Era teknologi four point zero telah berlangsung di tengah masyarakat, kedatangan fase ini tidak dapat dipungkiri memberi pengaruh besar terhadap aspek kehidupan. Salah satunya ialah akses menerima informasi yang tidak lagi dapat terhitung oleh detik waktu dan ilmu pengetahuan semakin dapat mudah digali dan dikembangkan melalui alat bantu yang bernama smartphone.
Smartphone bukanlah alat bantu komunikasi baru di era ini, namun fungsionalisasinya dan fiturnya sekarang juga ikut berkemabang sesuai dengan tuntutan fase four point zero. Manuisa tidak lagi hanya menggunakan smartphone sebagai alat komunikasi tetapi juga alat bisnis, bahkan fitur-fiturnya dapat mempermudah sebagian pekerjaan salah satunya adanya olshope, ojek via online, dan apapun itu berbasis online.
Kondisi ini menunjukkan produktifitas manusia terhadap informasi kini menjadi trend baru dan interkoneksinya juga tidak terbendung. Misalnya satu individu dapat memiliki beberapa akun dalam media, baik itu internet maupun media massa dari whatsapp hingga blog dan website. Sebagaimana pada studi yang dilakukan oleh Pew Research Centre di Wasingtone DC tahun 2010 menemukan satu dari tiga remaja mengirimkan lebih dari 100 pesan teks setiap hari. Artinya media kini telah menjadi wadah baru bagi manusia untuk mendistribusikan informasi dan bahkan ideologi dalam kehidupan manusia yang lain.
Sedangkan konsumerisme individu juga sama, tidak dapat terbendung sebagaimana studi yang dilakukan oleh ECigarette Direct.co.uk rasa candu terhadap dunia media twitter dan facebook lebih besar daripada merokok. Meski sebagian mengatakan hal ini baik namun tidak sedikit orangpun menyatakan hal tersebut akan mengancam generasi muda karena ketergantungan mereka terhadap media.
Pembaharuan manusia karena media baru ini bukan sekedar dalam pola kehidupan saja, tetapi juga merambah pada pola pikir baru. Pola pikir baru yang tidak sesuai nilai-nilai kehidupan sosial inilah disebut dengan masalah baru. Pola pikir tersebut misalnya dikatakan tidak good look jika tidak mengikuti gaya-gaya trend masa kini yang disuguhkan setiap hari bahkan detik digadget masing-masing.
Dahulu orang menggunakan cat rambut hanya untuk menutupi uban saja, dan varian warna cat tidak banyak. Namun sekarang bukan hanya mereka yang punya uban yang melakukan cat rambut tetapi anak-anak kecilpun sudah banyak menggunakan dengan bermacam-macam varian warna. Fenomena-fenomena tersebut kemudian dianggap tidak wajar oleh masyarkat karena berbeda dari budaya sosial masa dulu.
Kondisi inilah yang yang sekarang mulai menyadarkan generasi millenial, bahwa pentingnya filterisasi terhadap tampilan-tampilan yang disuguhkan oleh media baru ini perlu sikap tanggap dan etos yang baik. Generasi millenial sebagai pelaku bahkan objek yang paling banyak merasakan dampak fase four point zero ini mulai menata kondisi baru dalam lingkungan hidupnya.
Salah satunya ialah memanfaatkan smartphone bukan hanya sekedar sebagai alat komunikasi, tetapi juga alat berbisnis, dahulu anak remaja tidak terangan untuk berbisnis dengan sektor nasional. Namun sekarang banyak para anak millenial yang bisninya menmbus pasar nasional bahkan internasional.
Tidak hanya sebatas pada bisnis belaka, kreativitas anak milenial kini juga banyak disampaikan mereka melalui sosial media, yang tentu viewernya tidak sebatas desa, kota, dan negara tetapi dunia bahkan antartika. Seperti halnya menciptakan fitur-fitur edukasi untuk memudahkan tersampaikannya ilmu pengetahuan seperti kamus online, buku pengetahuan online, dan bahkan media baru.
Perubahan ini tentu menjadi angin syurga, sebab generasi ini (sebut milenial) telah mampu mengembangkan potensi dan mengasah keterampilan sendini mungkin. Namun hal yang lebih penting ialah mengakibatkan kebiasaan lama yang buruk seperti bermalas-malasan dan tidak mandiri dapat dialihkan menjadi kebiasaan positif yang progersif dan berdampak baik untuk masa mendatang.
*Mukoyyimah, dosen Fakultas Dakwah IAIN Pekalongan.