Mendidik Tidak Bisa Mendadak

Tugas mendidik, baik itu mendidik anak ataupun mendidik bangsa adalah hal yang membutuhkan proses untuk memperoleh hasil.

Pendidikan membutuhkan proses?

Berdasarkan data The Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) melalui peringkat Programmer for International Student Assessment (PISA), bahwa pada survey tahun 2018 Indonesia berada pada peringkat bawah. Nilai Kompetensi membaca Indonesia berada pada peringkat 72 dari 77 negara. Sedangkan nilai matematika berada pada urutan 72 dari 78 negara. Kemudian nilai Sains ada pada urutan 70 dari 78 negara. Ketiga nilai PISA ini cenderung tidak berubah dalam sepuluh sampai lima belas tahun terakhir. Dari data tersebut, sebenarnya pemerintah telah melakukan berbagai cara dan strategi dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia Negara Indonesia melalui kebijakan-kebijakan pada sektor Pendidikan.

Kita tentu tidak bisa menuntut hasil yang optimal dalam kualitas Pendidikan secara instan, karena semuanya membutuhkan proses yang panjang. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).

Bacaan Lainnya

“Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat.”

Dilihat dari pengertian tersebut dapat diartikan untuk menciptakan kualitas Pendidikan yang optimal perlu adanya rencana dan proses yang matang, karena pada dasarnya mendidik itu bukanlah suatu hal yang mendadak atau tiba-tiba yang hasilnya cepat dirasakan. Pernah mendengar suatu ungkapan bahwa proses tidak akan menghianati hasil, begitu juga dengan kegiatan mendidik yang membutuhkan proses agar hasilnya bisa optimal sesuai dengan apa yang diharapkan.

Perubahan kurikulum dan lembaga

Berbagai macam dan kebijakan bidang Pendidikan telah dilakukan oleh Pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia, mulai dari kebijakan tentang anggaran Pendidikan, kurikulum Pendidikan sampai dengan bentuk Kementerian yang mengelola kebijakan Pendidikan.

Mungkin pernah mendengar bahwa di Indonesia setiap ganti Menteri Pendidikan pasti ganti kurikulum. Terhitung sejak merdeka, kurikulum pendidikan telah berganti beberapa kali, mulai dari kurikulum 1947 atau disebut Rentjana Pelajaran yang orientasinya hanya sebatas pada materi, sampai dengan kebijakan terbaru berupa kurikulum merdeka belajar.

Merdeka belajar adalah suatu revolusi bidang Pendidikan dari Pemerintah melalui Kemendikbud sejak tahun 2019, mulai dari tingkat dasar sampai dengan tingkat perguruan tinggi. Merdeka belajar mengusung konsep revolusi pendidikan pada seluruh aspek pendidikan formal. Pada tahun 2020 Merdeka belajar dimulai dengan 4 program pokok kebijakan pendidikan yang meliputi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), mengganti Ujian Nasional (UN), menyederhanakan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), dan mengatur kembali Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) sampai dengan program Merdeka belajar tahap keenam yang menitik beratkan pada transformasi dana pemerintahan untuk Pendidikan Tinggi dalam rangka mendukung visi mewujudkan Sumber Daya Manusia yang unggul.

Hal ini mengingatkan pada pernyataan mantan Wapres Jusuf Kalla saat peresmian Gedung Pascasarjana UNY pada tahun 2019, bahwa penggantian kurikulum merupakan hal yang wajar karena hal tersebut dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus berkembang, sehingga kurikulum Pendidikan juga harus menyesuaikan dengan perubahan tersebut. Beliau juga menambahkan, kurikulum pendidikan nasional bersifat dinamis dan perlu mengikuti perubahan zaman serta bersifat visioner atau memiliki pandangan jauh ke depan akan kebutuhan Pendidikan suatu Negara, sehingga kurikulum sering berubah setiap ganti Menteri masih bisa dianggap wajar.

Mendidik melalui Merdeka Belajar

Pendidikan tidak hanya sebatas hasil ujian, sebab jika seseorang mengenyam pendidikan hanya untuk mengejar nilai saja, maka tak akan baik untuk Pendidikan itu sendiri. Jika nilai yang dijadikan patokan, maka orang bisa melakukan segala cara untuk mendapatkan nilai yang tinggi. Bahkan hal tersebut tidak sesuai denga tujuan Pendidikan nasional, yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwaa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan ini tentunya tidak bisa dilakukan hanya pemerintah saja. Bila mengacu pada konsep Good Governance, maka untuk mewujudkan tujuan perlu peran semua pihak, mulai dari Pemerintah, swasta dan masyarakat.

Konsep Merdeka Belajar dapat dikatakan sebagai konsep Pedidikan yang cukup tepat dalam filosofi proses perubahan dari inti Pendidikan, karena dalam konsep tersebut dapat kemandirian dan kemerdekaan bagi sekolah, guru dan anak didik untuk menentukan sendiri cara terbaik dalam proses pembelajaran. Sehingga, Merdeka Belajar bisa dinilai sebagai sebuah proes yang memanusiakan manusia. Nah, agar tujuan Penididikan dapat diwujudkan bersama, maka konsep ini perlu kita kawal bersama agar diarahkan untuk meningkatkan kompetensi sumber daya manusia di Negara lain.

Namun demi membangun pribadi manusia Indonesia yang seutuhnya, hal tersebut kembali lagi pada prinsip Pendidikan yang merupakan suatu proses yang membutuhkan waktu, kesabaran dan perencanaan yang matang.  Karena mendidik tidak bisa mendadak.

Selamat Hari Guru Tahun 2022

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *