Hampir semua orang hidup terikat dalam jaringan kewajiban dan hak keluarga yang disebut dengan hubungan peran (role relation). Seseorang disadarkan adanya hubungan peran karena suatu proses sosialisasi yang sudah berlangsung sejak masa kanak-kanak, yaitu suatu proses ketika ia belajar mengetahui apa yang dikehendaki, yang akhirnya menimbulkan kesadaran tentang kebenaran yang dikehendaki.
Anak-anak itu memiliki dunianya sendiri. Hal itu ditandai dengan banyaknya gerak pada anak, penuh semangat, suka bermain pada setiap tempat dan waktu, tidak mudah letih dan cepat bosan. Anak-anak memiliki rasa ingin tahu yang besar dan selalu ingin mencoba hal baru, anak-anak hidup dan berpikir untuk saat ini, sehingga ia tidak memikirkan masa lalu yang jauh dan tidak pula masa depan yang belum diketahuinya. Oleh karena itu, orang tua dapat menjadikan realitas masa sekarang sebagai titik tolak dan metode pembelajaran bagi anak.
Perkembangan karakter anak dipengaruhi oleh perlakuan keluarga terhadapnya. Karakter seseorang terbentuk sejak dini, dalam hal ini peran keluarga tentu sangat berpengaruh. Keluarga sebagai kelompok sosial terkecil dalam masyarakat. Bagi setiap orang, keluarga mempunyai proses sosialisasinya untuk dapat memahami, menghayati budaya yang berlaku dalam masyarakatnya. Karena seseorang yang memiliki tingkat pendidikan tinggi cenderung lebih dihormati karena dianggap berada distrata sosial yang tinggi. Kualitas seseorang dilihat dari bagaimana dia dapat menempatkan dirinya dalam berbagai situasi. Manusia yang berkualitas hanya akan lahir dari remaja yang berkualitas dan remaja yang berkualitas hanya akan tumbuh dari anak yang berkualitas. Keluarga sebagai lembaga sosial terkecil memiliki peran penting dalam hal pembentukan karakter individu.
Papalia dan Old (1987) dalam Hawali (2001) membagi masa anak-anak dalam lima tahap, yaitu Pertama masa prenatal yang diawali dari masa konsepsi sampai masa lahir. Kedua masa bayi dan tatih, yaitu usia 18 bulan pertama kehidupan, di atas usia 18 bulan sampai tiga tahun merupakan masa tatih. Saat masa inilah, anak-anak menuju pada penguasaan bahasa dan motorik serta kemandirian. Ketiga masa anak-anak pertama yatu usia 3-6 tahun masa ini dikenal juga dengan masa pra sekolah. Ke empat masa anak-anak ke dua yaitu usia 6-12 tahun, dikenal sebagai masa sekolah. Anak-anak telah mampu menerima pendidikan formal dan menyerap berbagai hal yang ada di sekitarnya. Ke lima masa remaja, yaitu usia 12-18 tahun, saat anak mencari identitasnya dan banyak menghabiskan waktunya dengan teman sebayanya serta berupaya lepas dari kungkungan orang tua.
Anak-anak sering bertanya tentang banyak hal, baik yang berhubungan dengan yang faktual maupun yang fiktif. Pertanyaan seperti itu, bagi anak-anak merupakan ekspresi dari rasa ingin tahu dan mengungkap keraguannya, sehingga anak tersebut terdorong untuk mengajukan pertanyaan. Hal ini merupakan kebutuhan psikis alamiah yang dinamakan dengan istilah “Cinta meneliti”. Cinta meneliti ini merupakan salah satu pertanda anak yang cerdas. Anak cerdas selalu ingin tahu dan terangsang untuk memecahkan masalah yang baru ditemukannya. Dengan begitu, ia dapat mencoba hal-hal baru dan menciptakan produk-produk pemikiran bagi dirinya sendiri. Gardner (2015) dalam Amstring (2005), mendenifisikan kecerdasan sebagai kemampuan untuk memecahkan masalah dan menciptakan produk yang mempunyai nilai budaya. Anak-anak mulai berfikir kritis dimulai ketika mereka menuju pada penguasaan bahasa dan motorik serta kemandirian, yaitu pada masa tatih (diatas 18 bulan). Pada masa ini anak-anak mulai mengenal bahasa dan tertarik untuk mempelajarinaya. Berbagai pertanyaan kritis mulai terlontar. Seiring dengan pertanyaan yang keluar dari bibir mungil seorang anak, disinilah peran orang tua bermain. Orang tua dapat menjawab segala pertanyaan anak dengan jawaban yangsebenarnya atau jawaban fiksi yang merupakan karangan orang tua. Orang tua dituntut untuk dapat memberi jawaban yang dapat memuaskan hati seoarang anak, sekalipun jawaban itudirasanya sanagat sulit dipahami oleh anak karena pertanyaannya yang bersifat sensitif. Berawal dari pertanyaan-pertanyaan dari seorang anak, pendidikan meneganai moral dan budi pekerti dapat ditanamkan.
Pada masa sekarang, intensitas bertemu antara anak dengan orang tua sangatlah sempit. Oleh karena itu, orang tua harus mampu membagi waktu dengan baik dan mencari saat-saat yang tepat untuk menyelipkan pelajaran mengenai budi pekerti luhur. Kejujuran merupakan hal terpenting bagi individu dalam menjalani hidup, dan tahap awal penanaman sikap jujur dimulai dari keluarga. Penanaman sikap jujur dalam keluarga dapat dimulai dari perilaku orang tua yang selalu bersikap dan berkata jujur. Dengan begitu, maka akan lebih mudah bagi seoarang anak menanamkan sikap jujur pada dirinya karena tidak pernah merasa dibohongi.