Implementator Gagasan Santri Canggih

Alur Proses Menghafalkan al-Qur'an di Planet Nufo-Monash Institute Semarang
Planet NUFO Rembang

Mohammad Nasih memiliki jiwa untuk selalu melakukan perbaikan. Hal tersebut bahkan sudah ada sejak Nasih kecil. Pendiri sekaligus pengasuh Monash Institute itu mempuyai gagasan besar untuk menciptakan generasi muda yang berkarakter Islami untuk umat dan bangsa. Nasih yang sejak kecil hidup di lingkungan religius menjadikan dia lebih dulu “memahami” agama. Apalagi kedua orangtuanya adalah seorang hafidz-hafidzoh. Ia memanfaatkan situasi dan kondisi tersebut dengan menggali keilmuan agamanya secara baik. Oleh karena itu, seringkali ia mengajari warga sekitar untuk baca al-Qur’an, terutama sekali anak-anak kecil. Tentu saja dengan kualitas yang tidak diragukan lagi.

Semangat belajar agama Nasih memang luar biasa. Nasih rela meninggalkan kampung halamannya untuk nyantri di Pondok an-Nur Lasem sekaligus sekolah MAN Lasem. Meskipun Pondok pesantren an-Nur tidak menerapkan aturan yang ketat, Nasih meciptakan kedisiplinan atas dirinya yang sampai sekarang terus dipertahankan. Selain itu, Ia harus terus belajar untuk membiasakan diri hidup mandiri dan mengatur kehidupannya, karena jauh dari orangtua waktu itu.

Dari kebiasaan itulah, Nasih memiliki karakter yang dikagumi oleh banyak orang di lingkungannya. Ada pengalaman pahit yang membuat dirinya justru mengalami perubahan yang signifikan. Dulu, ketika kelas XI MAN Lasem, Nasih mengalami goncangan batin, ketika ayah tercintanya meninggal dunia. Namun, pria berwajah tampan itu tidak sertamerta meratapi kepergian ayahnya, justru ia mengalami puber intelektual. Seperti terkena pukulan keras, Nasih mulai menghafal al-Qur’an yang awalnya belum berniat untuk menghafalkan. Selain itu, ia menjual semua kambingnya untuk membeli berbagai kitab kuning.

Setiap malam, Nasih pergi ke makam Mbah Sambu, belakang Masjid Jami’ Lasem untuk menghafalkan al-Qur’an. Ia sangat bertekad sekali untuk menghafal semua kalam Allah. Terlihat dari semangatnya dalam menghafalkan, ia hanya butuh waktu satu setengah tahun untuk menyelesaikannya. Selain memperjuangkan hafalan al-Qur’an, pria berkulit putih itu juga giat dalam menambah khazanah intelektualnya melalui membaca dan mengkaji kitab kuning. Bahkan, Ia pernah tergiur melihat lemari Kyainya yang sudah terjajar rapi berbagai kitab kuning. Namun sayangnya, para santri tidak boleh menyentuhnya, apalagi membacanya. Oleh karena itu, atas dasar puber intelektual, ia pernah mengendap-endap membuka lemari Kyainya dan membaca satu per satu kitab kuning yang ada di lemari tersebut.

Nasih yang pernah kuliah di Universitas Negeri Semarang (Unnes) Jurusan Fisika dan Institute Agama Islam Negeri (sekarang UIN) Walisongo Semarang Jurusan Tafsir-Hadits itu pernah menjadi santri yang super sibuk. Sebab, selain kuliah Nasih juga menjadi aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), organisasi mahasiswa Islam tertua dan terbesar. Sejak semester dua, ia sudah menjadi anggota Lembaga Pengelola Latihan (Sekarang, Badan Pengelola Latihan) di training-training HMI. Dengan berbekal al-Qur’an dan keilmuannya, ia mengalami kenaikan kuantum dan melejit. Sampai-sampai ia melampaui para seniornya di HMI. Ia juga mengasah kemampuannya di dunia jurnalistik, terbukti dengan tulisannya yang masuk di berbagai media cetak.

Bahkan, lulus dengan IPK tertinggi 3.9 tidak membuat pria dengan gaya rambut khasnya itu puas. Ia memilih untuk meninggalkan Semarang dan melancong ke Jakarta untuk melanjutkan studi S2 di Universitas Indonesia (UI) Jakarta. Semasa hidup di Jakarta, ia tidak pernah meminta kiriman uang dari orangtua. Ia mempertahankan hidup dengan cara menulis. Bahkan, hasil menulis itu juga digunakan untuk membayar SPP per semesternya. Menurutnya, honor yang dihasilkan dari menulis adalah uang yang paling halal. Atas kelihaiannya dalam dunia tulis-menulis itu juga ia dijadikan staff ahli DPR.

Semangat Nasih dalam mencari ilmu patut diacungi jempol. Sebab, setelah S2 ia langsung melanjutkan studi S3 ilmu politik di UI Jakarta. Dan pada saat inilah, ia menemukan pendamping hidup. Yaitu, Oky Rahma Prihandani yang merupakan putri sulung dari guru besar IAIN Walisongo Semarang sekaligus Kohati (Korp-HMI-Wati), yaitu Prof. Dr. Sri Suhandjati. Sebelum promosi doktor, Nasih menikah dengan Oky.

Implementator Santri Canggih

Seringkali kita mendengar gagasan santri canggih yang dikemukakan oleh Nurcholis Madjid. Namun, gagasan tersebut hanya menjadi wacana belaka. Sebab, Cak Nur belum melakukan berbagai usaha untuk merealisasikannya. Namun, kali ini Cak Nur bisa bersemayam dengan tenang. Sebab, pemuda yang berasal dari desa Mlagen, Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang sedang berupaya untuk mengimplementasikan gagasan tersebut.

Pada mulanya, setelah mendapatkan gelar doktor ilmu politik, Nasih mengalami goncangan batin.  Putra dari pasangan H. Mudzakir dan Hj. Chudzaifah merasa bahwa semakin bertambah tahun, Indonesia semakin mengalami krisis kepimimpinan. Sehingga, perlu adanya usaha-usaha untuk memperbaiki keadaan tersebut. Namun, ia sadar bahwa perbaikan itu tidak cukup dilakukan sendiri, sehingga ia memutuskan untuk mendirikan rumah perkaderan Monash Institute (MI) yang dikhususkan untuk para mahasiswa.

Kini, santri canggih sudah di depan mata. Sebab, disciples (Sapaan untuk santri di Monash Institute) sudah ada seratus lebih. Mereka ditempa untuk menjadi pemimpin yang berkarakter dan berwawasan Qur’ani. Pemuda yang lahir pada 01 April 1979 ini membina mereka mati-matian, agar bisa menjadi santri canggih.

Berbekal dengan segala keilmuan dan kemampuan Nasih, ia bertekad untuk mencetak santri canggih. Oleh karena itu, pemuda berparas tampan ini merekrut para santri, terutama sekali santri hafidz-hafidzah. Para santri ini dibina agar mencapai enam kualitas. Dengan enam kualitas inilah santri MI bisa menjadi santri canggih.

Pertama, santri hafizh-hafidzah. Setiap hari, para santri menghafalkan al-Qur’an minimal satu halaman. Selain itu, juga membaca minimal enam juz per-hari. Hal ini bertujuan agar hafalan para santri semakin lancar, layaknya para dukun yang mengucapkan mantra.

Kualitas pertama disinergikan dengan kualitas kedua, ketiga, dan keempat, yaitu pintar dalam bahasa Arab, mampu membaca kitab kuning, dan menulis. Dengan menghafalkan al-Qur’an minimal satu halaman setiap hari, maka kosakata bahasa Arab yang didapatkan para santri semakin bertambah. Kosakata tersebut bisa dijadikan modal dalam membaca kitab kuning. Selain itu, para santri juga dapat belajar ilmu nahwu dan shorof. Sebab, pada dasarnya semua yang berkaitan dengan bahasa Arab dan kitab gundul menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman dalam menentukan hukum nahwu dan shorof.

Selanjutnya, jika santri mampu membaca kitab kuning, maka secara otomatis ia mempunyai kemampuan berlogika yang baik. Oleh karena itu, para santri akan lihai dalam bidang tulis menulis. Setiap minggu, disciples diwajibkan mengirimkan tulisan dua kali.

Kualitas kelima yaitu mempunyai kemampuan dalam public speaking. Mengingat tujuan MI adalah mencetak pemimpin, maka para santri harus mampu berbicara di depan banya orang. Tentu dengan kualitas yang tidak diragukan. Sedangkan kualitas keenam yaitu mempunyai jiwa kewirausahaan. Hal ini bertujuan agar para santri mampu hidup mandiri sekaligus mengasah mental.

Enam kualitas tersebut harus dipenuhi oleh para disciples agar bisa disebut sebagai santri canggih. Dengan demikian, Nasih patut dijuluki implementator gagasan santri canggih. Sebab, ia telah melakukan usaha-usaha untuk mencetak santri canggih. Tidak hanya itu, kini Nasih mengembangkan sekolah alam Planet NUFO yang tidak lain adalah untuk mempersiapkan generasi yang jauh lebih, generasi Islam yang akan memperjuangkan agama dan bangsanya, generasi santri canggih yang akan menyerbarkan Islam rahmatan li al-alamiin, generasi muda yang akan membawa Indonesia menjadi baldatun thayyibatun warabbun ghaffur. Semoga Tuhan selalu melimpahkan barokah kepadanya. Aamiin.

Oleh: Barorotul Ulfah Arofah, Disciple 2011 Monash Institute, Dosen IAIN Salatiga.

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *