Sebatas Bahagia

Kebahagiaanku hanya sebatas melihatmu dari jarak yang tak bisa kusentuh. Memang ada jarak, tapi tak membuatku surut untuk terus memperhatikanmu dari kejauhan.

Kebahagiaanku memang sebatas mengamatimu, karena memang hanya itu yang dapat dilakukan.
Perkenalan kita tak pernah dimulai, tak pernah ada malah.
Aku menilaimu sebatas dari apa yang aku tau, pengamatan pengamatan kecil yang selalu aku lakukan ternyata tak banyak membantuku untuk mengenalmu lebih jauh.

Kebahagiaanku hanya sebatas ini. Diam dalam jarak yang tak pernah bisa kulampaui.
Melihat kahadiranmu di media sosial sedikit mengobati kerinduanku akan pertemuan pertemuan singkat yang terkadang tak pernah kau sadari.

Kebahagiaanku hanya sebatas ini, dari media sosial yang selalu aku pantau tanpa aku ikuti.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Aku rasa aku cukup tau diri untuk tidak membayangkan ada bersamamu.
Mungkin dengan sepi ini aku mampu membuat dunia sendiri tanpa kau sadari. Membayangkan kita hadir dan bersama dalam satu ruang waktu yang selalu kurajut sebatas angan anganku saja.

Terkadang aku kesal dengan kata ‘sebatas’ dan ‘hanya’. Atau aku saja yang terlalu banyak membuat pembatas pembatas itu hingga tanpa disadari aku yang terkurung didalamnya?

Ya, memang aku punya batasan batasan sendiri yang aku bangun berdasarkan prinsip.

Tak ada cinta yang boleh terungkap jika belum disaat,diwaktu, dan juga dengan hati yang tepat serta siap.

Aku hanya merasa takut tak dapat mengatasi segala rasa ketersakitan, atau kekecewaan jika perasaan ini akan disia siakan.
Untuk jatuh lagi aku belum siap.
Untuk kecewa dengan dalam lagi aku belum kuat.

Untuk hati yang masih rapuh, dan untuk perasaan yang masih aku tata kembali, aku belum siap untuk memberantakannya lagi.
Ada satu alasan kuat yang membuatku harus sedikit mengacuhkan perasaan ini.
Tentang Akidah.

Aku tak ingin mengkhianati sang Maha Cinta ketika semua ini rela aku ungkap. Seakan segala prinsip aku gadaikan untuk membayar perasaan yang berusaha menagihku menyatakannya.
Tak mungkin bisa, aku hanya seorang hamba yang mau tak mau juga harus taat kepada sang Empunya semesta.

Maafkan aku, jika aku diam diam menyimpan gambarmu walau hanya sekelebat ingatanku.
Maafkan aku jika aku diam diam merindukanmu.
Maafkan aku jika aku diam diam selalu memperhatikanmu, menangkap setiap kehadiranmu yang mungkin tak pernah kau sadari ada aku yang selalu mengamatimu.
Maafkan aku jika menilaimu dari sudut pandang yang sempit, karena tak banyak bisa dilakukan oleh orang sepertiku.
Maafkan jika aku bahagia dengan perasaan ini, bukan aku tak ingin berbagi kebahagiaan, hanya saja bahagia ini memang untukku sendiri, jika kau ingin maka akan ada banyak hal yang perlu untuk kau pertimbangkan matang matang- kau pikirkan keras keras. (Aku rasa kau cukup untuk mengerti)

Sebenarnya kebahagiaan seorang gadis itu sederhana hanya saja membaginya yang tak mudah.

Maaf jika aku tak memperhitungkan perasaanmu dalam hal ini, bukan aku tak ingin, hanya saja aku takut membangun harapan harapan yang sebenarnya rapuh, akan mudah untuk dihancurkan oleh seseorang sepertimu yang memiliki bagian hati itu.

Maafkan aku…

Untuk hal ini hanya waktu yang dapat kupercaya.
Akan ada disaat waktu berselang lama, perasaan juga akan lebih mudah untuk menagih kepastiannya.
Rasa yang setiap hari semakin kokoh tanpa aku sadari, atau justru menghilang secepat tiupan debu yang tak terlihat juga kehadirannya.
Ya, hanya waktu yang dapat membuktikannya.

Percayalah, hidup dan segala sesuatu yang telah ditakdirkan pada diri kita sama halnya dengan air sungai yang pasrah dibawa arus dan nantinya akan bermuara pada suatu tepi.
Kemanapun hati ini mengarah semoga tak akan salah berakhir pada dermaganya, dan jika dermaga itu kamu, semoga catatan ini menjadi kenangan yang akan aku syukuri setiap harinya. Dan jika memang bukan, setidaknya aku telah berujung pada dermagaku.

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *