Berkaca pada fenomena influencer saat ini—yang bisa membentuk opini dan moral generasi—kita merenung: Kalau Nabi Muhammad ﷺ hidup di era digital, kontennya seperti apa? Ini bukan untuk memformalkan kenabian dalam bentuk modern, melainkan mengekstrapolasi akhlak dan pesan beliau ke dalam bahasa dan media yang relevan bagi anak muda zaman kini.
Dakwah Lembut yang Menyejukkan Nurani
Al-Qur’an menegaskan bahwa Rasulullah ﷺ diutus sebagai rahmat bagi semesta alam:
“Dan tidaklah Kami mengutusmu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” (QS Al‑Anbiyā’: 107)
Sikap kelembutan ini tampak saat Rasul ﷺ menegur ‘Aisyah yang marah atas hinaan kaum Yahudi, agar tidak berkata kasar:
“Wahai ‘Aisyah, janganlah engkau menjadi orang yang mulutnya kotor.” (HR Bukhārī dan Muslim)
Jika beliau menjadi influencer, betapa damainya feed sosial media yang berisi ajakan damai, jangan menyebar hoaks, ajarkan memaafkan dan menenangkan hati—mirip suara oase di tengah kontroversi.
Edukasi Penuh Hikmah dan Penjelasan
Nabi ﷺ dikenal sebagai guru yang sabar dan komunikatif. Kisah ketika seorang Arab Badui buang air kecil di masjid lalu beliau memberi toleransi dan mengajaknya bicara dengan lembut adalah bukti kelembutan beliau yang luar biasa .
Beserta hadits:
“…Bukan seorang pun di antara kalian yang terbaik kecuali yang paling baik akhlaknya.” (HR Bukhārī dan Muslim)
Konten beliau akan membahas esensi ibadah—bahwa shalat menyembuhkan hati (QS Al-‘Ankabūt: 45), dan puasa adalah sarana pengendalian diri (QS Al‑Baqarah: 183)—tanpa menggurui, justru membangun pemahaman dan kesadaran.
Aksi Sosial dengan Landasan Keadilan
Rasul ﷺ mendirikan ldquo;ahlus suffah” sebagai wadah sosial dan komunitas umat Madinah, menetapkan zakat sebagai instrumen distribusi kekayaan, dan membela yang terkikis haknya.
Al-Qur’an menyerukan:
“Maka terhadap anak yatim janganlah engkau berlaku sewenang-wenang… dan terhadap orang yang meminta-minta janganlah engkau membentaknya.” (QS Adh‑Duḥā: 9‑10)
Kalau menjadi influencer, beliau akan membagikan konten menggalang dana untuk anak yatim, musibah, atau pendidikan miskin—disertai data fakta, video dokumentasi perjalanan, bukan sekadar caption normatif.
Sederhana, Autentik, dan Dekat dengan Orang Biasa
Kehidupan Rasul ﷺ sangat sederhana. Aisyah pernah berkata, mereka biasa melihat bulan sabit demi bulan sabit tanpa api untuk memasak di rumah beliau .
Betapa menyentuh jika story beliau mencakup: membantu istri memasak, tidur di tikar sederhana, bercanda dengan anak-anak, bekerja bakti di masjid. Sesuatu yang relatable dan rendah hati—di tengah tren pencitraan glamor yang sering memenuhi feed influencer.
Merangkul Semua, Bukan Memecah
Rasul ﷺ tak pernah membalas keburukan dengan keburukan untuk diri sendiri. Beliau hanya membalas jika kemuliaan agama Allah dihinakan . Saat kaum Thaif melempar beliau batu, beliau malah mendoakan mereka:
“Ya Allah, berilah petunjuk kepada kaumku….” (HR Bukhārī & Muslim)
Dalam konteks zaman digital penuh polarisasi, Rasul ﷺ akan hadir untuk mengobati, merangkul, bukan memperuncing konflik. Kontennya bukan shout out, tapi invitation to peace.
Penutup: Tantangan bagi Kita Semua
Media sosial memberi ruang bagi siapa saja untuk menjadi influencer, bahkan hanya dalam lingkaran kecil. Pertanyaannya adalah: jika kita mencintai Nabi ﷺ, konten seperti apa yang pantas kita unggah?
Dalam dunia yang gemuruh, suara lembut, penuh hikmah, dan menebar kedamaian seperti suara beliau sangat dibutuhkan. Kita tak akan jadi nabi, tapi kita bisa meneladani beliau sehari-hari—walau lewat satu posting sederhana yang menyampaikan kebaikan.