Mohammad Nasih dan Lahirnya Kader yang Fasih

RILIS.ID/Istimewa

Tulisan ini bukanlah sebuah euforia yang bersifat melebih-lebihkan. Namun tulisan ini merupakan bentuk ungkapan kekaguman saya terhadap sosok guru bernama Mohammad Nasih. Alasan di balik kekaguman ini terletak pada banyak hal, terlebih tentang semangat membaranya untuk memperbaiki keadaan bangsa yang sedang tidak baik-baik saja ini. Banyak hal yang telah dilakukan oleh lelaki bermata sipit sebelah ini. Salah satunya adalah membangun rumah perkaderan dengan tagline “Membangun Karakter Kepemimpinan Bangsa” yang bisa ia sebut dengan membangun dari pinggir ini.

Monash Institute, nama rumah perkaderan itu, adalah kependekan dari Mohammad Nasih Institute. Sebuah kawah candramuka yang bertujuan untuk melahirkan pemimpin-pemimpin berkarakter. Lebih dari itu, berdirinya rumah perkaderan Monash Institute adalah untuk melahirkan generasi yang berkualitas ‘ilmu al-ulamaa’, amwalu al-aghniya’, dan siyasatu al-muluuk wa al-malaa’. Penulis tidak akan menjelaskan ketiganya, tetapi mencoba sedikit terfokus pada kapasitas ‘ilmu al-ulamaa’.

Untuk mencapai kualitas ilmu al-ulamaa’ maka pembangunan generasi berkualitas tidak akan pernah luput dari semangat pengembaraan ilmu. Etos studi telah diwariskan para ulama harus tetap terjaga agar kegelimangan ilmu pengetahuan tidak hanyut tertelan masa. Karena pepatah populer bilang bahwa mencari ilmu harus berbekal peluh dan waktu (jahdun nafs wa badzlul qarihah). Tanpa upaya yang kuat dan semangat yang liat, niscaya ilmu akan sangat sulit didapat.

Pembangunan SDM Unggul

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Berkaitan dengan kenyataan demikian, maka semangat pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) tentu harus dijadikan sebagai arus utama dalam membangun bangsa Indonesia kedepannya. Pembangunan SDM ini menjadi faktor penting untuk membungkam kejahiliahan dan memenangkan persaingan global. Hal ini tentu saja tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi tugas bersama yang membutuhkan dukungan dari berbagai pihak.

Beranjak dari adanya kebutuhan pembangunan SDM  itulah, sejak tahun 2010 rumah perkaderan Monash Institute berinvestasi untuk membentuk generasi berprestasi, berpendidikan tinggi, aktif berorganisasi dan mempunyai budi pekerti. Hal itu dalam rangka menyiapkan generasi unggul untuk menaklukan tantangan zaman. Apalagi di era disrupsi seperti saat ini, maka komplektifitas permasalahan menjadi bagian penting yang harus diselesaikan dengan seksama.

Dalam konteks ini, putra dari pasangan Mohammad Mudzakir (alm) dan Hj. Chudzaifah itu menegaskan, dalam menghadapi era disrupsi, mahasiswa mesti unggul dan berprestasi, aktif berorganisasi, dan terus melatih diri untuk menjadi manusia yang berkarakter kuat. Kompetensi Soft skill dan hard skill-nya pun harus senantiasa diasah.

Hard skill meliputi segala pengetahuan dan teknologi yang berbasis akademik. Soft skill juga tak kalah penting, karena ini berkaitan dengan karakter yang harus dijunjung tinggi oleh bangsa dan negara. Lelaki beranak empat itu menyatakan bahwa soft skill merupakan bagian penting dari pendidikan karakter. Dalam membentuk soft skill , Monash Institute mempunyai program pendidikan karakter yaitu pendidikan bela negara supaya generasi sekarang mempunyai daya juang.

Sisi lain dari itu, doktor ilmu politik yang juga hafal al-Qur’an itu juga menghimbau disciples untuk berperan aktif dalam organisasi, sebut saja misalnya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Dalam organisasi tersebut, Mahasiswa (santri) diharuskan untuk memahami dan menguasai dua persoalan besar, yakni persoalan bangsa (wawasan kebangsaan) dan persoalan keagamaan (wawasan keislaman), di samping menekuni disiplin ilmu yang menjadi pilihannya di kampus.

Lebih jauh, di usia yang tidak bisa dikatakan muda lagi, Ia juga selalu menyempatkan waktunya untuk mengisi forum jenjang perkaderan HMI (LK II, SC, dan LK III) tingkat Nasional. Sembari memperbanyak jaringan persahabatan, supaya terlihat muda kembali, karena bertemu kader-kader muda yang dituntut untuk bernalar kritis. Harapannya, kader-kader muda HMI tersebut bisa menjadi kader yang mampu membangun umat dan bangsa.

Dasar segala itu adalah al-Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad Saw. Oleh sebab itu, Monash Institute menekan sejak awal bahwa menguasai basic adalah kompentensi yang harus dimiliki oleh setiap disciples. Penguasaan ilmu alat (baca: nahwu-sharaf) menjadi pilihan yang tidak bisa ditawar lagi. Lebih lanjut, untuk menunjang memahami basic ini, Monash Institute memberlalukan pembelajaran al-Qur’an bi al-Qalam untuk memahami teks dengan baik.

Dengan menggunakan metode utawi-iku, disciples mencoba memahami kandungan al-Qur’an dengan mengetahui i’rabu al-Qur’an-nya terlebih dahulu. Ini menjadi agenda harian untuk mengakselerasi kemampuan disciples memahami dasar berpikir dan bergerak. Harapannya, disciples bisa fasih memahami kitab suci agama Islam itu untuk kemudian dijadikan sebagai inspirasi untuk pembangunan umat dan bangsa. Mereka diharapkan menjadi pemimpin yang dirindukan di masa depan.

Fasih Lisan dan Tulisan

Tidak bisa ditolak, generasi muda saat ini adalah pemimpin di masa depan yang akan melanjutkan estafet pembangunan sebuah bangsa. Karena itu, pemimpin itu harus dipersiapkan dengan baik mulai dari sekarang. Salah satu upaya yang ditempuhnya untuk melahirkan para pemimpin berkarakter ialah dengan menghidupkan kembali tradisi-tradisi yang perlahan mulai hilang ditinggal zaman. Dua tradisi yang paling menonjol adalah tulis menulis dan public speaking.

Tradisi menulis yang dimaksud adalah sebuah tradisi mengemukan ide dan gagasan melalui tulisan untuk disampaikan kepada khalayak masyarakat dengan tujuan untuk memberikan pencerahan. Demikian pula, tradisi berbicara di depan umum (public speaking) juga menjadi perhatiannya dengan harapan ide yang ada bisa disebarluaskan melalui lisan yang baik dan berbobot, sehingga sama, mencerahkan masyarakat.

Untuk melahirkan pemimpin-pemimpin berkarakter, tentu modal dasar tersebut menjadi penting, karena tugas para pemimpin pertama kali adalah mampu menjelaskan ide pembangunannya kepada rakyat yang dipimpinnya, agar terjadi keserasian pola pikir, gerak, dan langkah. Selain itu, pemimpin harus mampu mengajak dan mempengaruhi yang dipimpinnya, tentu saja melalui komunikasi yang baik dan terhormat, yakni lewat lisan dan tulisan.

HOS. Tjokroaminoto pernah berpesan kepada para murid-muridnya. “Jika kalian ingin menjadi pemimpin besar menulislah seperti wartawan dan bicaralah seperti orator.” Berpijak pada ungkapan Tjokroaminoto tersebut, maka  perumusan tentang upaya pelestarian tradisi lisan dan tulisan tentu sangat penting untuk diprioritaskan. Sebab, tradisi lisan dan tulisan harus tetap hidup untuk menjamin tersampaikannya ilmu dan ide-ide kepada masyarakat serta generasi-generasi berikutnya.

Berbagai macam metode pembelajaran telah diterapkan agar tradisi-tradisi demikian tidak pupus oleh zaman.  Di antara cara yang digunakan di Monash Institute untuk menguatkan tradisi lisan pada diri generasi bangsa adalah dengan menerapkan pembelajaran public speaking, kultum tiap bakda Shubuh, khutbah, dan berbagai diskusi yang diadakan secara berkala. Training jurnalistik menjadi pilihan yang tepat untuk membangun paradigma dunia tulis menulis yang memadai. Semua itu dilakukan agar disciples terbiasa menyampaikan gagasan secara patut dan runtut.

Lebih jauh, Ia juga menegaskan bahwa peningkatan kualitas diri bisa dilakukan dengan latihan yang istiqamah. Bersabarlah dalam menjalani kesulitan, sampai semua menjadi mudah dan bahkan biasa menjalani semuanya dengan senang, dan teruslah melakukan yang baru sebagai tantangan. Mohammad Nasih adalah orang yang memiliki azam dan komitmen yang sangat kuat. Semangatnya membara mengalahkan deruan kemalasan yang melanda anak bangsa.

“Andai putus asa tidak dilarang. Setiap dia datang menyerang, kuhidupkan imajinasi baru untuk mencari cara dan jalan baru untuk menghidupkan harapan agar terus mengembang’’. Itulah ungkapan-ungkapan Mohammad Nasih yang selalu memberi motivasi kepada banyak orang terutama santri-santrinya dalam mewujudkan impian yang diinginkan. Semoga kader-kader yang fasih dalam segala hal itu akan segera lahir untuk Indonesia yang lebih baik. Aamiin.

Oleh: Ma’bad Fathi Mutaza, Disciple 2018 Monash Institute, Ketua HMI Komisariat Iqbal Walisongo Semarang 2019-2020.

Editor: Anzor Azhiev

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *