Menangkal Paham Rasisme

Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras yang lainnya. Paham ini sangat ampuh memporak-porandakan negara-negara besar seperti di Afrika dan Amerika. Di Afrika Selatan khususnya, telah terjadi rasisme dalam wujud apartheid yang mana sistem pemisahan ras yang diterapkan oleh pemerintah kulit putih untuk membedakan dirinya dengan pemerintah kulit hitam yang telah terjadi sekitar awal abad ke-20 hingga tahun 1990.

Permasalahan ini juga telah terjadi sejak lama di indonesia, terlebih karena sistem orde baru yang dibangun berpuluhan tahun telah membentuk sistem pembatasan akses pada suatu kelompok tertentu. Sistem inilah yang tampaknya sekarang masih tetap ada dan dimanfaatkan oleh sekelompok orang. Hal ini bisa terjadi karena beberapa alasan seperti negara kita belum bisa tuntas dalam menyelesaikan kejahatan diskriminasi dan rasisme di masa lalu, contoh kelompok yang dicap komunis bahkan dipandang para pejabat negara untuk membatasi ruang publiknya.

Kedua, akses ekonomi yang diperuntukkan bagi kelompk minoritas yang berkuasa. Kemiskinan dibiarkan merata bagi kelompok miskin perkotaan dan masyarakat adat hal tersebut disebabkan program-program penanggulangan kemiskinan selama ini cenderung berfokus pada upaya penyaluran bantuan sosial untuk orang miskin berupa beras dan program jaring pengaman sosial(JPS), upaya seperti ini akan sulit menyelesaikan persoalan kemiskian yang ada karena sifat bantuan tidaklah untuk pemberdayaan akan tetapi hanya membuat masyarakat menjadi ketergantungan.

Ketiga, kurangnya pemerataan pendidikan di daerah terpencil yang membuat banyak anak-anak atau masyarakat disana menjadi tertinggal sehingga membuat SDM di indonesia sulit berkembang. Padahal pendidikan harus mengacu pada standar nasional yang harus dicapai tanpa membedakan agama,ras,etnis,jenis kelamin maupun ekonomi.

Keempat, penegakkan hukum indonesia yang lemah bagi kejahatan rasisme dan diskriminasi. Dengan ini semua negara indonesia menjadi sangat lemah atas aksi kekerasan,teror,dan bahkan bukan tidak mungkin negara memainkan peran utama atas munculnya kekerasan itu sendiri. Rasisme menjadi persoalan mendasar untuk melihat apakah negara mampu berdaulat atas hukum,politik dan ekonomi di wilayah nya sendiri.

Sejak delapan tahun lalu indonesia sudah memiliki Undang-Undang Anti Diskriminasi Ras dan Etnis. Namun Undang-Undang ini tidak perhatikan bahkan digunakan. Aturan ini bertujuan untuk mencegah hal-hal yang pernah terjadi di indonesia. Tetapi tujuan itu gagal di laksanakan tidak adapun kasus diskriminasi yang dibawa ke jalur hukum atau pengadilan. Seperti bulan lalu terjadi nya kasus rasisme mahasiswa papua di surabaya pada 16 dan 17 agustus 2019  menjadi pemicu demostrasi yang berujung kerusuhan di Papua, tepatnya di Manokwari dan Sorong, Papua Barat.

Pemerintah menunjukkan komitmen mendukung penyelesaian kasus ini, salah satunya dengan mendorong penegakan hukum yang transparan. Sebab proses hukum yang tidak transparan akan  berpotensi menjadikan kasus ini  ricuh dan tidak dapat dikendalikan.

Tak hanya pada daerah atau suku, rasisme sendiri juga tejadi dikalangan pelajar dan mahasiswa. Salah satu penyebab timbulnya rasisme dikalangan ini adalah adanya anggapan bahwa seseorang atau suatu kelompok tertentu merasa dirinya lebih baik dibandingkan dengan yang lain, baik itu dari segi keturunan, fisik/biologis, suku,dan lain sebagainya. Biasanya para kalangan ini menyebutnya dengan ngegeng dan memberi sebutan-sebutan khusus kepada temannya seperti Si Sipit, Si Jelek, Si Hitam, dan masih banyak lagi. Menurut mereka semua yang dilakukan hanya untuk memenuhi kesenangan sendiri dan agar tidak dianggap berbeda dengan yang lain.

Mungkin rasisme di kalangan remaja dan mahasiswa dianggap hal yang sepele. Tapi nyatanya perilaku seperti inilah yang dapat berdampak buruk bagi kondisi pskologis seseorang yang menjadi korban, mungkin hanya candaan namun hal ini dapat membuat seseorang menjadi lebih sensitif, merasa dirinya didiskriminasi, tertekan, dan menimbulkan seseorang tersebut hilangnya harga diri sehingga merasa sudah tidak dihargai lagi .

Menghapuskan rasisme dan diskriminasi bukan pekerjaan yang mudah tanpa di imbangi dengan peran pelajar dan mahasiswa itu sendiri,namun bukan berarti tidak bisa dilakukan. Untuk itu, negara harus bertindak tegas dalam menyikapi apapun masalah yang menyangkut warga negaranya,khususnya kasus diskriminasi dan rasisme ini. Karena satu nyawa saja yang menjadi korban kekerasan rasisme maka masalah bagi seluruh masyarakat indonesia.

Oleh karena itu, di sini lah peran mahasiswa untuk menangkal rasisme dengan tidak mudah menyerah dan mudah berputus asa. Kita harus selalu memliki ketangguhan,keberanian serta rasa bangga terhadap apa yang kita miliki sekarang karena perbedaan bukanlah segalanya yang harus kita debat kan lagi,tugas kita sekarang ini hanya terus berprestasi dan menggapai cita-cita yang kita impian untuk membuat kedua orang tua kita bangga.

Akhirnya mari kita rayakan Hari Toleransi Internasional 16 November yang merupakan hari peringatan tahunan yang dinyatakan UNESCO pada tahun 1995 untuk membangkitkan kesadaran publik akan bahaya intoleransi,diskriminasi, kekerasan, hingga ketidakadilan di belahan dunia dengan selalu menghargai perbedaan, melawan perbedaan dan menuntut kesetaraan melalui persatuan. Deklarasi ini dibuat sebagai wujud penghormatan terhadap bentuk ekspresi serta beragam budaya yang ada.

Oleh: Ani’matul Barizah, Mahasiswa UIN Walisongo, Nyantri Pondok Pesantren Ibnu Hadjar (PIIH) Ngaliyan, Kota Semarang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *