dia melanjutkannya dengan waktu yang tidak lebih satu setengah tahun atau pada saat masih kelas 2 MAN, Nasih sudah selesai menghafalkan al-Qur’an. Namun, jalan yang di tempuh Nasih untuk menyelesaikan hafalannya tidaklah mudah. Kondisi pesantren yang tidak kondusif untuk menghafal membuat Nasih remaja memilih menghafal di tempat-tempat yang sunyi dan bisa membuatnya fokus. Pemakaman dan masjid adalah pilihan Nasih untuk menghafalkan al-Qur’an. Pendiri Pondok Perkaderan Monash Institute ini menghafalkan al-Qur’an tanpa henti. Setiap malam ia menghafalkan sendiri di masjid saat santri lain tertidur lelap. Siang hingga menjadi malam, bibir Nasih tidak henti-hentinya mengulang setiap kali menghafalkan al-Qur’an. Nasih tak mengenal adanya siang dan malam.

Nasih selalu menerapkan target minimal muraja’ah (mengulang) hafalannya 6 juz setiap harinya. Dia selalu memaksimalkan waktu untuk mengulang hafalan dalam berbagai kondisi. Hal ini ia lakukan agar hafalannya tidak hilang. 6 juz adalah jumlah yang ideal untuk mengulang hafalannya. Bahkan, Ibu Nasih membaca al-Quran 10 juz setiap harinya. Nasih setidaknya paling cepat dalam muraja’ah 1 juz dengan waktu 30 menit. Waktu tersebut diterapkan agar tidak ada penyebutan kata-kata dalam al-Qur’an yang menyebabkan salah arti.

Disiplin adalah jembatan antara cita-cita dan pencapaiannya,” Jim Rohn.

Ayat per ayat al-Qur’an Nasih lantunkan dari gelap hingga gelap kembali. Disipiln dan konsistensi Nasih untuk menghafalkan membuat Nasih cepat selesai dalam menghafalkan. Akselerasi Nasih setelah ditinggal semakin bertambah dan tak membuat goyah untuk menghafalkan. Waktu yang ditempuh Nasih bukanlah waktu yang singkat untuk mencapai 30 juz hafalan.

Disiplin terhadap waktu sungguh diterapkan oleh Nasih. Di antara pernyataan dalam al-Qur’an adalah surah al-Ashr: 1-3. Ayat pertama diartikan demi masa, bahwa waktu yang diberikan adalah janji. Ayat 2-3 dijelaskan tentang kerugian bagi orang-orang yang tidak memanfaatkan waktu. Oleh karena itu, waktu yang kita dapatkan harus digunakan secara efektif dan efisien.

Pencapaian terbesar dalam hidup ini adalah perjuangan melampaui dirimu sebelumnya,” kata Denis Waitley.

Perjuangan Nasih untuk menjadi hafidz merupakan pencapaian yang tidak mudah. Dia selalu berpergian dari berbagai kota. Ketika keadaan sendirian ia selalu memesan ojek online untuk menelusuri jalanan dengan kesederhanaannya. Pada saat tersebutlah Nasih selalu memuraja’ah hafalanya. Menggunakan waktu tersebut adalah waktu yang pas, karena tidak dapat melakukan hal lain selain muraja’ah. Semangat dan keinginan untuk selalu konsisten/istikamah mengunakan waktunya bersama al-Qur’an patut dicontoh.

Selain muraja’ah di saat naik ojek, dia juga melakukannya di tempat-tempat yang tidak memungkinkan untuk menulis dan membaca. Seperti pada saat berada dalam stasisun dan kereta, ia murajaah sambil merekam hafalannya. Tidak hanya di stasiun dan kereta, dia juga muraja’ah di bandara dan pesawat, karena pada saat berada dalam pesawat tidak dapat mengaktifkan internet.

Selain muraja’ah, Nasih selalu melakukan sima’an dengan disciples setiap kali kembali ke Monash Institute. Nasih selalu menyempatkan waktu dengan disciples untuk sima’an walaupun ia baru datang dari luar kota. Jika lelah pun ia melakukan sima’an dengan disciples sambil tiduran agar tidak terasa terlalu lelah.

Sebagai cendikiawan dan peranannya di bidang politik, Nasih juga aktif dalam menulis di media cetak dan online. Setiap tulisannya tersebut ia selalu memasukan nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan Hadits. Tidak lain, agar tulisannya memiliki unsur dakwah berdasarkan al-Qur’an dan Hadits. Dan bagi pembaca, dapat menambah wawasan yang berdasarkan al-Qur’an dan Hadits.

Selain itu, setiap kali Nasih datang ke Monash Institute, di pagi hari ia selalu muraja’ah sembari melihat ikan-ikan di kolam yang berada di sebelah barat asrama Monash Institute. Dia melakukan hal itu sebelum shalat Subuh jama’ah. Menurut ilmu sains ayat suci al-Qur’an, tindakan Nasih tersebut dapat meningkatkan kualitas peternakan, hal ini tidak lain dapat mempengaruhi pada kualitas ikan-ikan di kolam. Manfaat lain muraja’ah di pagi hari ialah dapat meningkatkan kinerja otak dan kualitas daya ingat.

Doktor Ilmu Politik itu tidak hanya sebagai penghafal al-Qur’an biasa saja. Ia merupakan seorang yang hafal al-Qur’an dan mengerti arti serta maknanya. Dia mengamalkannya dengan melakukan kajian tafsir an-Nasihah (I’rab al-Qur’an) di pondoknya sendiri setiap akhir pekan yang ada di Semarang. Di dalam kajian tersebut, disciples dipersilakan untuk memilih ayat al-Qur’an untuk ditanyakannya. Hal ini Nasih gunakan untuk mempelajari pemahaman setiap orang yang berbeda tentang ayat al-Qur’an. Dengan demikian Nasih dapat menambah pemahaman dan meluruskan pemahaman orang yang salah tentang ayat-ayat al-Qur’an. Sebagai pendiri Pondok Pengkaderan Monash Institute, Nasih berharap dapat melahirkan hafidz-hafidzah yang bisa berpolitik. Wallahu a’lam bi al-shawaab.

Oleh: Mochamad Faqih, Disciple 2018 Monash Institute

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *