Di jantung Hijaz, tersinari cahaya iman yang tak pernah redup, berdiri dengan penuh kemuliaan sebuah kota: Madinah Al-Munawwarah, Sang Kota yang Bercahaya.
Lebih dari sekadar nama geografis, Madinah adalah simbol keagungan Islam, tempat perlindungan, dan sumber kasih sayang yang mengalir sejak kedatangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam (SAW) dalam peristiwa Hijrah yang monumental.
Kemuliaannya tertanam dalam sejarah, terpatri dalam keyakinan umat Islam, dan diabadikan dalam sabda-sabda Nabi.
Tempat Hijrah dan Pusat Peradaban Islam
Kemuliaan Madinah bermula ketika Rasulullah SAW meninggalkan Makkah yang penuh tekanan menuju Yatsrib (nama lama Madinah), yang kemudian menyambutnya dengan penuh cinta dan kesetiaan.
Peristiwa Hijrah bukan sekadar perpindahan tempat, melainkan tonggak berdirinya negara Islam pertama yang berdaulat di bawah kepemimpinan Nabi SAW. Di sinilah Piagam Madinah disusun, mengikat berbagai suku dan agama dalam satu kesatuan masyarakat yang adil dan toleran.
Madinah menjadi ibu kota pemerintahan Islam, tempat turunnya banyak ayat Al-Qur’an, dan pusat penyebaran dakwah ke seluruh penjuru dunia.
Rumah Rasulullah SAW dan Masjid Nabawi
Kemuliaan Madinah tak terpisahkan dari keberadaan Masjid Nabawi, masjid kedua yang dibangun oleh Rasulullah SAW setelah Masjid Quba. Lebih dari sekadar tempat shalat, Masjid Nabawi adalah pusat kehidupan komunitas Muslim awal: tempat ibadah, pendidikan, musyawarah, dan pengadilan.
Di dalam kompleks masjid yang mulia ini, terdapat Raudhah, taman dari taman-taman Surga, sebagaimana sabda Nabi SAW: “Antara rumahku dan mimbarku terdapat taman dari taman-taman surga.” (HR. Bukhari & Muslim).
Beribadah di Masjid Nabawi memiliki keutamaan besar, pahalanya dilipatgandakan hingga 1000 kali dibanding shalat di masjid lain (kecuali Masjidil Haram).
Yang paling agung, di samping masjid ini pula Rasulullah SAW dimakamkan, bersama dua sahabat mulia, Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Umar bin Khattab.
Keberadaan makam Rasulullah SAW menjadikan Madinah sebagai tempat ziarah yang penuh berkah dan rasa cinta bagi setiap Muslim yang datang, merasakan kedekatan spiritual dengan manusia paling mulia.
Tanah yang Dicintai Rasulullah SAW
Rasulullah SAW sendiri menyatakan kecintaan dan kemuliaan Madinah dalam banyak hadits:
Dilindungi dari Dajjal
“Sesungguhnya Dajjal tidak akan bisa memasuki Madinah…” (HR. Bukhari & Muslim). Perlindungan langsung dari Allah ini menegaskan kesuciannya.
Tanah Haram yang Suci
Seperti Makkah, Madinah juga memiliki tanah haram (tanah suci yang memiliki batasan dan aturan khusus). Rasulullah SAW bersabda: “Ibrahim telah menjadikan Makkah sebagai tanah haram, dan aku menjadikan Madinah sebagai tanah haram…” (HR. Muslim).
Di dalamnya dilarang menumpahkan darah, memotong pepohonan tanpa hak, dan membawa senjata untuk permusuhan.
Iman Berhimpun ke Madinah “Sesungguhnya iman itu berhimpun di Madinah sebagaimana ular berhimpun di dalam liangnya.” (HR. Bukhari). Ini menunjukkan Madinah sebagai pusat dan benteng akidah.
Nabi SAW mendoakan keberkahan bagi penduduknya dan menganjurkan untuk tinggal di sana bagi yang mampu. Beliau bersabda: “Barangsiapa yang mampu untuk mati di Madinah, maka lakukanlah, karena sesungguhnya aku akan memberi syafa’at bagi orang yang mati di sana.” (HR. Tirmidzi, hasan).
Kota yang Diberkahi dan Menenteramkan
Setiap jengkal tanah Madinah menyimpan keberkahan. Udara, air, dan buah-buahannya (seperti kurma Ajwa) disebut-sebut dalam hadits memiliki keistimewaan. Bagi para peziarah yang datang dengan hati ikhlas, Madinah memberikan ketenangan jiwa yang mendalam.
Melangkah di jalan-jalannya, shalat di Masjid Nabawi, mengirim salam kepada Rasulullah SAW, adalah pengalaman spiritual yang tak terlupakan, menghidupkan kembali semangat Hijrah dan kecintaan kepada Nabi.
Semoga Allah memudahkan kita untuk berziarah, merasakan ketenangannya, dan menjadi bagian dari mereka yang mencintai Madinah sebagaimana dicintai oleh Rasulullah SAW. Aamiin Ya Rabbal ‘Alamin.