Sering kali kita mendengar harapan orang tua kepada anak-anaknya agar kelak menjadi orang shalih (saleh). Mereka berharap buah hatinya menjadi pribadi-pribadi yang membawa kesejukan, kedamaian dan kebermanfaatkan di tengah masyarakat. Mendidik anak agar tumbuh berkembang menjadi orang-orang yang sholeh adalah menjadi tanggung jawab setiap orang tua. Apa lagi keadaan saat ini sangat berbeda jauh dengan puluhan tahun silam.
Dunia benar-benar berubah. Tantangan yang akan kita hadapi semakin beragam. cobaan hidup jauh lebih komplek. Banyak media atau saluran yang berpotensi menjadi fasilitator anak-anak muda untuk melanggar norma agama. Padahal kita berharap anak-anak muda menjadi benteng utama sekaligus pelopor tegaknya nilai-nilai kesilaman di negeri ini.
Kita sama-sama bertanggung jawab untuk mewujudkan generasi yang mampu membawa perubahan dan perbaikan. Perbaikan hanya akan bisa diwujudkan oleh anak-anak muda yang imannya kokoh, ilmunya luas, dan sekaligus bersedia menjadi aktor perbaikan. Percuma saja ilmunya selangit jika apatis terhadap keadaan sekelilingnya. Sia-sia juga menjadi orang pintar jika tidak beriman kepada Allah. Iman, ilmu dan amal harus berjalan beriringan untuk mewujudkan peradaban yang gilang gemilang. Hanya Generasi muda yang saleh dan muslih yang mampu melakukan itu semua.
Makna Shalih dan Muslih
Dalam Islam sendiri kita dianjurkan untuk berlomba-lomba beramal kebaikan. Karena setiap amal yang kita kerjakan akan dibalas dengan ganjaran/ pahala. Bahkan Allah menjanjikan balasan yang berlipat bagi setiap perbuatan baik. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Setiap kebaikan yang dilakukan manusia akan dilipatgandakan sepuluh hingga tujuh ratus kali lipat..” (HR. Bukhari-Muslim). Amal kebaikan sendiri kita samakan dengan amal saleh. Orang yang gemar berbuat kebaikan disebut orang saleh.
Secara etimologis, kata saleh berasal dari bahasa Arab shalih yang berarti terhindar dari kerusakan atau keburukan. Amal saleh berarti amal/ perbuatan yang tidak merusak atau mengandung kerusakan. Oleh karena itu, kita bisa menyatakan bahwa orang saleh adalah orang yang terhindar dari kerusakan atau hal-hal yang bersifat buruk. Yang dimaksud di sini tentu saja perilaku atau kepribadiannya, yang mencakup kata, sikap, perbuatan, bahkan pikiran dan perasaannya.
Sementara dalam Al-Qur`an (Surah al-Anbiya ayat 105)dikabarkan tentang peran penting orang-orang saleh bagi kehidupan di muka bumi, “Dan sungguh telah Kami tulis di dalam Zabur bahwa bumi ini dititipkan kepada hamba-hamba-Ku yang saleh.” Selanjutnya, dalam salah satu tulisannya yang berjudul Makna Saleh dan Macam-macamnnya yang diposting di laman www.nu.or.id, Cecep Zakarias mengutip penjelasan Syekh Mutawalli Sya`rawi dalam Tafsir asy-Sya’rawi terkait ayat tersebut; yaitu bahwa di setiap tempat di muka bumi ini terdapat orang saleh. Ia ditugaskan oleh Allah untuk mengatur dan mengelola lingkungannya. Ia bisa siapapun, tidak harus seorang muslim.
Syekh Sya’rawi menjabarkan bahwa orang saleh dibagi dua: saleh duniawi dan saleh ukhrawi. Saleh duniawi yaitu mereka yang berbuat kebaikan dan tidak merugikan orang lain. Akan tetapi perbuatannya tersebut hanya sekadar berdimensi etis bahwa yang dilakukannya adalah sebuah kebaikan dan kebenaran berdasarkan pertimbangan akal sehat. Kesalehan tersebut bersifat universal dan diakui secara rasional oleh setiap manusia.
Saleh duniawi tidak dilandaskan pada keimanan kepada Allah. Beda halnya dengan saleh ukhrawi yang mana setiap perbuatan baik yang dilakukan dilandasi dengan keimanan kepada Allah. Saleh ukhrawi berarti mereka yang dalam setiap kebajikan yang dilakukannya selalu disandarkan kepada Allah SWT dan atas kesadaran penuh bahwa dirinya hanyalah seorang hamba yang berkewajiban mengabdi kepada Allah. Ada dimensi spritual-religius di dalamnya. Lantas bagaimana dengan muslih?
Lebih lanjut lagi, Imam Ghazali dalam Kitab Ihya` Ulumuddin menjelaskan dengan cukup gamblang terkait saleh dan muslih. Keduanya memiliki perbedaan yang cukup jelas. Menurut Imam Ghazali, saleh berarti kebaikan yang dilakukan hanya bersifat individual. Sementara muslih berarti kebaikan yang dilakukan memiliki dampak bagi orang lain atau lingkungan sekitarnya.
Dalam hal ini, muslih berarti orang yang tidak hanya fokus pada dirinya sendiri dalam berbuat kebaikan. Tetapi mereka yang gemar mengajak orang lain atau masyarakat luas untuk berbuat kebaikan. Muslih adalah pelopor yang menjadi agen perbaikan di tengah-tengah ummat.
Peka melihat persoalan sekaligus bersedia terjun langsung dalam memecahkan persoalan tersebut. Muslih adalah mereka yang mengabdikan dan mendedikasikan hidupnya untuk kebaikan masyarakat. Orang soleh kualitas kebaikannya hanya untuk dirinya sendiri. Sementara muslih kualitas kebaikannya bisa merambah dan menjadi petunjuk bagi masyarakat.
Istiqomah di Jalan yang Lurus
Generasi muda sekarang mesti bercita-cita menjadi orang-orang yang saleh dan muslih. Cita-cita tersebut berdimensi akhirat. insyaAllah mengantarkan kepada kebahagiaan yang hakiki. Generasi yang soleh dan muslih pastinya menjadi dambaan ummat di masa kini dan masa yang akan datang. Anak-anak muda sekarang dihadapkan pada berbagai tantangan zaman yang begitu dahsyat. Mulai dari minuman alkohol, narkoba, pornografi, tawuran dan semacamnya.
Hal-hal tersebut menjadi ancaman tersendiri bagi anak-anak muda yang berkehendak menempa dirinya menjadi manusia-manusia yang saleh dan muslih. Salah satu upaya untuk menjadi generasi yang saleh dan muslih adalah membekali diri dengan iman dan ilmu. Terutama ilmu agama. Selain itu, anak-anak muda mestinya berguru pada kiai atau ustad yang sanad keilmuannya jelas. Selain itu, generasi sekarang perlu belajar mengendalikan hawa nafsunya.
Belajar anggota tubuh (mata, telinga, kaki, tangan, dsb) agar tidak digunakan di jalan yang tidak diridhai oleh Allah SWT. Untuk menjadi orang saleh kita harus berupaya secara istiqomah untuk berbuat kebaikan kapanpun dan di manapun kita berada. Dalam keadaan sepi ataupun ramai, kita mestinya selalu bersemangat mengerjakan kebajikan.
Yakinlah bahwa malaikat selalu sigap mencatat amal kebaikan dan keburukan kita. Dengan begitu motivasi untuk berbuat kebajikan bisa berlipat ganda. Tidak cukup jika hanya saleh secara individual. Kesalehan kita mesti berdampak kepada orang lain. Dengan begitu kita bisa menjadi muslih. Beragam cara bisa dikerjakan untuk menjadi muslih.
Semisal dengan rajin mengajak kawan-kawan dekat untuk berjemaah di masjid, menjadi kordinator penggalangan dana untuk orang-orang yang tertimpa bencana alam, rajin menasehati orang lain untuk bersedekah, dan semacanya. Intinya, menjadi muslih lebih berat tantangannya. Karena yang kita hadapi adalah orang lain dengan berbagai macam karakteristik.
Menjadi muslih butuh ketulusan jiwa dan tekad yang membara. Dan yang paling penting lagi yaitu agar kita tetap istiqomah berada di jalan yang lurus. Jalan yang diridhai oleh Allah. Dan menjadi saleh dan muslih berarti kita telah memilih jalan yang diridhai oleh Allah. Kuncinya adalah kemauan dan keistiqomahan dalam berbuat kebaikan dan dalam mencegah keburukan; baik untuk diri sendiri ataupun orang lain.