Boleh aku bercerita tentang sepenggal perasaan yang pernah hancur ini? Berawal dari kisah kita yang sampai sekarang bahkan aku tak mampu menyampaikannya kepadamu. Sebab perempuan lemah ini tertalu kaku dengan sesuatu yang disebut cinta dan mulutnya hanya bungkam bila ditanya cinta. Dan perempuan lemah ini hanya bisa menggoreskan kisah cinta dalam perasaannnya sendiri sambil berdiskusi dengan Rabb-nya diantara lantunan bait-bait do’a yang menjadikan perasaan itu ada. Dan sambil menggoreskan sedikit pada lembar putih yang bisu.
Kala itu, kau muncul dalam hidupku, membawaku dalam alunan lembut perasaan. Aku terus mengikutinya dan tak berpikir aku akan dibawa kemana. Dalam hal itu, ada begitu banyak kisah yang bahkan bila dituliskan aku tak akan mampu. Tapi ada satu hal sederhana yang amat bermakna bagiku, senyummu. Sesederhana itu aku bisa mencintaimu, jatuh pada perasaan yang mendalam. Namun, sampai saat ini kau tak sadar atau kau hanya berpura-pura tak sadar saja akan perasaanku.
Saat melihatmu begitu bahagia dan mencintai yang lain membuatku berfikir untuk sedikit menepi. Bukan bermaksud aku menyerah tapi sudah saatnya aku sadar. Sambil membawa bongkahan perasaan yang telah hancur melewati alunan lembut ini, sendirian.
Diam-diam aku memperhatikanmu, begitu indah dan aku bahagia. Tapi sayang, bahagiaku tak sama dengan bahagiamu. Ketika kita sama-sama tersenyum dan tertawa tetapi memiliki makna yang berbeda. Aku yang menganggapmu istimewa tapi kau sebaliknya. Dan disaat itu, aku menyadari kenyataan pahit yang membuatku luka.
Alunan lembut perasaan yang aku ikuti ternyata memang lembut. Ya, lembut dengan perlahan membawaku hanyut dalam luka ditemani perih dan tangis di dalamnya. Lucunya, aku masih saja mengikutinya dan bahkan aku berharap sesuatu yang indah. Bodoh? Tidak, hanya saja logikaku kalah dengan perasaanku.
Kemudian waktu terus berlalu tanpa memikirkanku yang masih tersesat dalam alunan pembawa luka. Perihal luka yang aku alami adalah luka yang sudah aku sadari tapi kala itu aku belum mau mencoba beranjak pergi. Sakit? Jangan kau tanyakan hal itu. Tentu setiap luka itu sakit tapi yang lebih menyakitkan dibanding luka adalah dilupakan. Dan titik terparah luka yang aku rasakan hingga membuat hancur adalah ketika aku mengetahui bahwa perasaanmu untuk yang lain tanpa menghiraukan perasaankku.
Aku tak menyalahanmu, sebab sebenarnya aku sendiri yang menciptakan luka ini. Bahkan ada yang mengatakan padaku begini, “kalau cinta perjuangin, tapi kalau tak sanggup tinggalkan saja,” kata-kata itu masih saja aku ingat. Dan kata-kata itu yang menyadarkanku bahwa aku yang salah. Sebab aku mencintaimu tapi tak mampu mengungkapkannya dan tak berani memperjuangkanmu secara langsung. Aku hanya mampu menyebut namamu dalam hati dan menyelipkan namamu diantara bait-bait do’a yang aku lantunkan, tanpa kau ketahui.
Saat melihatmu begitu bahagia dan mencintai yang lain membuatku berfikir untuk sedikit menepi. Bukan bermaksud aku menyerah tapi sudah saatnya aku sadar. Sambil membawa bongkahan perasaan yang telah hancur melewati alunan lembut ini, sendirian. Sebab percuma aku terus menantimu yang tak kunjung menuai harapanku.
Tapi, dengan luka yang membuat perasanku hancur kala itu, akhirnya aku paham bahwa kau hanyalah seseorang yang dijadikan Tuhan untuk mengujiku. Aku menyesal, membuat Tuhan cemburu dengan apa yang aku lakukan. Aku terlalu mencintaimu saat itu dan setiap saat aku merindu dan memikirkanmu melebihi Penciptamu. Pada akhirnya, Tuhan menciptakan luka ini untukku, menghadirkanmu dalam hidup hanya untuk singgah bukan untuk menetap.
Dan untukmu sebagai perantara Tuhan yang mengujiku. Walau berujung menyakitkan tapi aku tak ingin membalas sakit ini untukmu. Tak mengapa luka yang menyakitkan ini membekas, biar aku jadikan bukti bahwa kamu pernah ada dalam kisah hidupku tentang seseorang yang aku cinta untuk pelajaran kedepannya. Sebab aku percaya bahwa ketika mencintai tak melulu bahagia tapi akan ada luka atas perasaan yang tercipta. Terima kasih telah menyadarkanku, Penguji.
Oleh: Fitra Istianah Turahman, Penikmat Rindu