Siswa Sekolah Alam Planet Nufo Beternak Kambing Untuk Biaya Pendidikan

Dua Anak Doktor Nasih; Hokma dan Hekma sedang menggembalakan kambing di pinggir jalan menuju Monash Institute.

Untuk mendapatkan fasilitas pendidikan yang berkualitas, tak bisa dipungkiri biayanya tidak murah. Dan fasilitas yang terpenting itu sesungguhnya adalah guru yang bermutu. Guru haruslah pribadi yang tidak hanya berilmu, tetapi juga memotivasi.

Dalam hal ini, Sekolah Alam Planet NUFO mengambil falsafah Socrates bahwa “pendidikan itu bukan sekedar mengisi gelas kosong, tetapi mengobarkan api”. Untuk memiliki guru yang berkualitas itu, seluruh guru di Planet NUFO disupport untuk studi Pascasarjana. Untuk itu biaya yang diperlukan jadi sangat besar.

Namun, para pendiri Planet NUFO tidak mau lembaga pendidikan ini menjadi eksklusif hanya untuk anak dari keluarga kaya saja. Solusi pun ditemukan, bahkan selaras dengan tujuan awal pendirian Planet NUFO. Ya, beternak domba.

Ide bahwa semua siswa Planet NUFO harus menggembala domba sudah dicanangkan sejak awal. Namun, belum sampai level menjadi peternak. Baru sekedar agar siswa memiliki pengalaman yang bisa melahirkan kedisiplinan, tanggung jawab, dan empati.

Namun, setelah dilakukan analisa lebih lanjut, beternak domba bisa menjadi salah satu solusi agar anak-anak yang berasal dari keluarga pra sejahtera bisa membayar biaya sekolah mereka di lembaga pendidikan yang berlokasi di sebelah timur Desa Mlagen, Kec. Pamotan, Kab. Rembang itu.

Karena itulah, kerjasama dengan BMT BUS Lasem dilakukan dengan menyelenggarakan pelatihan “Carane Ngingu Wedus Gembel” (Cara Beternak Domba) pada Senin 3 Feb 2020. Acara ini akan diisi oleh Ir. Heru Wijanarko, dkk dari Prodombas.

Seluruh guru laki-laki di Sekolah Alam yang didirikan oleh Dr. Mohammad Nasih dan Arief Budiman itu, harus memiliki keterampilan usaha ini, agar di masa depan bisa menjadi pendidik yang benar-benar berdaya dan memberdayakan. Para peternak dari berbagai desa sekitar juga diberi peluang mengikuti pelatihan agar memiliki banyak mitra di luar.

“Jadi pendidik itu, dalam jangka panjang memang harus tidak tergantung kepada siapa pun. Idealnya, seorang pendidik tidak hanya mandiri secara intelektual, tetapi juga mandiri secara finansial. Kalau tidak mandiri secara finansial, maka peluang diintervensi oleh pihak lain juga akan besar”, kata Dr. Mohammad Nasih yang juga pengajar ilmu politik di beberapa kampus di Jakarta itu.

Dan ternyata, ide beternak domba itu, di samping karena ada dasar haditsnya, juga dilatarbelakangi oleh pengalaman masa kecilnya. “Saya dulu, kelas VI SD minta dibelikan seekor kambing jantan oleh bapak saya. Lalu saya beli sendiri satu dengan uang yang diberikan para kerabat saat saya sunat. Saat kelas III SMP, saya sudah punya 18 ekor kambing. Itu pun sudah ada yang mati beberapa ekor, karena kembung”, kata suami dr. Oky Rahma Prihandani itu.

“Semua kambing saya saya jual, karena saat kelas I MAN, saya butuh kitab-kitab. Jika saya tak punya kambing, dahaga membaca yang saat itu tumbuh, tidak terfasilitasi”, kenang bapak empat anak itu.

Karena itulah, ia ingin semua murid di Planet NUFO sudah membangun fondasi kemandirian. Itu sudah dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan di negara maju. “Kita harus melakukan terobosan untuk melahirkan muslim yang berilmu, juga setidaknya berharta. Dengan ilmu dan harta, agenda berikutnya akan lebih mudah diwujudkan”, pungkasnya. (AH)

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *