Oleh: Mukharom, Dosen Fakultas Hukum Universitas Semarang (USM) dan Mahsiswa Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Diponegoro (UNDIP) Semarang
Pada tanggal 26 Desember 2019, Indonesia akan mengalami fenomena alam berupa gerhana matahari. Fenomena yang jarang terjadi, karena jaraknya sampai ratusan tahun untuk kembali menyaksikan kejadian yang sama persis seperti saat ini. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi astronomi dapat menjelsakan peristiwa tersebut dengan detail, termasuk melakukan pengamatan secara mendalam guna menemukan sesuatu yang baru, sebagai khasanah ilmu pengetahuan.
Akan tetapi, dibalik semua kejadian di alam semesta tentunya tidak dengan sendirinya berjalan begitu saja tanpa ada yang mengaturnya, sehingga perlu mendalami hakikat penciptaan, termasuk mencari makna dibalik fenomena alam berupa gerhana.
Gerhana matahari, sebuah fenomena alam yang dapat diambil pelajaran dan maknanya, yaitu tentang kekuasaan dan kebesaran Allah Swt, bagi orang-orang yang beriman. Bagaimana tidak, Sang Pencipta dengan kekuasaannya menunjukan kepada kita semua, makhluk berupa matahari, bulan dan bumi berjalan pada orbitnya, coba kita bayangkan jika tidak ada yang mengaturnya, tentunya akan hancur bumi ini dikarenakan salaing berbenturan.
Hal inipun sudah tertuang dalam Al Qur’an Surat Yunus Ayat 5, yang artinya: “Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkanNya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, agar kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak. Dia menjelaskan tanda-tanda (KebesarannNya) kepada orang-orang yang mengetahui” dan itu semua peruntukan dan manfaat sepenuhnya untuk manusia.
Sehingga kita patut bersyukur atas nikmat tersebut, sesuai dengan Firman Allah yang artinya: “Dan Dia (pula) yang menjadikan malam dan siang silih berganti bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau yang ingin bersyukur” (QS. Al Furqan: 62).
Sebagai orang yang taat dan beriman, kita dapat mengambil makna dibalik peristiwa gerhana matahari yang terjadi kali ini, diantaranya adalah Pertama. Kekuasaan Allah amatlah besar dan tidak ada duanya, hal ini dibuktikan dengan fenomena alam yang terjadi, jadi mudahlah bagi Allah untuk mengaturnya.
Kedua, terjadinya gerhana tujuannya untuk menakut-nakuti manusia agar kembali kejalan yang benar, yang tadinya berbuat jahat, maksiat dan lain sebagainya untuk mengisi hidup dengan senantiasa berbuat amal yang saleh. Karena peristiwa gerhana merupakan perumpamaan akan datangnya kiamat.
Ketiga. Bukti bahwa Allah lah yang wajib disembah, sedangkan matahari, bulan dan aam semesta merupakan ciptaan sekaligus Allah yang mengaturNya. Selaras dengan FirmanNya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tetapi sembhlah Allah yang menciptakannya, jika Dialah yang kamu sembah” (QS. Fushshilat: 37).
Kita sebagai manusia yang telah Allah beri karunia akal untuk memahami ayat-ayat Allah yang tertulis di dalam Al Qur’an (Qauliyah) dan ayat-ayat yang terhampar di alam semesta ini. Oleh karena itu harus digunakan dengan maksimal dan semestinya, yaitu untuk memahami ayat-ayat Allah kemudian mengaplikasikan dalam kehidupan. Dengan adanya fenomena gerhana terdapat Manzilah.
Manzilah adalah lintasan, orbit atau perubahan posisi bulan terhadap matahari dan bulan. Dalam konteks ini adalah manusia yang akan selamat dunia dan akhirat adalah mereka yang mau mengikuti manzilah (ketetapan) Allah, yaitu menapaki kehidupan dengan jalan yang sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah. Dengan kepatuhan, tunduk dan istiqamah. Maka Allah akan menunjukan jalan kebenaran bagi manusia untuk menggunakan akal fikiran untuk bertadabur, mengamalkan ajaran-ajaranNya dan memberikan manfaat bagi ummat manusia lainnya.
Semoga adanya fenomena gerhana matahai kali ini memberikan manfaat yang besar kepada kita untuk lebih meningkatkan kedekatan dan ketaatan kepada Allah, menjaga alam semesta disekitar kita dan meningkatkan diri untuk senantiasa ikhlas menolong antar sesama. Sehingga terhindar dari hati yang membeku atau mati, nurani tertutup dan pikiran lumpuh, bagaikan mayat-mayat yang berjalan, dikarenakan dosa dan jauh dari ketaatan kepada Allah Swt.
Hal ini tercantum dalam Al Qu’an Surat al An’am Ayat 116 yang artinya: “Dan jka kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah mengira-ngira saja.”
Imam Ibnul Qayyim pun berpesan: “Janganlah engkau (mudah) tertipu dengan apa yang mengeabui orang-orang jahil. Mereka mengatakan, jika orang-orang itu (yang berada di atas al-haq) betul-betul di atas kebenaran, mestinya jumlah merka tidak akan sedikit.” Oleh karena itu, orientasi hidup adalah akhirat yang abadi, bukan dunia yang sementara dan fana. Menyeimbangkan keduanya adalah solusinya.