Ki Hajar Dewantara, seorang pendiri Perguruan Taman Siswa, suatu lembaga pendidikan yang memberikan kesempatan bagi para pribumi untuk bisa memperoleh hak pendidikan. Menurut KHD, mendidik dan mengajar adalah proses memanusiakan manusia, sehingga harus memerdekakan manusia dan segala aspek kehidupan baik secara fisik, mental, jasmani dan rohani. Sama dengan filosofi pemikiran Ki Hajar Dewantara dalam pengembangan budi pekerti (olah cipta, olah karya, olah karsa, dan olah raga) yang terpadu menjadi satu kesatuan. Hasil pemikiran Ki Hajar Dewantara yaitu:
Pertama, Prinsip kepemimpinan sebagai seorang guru, terdiri dari 3: Ing ngarso sung tuladho (Orang tua atau guru sebagai suri tauladan anak dan siswa), Ing madya mangun karsa (ditengah memberikan semangat ataupun ide-ide yang mendukung), Tut wuri handayani (yang dibelakang memberikan motivasi).
Kedua, sistem pendidikan yang dilakukan yaitu menggunakan sistem among atau Among Methode artinya guru itu menjaga, membina dan mendidik anak kasih sayang.
Ketiga, Tri pusat pendidikan yaitu yang mewarnai peserta didik adalah keluarga, sekolah dan masyarakat.
Keempat, asas-asas dalam pendidikan ada lima, terdiri dari: Asas kemerdekaan, asas kodrat alam, asas kebudayaan, asas kebangsaan asas kemanusiaan.
Bapak Pendidikan Indonesia berulang kali menekankan apa yang disebut “Kemerdekaan dalam belajar”, dari berbagai literatur, gagasan ini boleh jadi bermula karena beliau menolak praktik pendidikan yang mengandalkan kekerasan dan berjuang menyebarkan konsep pendidikan ala ‘Taman Siswa’. Anggota Majelis Luhur Taman Siswa, Ki Priyo Dwiyarso menjelaskan makna kemerdekaan belajar yang diusung oleh beliau yaitu bagaimana membentuk manusia harus dimulai dari mengembangkan bakat.
“Jadi yang punya kehendak itu siswanya, bukan pamong gurunya, dosennya, yang memaksakan kamu harus jadi hijau, atau harus jadi merah. Akhirnya, timbul Tut Wuri Handayani.”
Guru harus memperhatikan apa yang dapat dikembangkan dari anak didiknya. Guru harus jeli menelisik kebutuhan anak didik, mana yang harus didorong dan apa yang harus dikuatkan. Merdeka belajar yang diusung Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menjadikan kata ‘merdeka’ sebagai subjektifitas, sehingga membawa arah pembelajaran menjadi liar. Inilah yang menjadikan istilah Merdeka belajar dirasa kurang pas untuk menjadi dasar pendidikan saat ini.
“Banyak yang belum membaca ajaran Ki Hadjar tentang merdeka belajar. Sebetulnya lebih pas belajar merdeka. Merdeka belajar sangat mengganggu orang lain atau golongan lain,” ujarnya.
Belajar merdeka itu berarti merdeka atas diri sendiri. Minat dan bakat siswa itu harus merdeka untuk berkembang seluas mungkin. Konsep ini yang dibawa Ki Hadjar Dewantara bagi bangsa ini dengan harapan tak digerus perkembangan zaman. Serta, menjadi cetak biru dalam membangun pendidikan Indonesia. Angka tidak boleh menjadi tolak ukur dalam pengembangan bakat. Kurikulum jangan dijadikan alat untuk menjajah anak didik. Terjajahnya anak didik dalam kurikulum, malah membunuh pengembangan bakat yang diagungkan oleh pahlawan nasional itu.
Pendidikan karakter dalam membangun bakat semakin terasa penting dan tak boleh tersingkirkan. Karakter merupakan kunci utama dalam membangun setiap insan pendidikan. Guru bisa mengukur kemampuan anak didiknya dengan cara yang lebih deskriptif. Ki Hadjar Dewantara tak pernah mematok anak didiknya dikelas kelak akan menjadi apa. Ki Hadjar Dewantara memerdekakan anaknya saat belajar apapun berdasarkan bakat mereka. Bekal itulah yang harus dibawa anak Indonesia untuk berdaulat atas dirinya sendiri. Belajar merdeka dipercaya pula dapat membawa Indonesia sebagai negara yang maju.