Manusia Penuh Ambisi

Baladena.ID/Istimewa

Kebanyakan orang, ketika mendengar kata ambisi, pasti yang terlintas di benak mereka adalah suatu watak yang memiliki konotasi negatif, yang mengarah kepada ciri manusia serakah. Pada intinya, mereka menganggap bahwa ambisi itu merupakan sifat yang menyimpang. Apalagi jika ambisi yang memiliki keterkaitan erat dengan dunia politik, pasti masyarakat langsung menilai bahwa itu adalah watak kotor yang dimiliki oleh kebanyakan politikus.

Keyakinan masyarakat terhadap doktrin bahwa ambisi adalah sebuah watak yang negatif, sepertinya sudah tidak dapat dipungkiri. Keyakinan tersebut tidaklah muncul tanpa alasan. Sebab, yang terjadi di dunia politik saat ini dan itulah penyebab utama munculnya doktrin tersebut. Bagaimana tidak? Dunia politik sekarang ini seakan beralih fungsi menjadi ajang selain untuk memperebutkan kekuasaan, juga ketenaran, dan pengaruh diri terhadap orang lain. Hal itulah yang gencar dilakukan para politikus saat ini.

Semakin tinggi kekuassan seseorang, maka semakin besar pula pengaruhnya terhadap orang lain. Kebanyakan dari mereka menganggap bahwa kekuasaan adalah segala-galanya. Selain itu, sifat nurani manusia yang pada dasarnya suka terhadap pujian, sanjungan, dan rasa dituhan-tuhakankan oleh orang lain, membuat mereka terobsesi terhadap kekuasaan. Para politikus rela bersaing matian-matian untuk mendapatkan sebuah kepuasan jiwa dengan cara berkuasa. Bagaimanapun caranya.

Seringkali, mereka menghalalkan berbagai macam cara untuk medapatkan kekuasasan setinggi-tingginya, sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Mereka tidak peduli dengan aturan agama, apalagi aturan negara. Mereka seakan-akan mengharamkan apa yang dihalalkan dan menghalalkan apa yang sudah jelas-jelas diharamkan oleh agama Islam.

Padahal, jika ditelisik lebih jauh lagi, watak ambisi pada hakikatnya merupakan sebuah watak positif yang harus dimiliki setiap orang yang beriman. Memiliki sifat ambisi sangat diperlukan dalam mewujudkan impian ataupun tujuan hidup, selama ambisi tersebut dicapai dengan cara yang baik dan benar. Ambisi akan menjadi sebuah watak positif, apabila didasari dengan ilmu pengetahuan serta sesuai dengan tuntunan al-Qur’an dan al-Hadist. Pada dasarnya, watak ambisi telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW, sebagaimana yang telah terabadikan di dalam al-Qur’an surat al-Taubah ayat 128.

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kaum kalian sendiri, berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keamanan dan keselamatan) bagi kalian, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin” (QS. Al-Taubah:128)[1]

Titik fokus ayat ini dalam konteks yang mencerminkan sifat ambisi Rasulullah SAW adalah pada kalimat ”harisun” yang bermakna sangat menginginkan, semangat, atau keinginan yang sangat kuat. Kata ambisi sendiri di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti hasrat atau keinginan yang kuat untuk  mencapai suatu impian. Di dalam tafsir al-Muyassar telah di jelaskan bahwa kata “harisun” berarti rasa antusias atau ambisi. Yang diamaksud ambisi di dalam ayat ini adalah keinginan kuat Rasulullah SAW terhadap keimanan dan kebaikan umatnya.

Rasulullah SAW sangat menginginkan umatnya mendapatkan keselamatan (selamat dari siksa neraka) dan keimanan.[2]  Dalam mewujudkan ambisi tersebut, Rasulullah SAW sangat berusaha keras, meskipun harus melewati beribu rintangan yang mengancam keselamatan beliau. Walaupun demikian, Rasulullah SAW tidak pernah mengeluh apalagi putus asa. Sebab, selain mendapatkan kekuatan dari Allah SWT, kekuatan ambisi yang dimiliki oleh Rasulullah SAW juga membuatnya terus bertahan dan terus mengobarkan semangat hingga akhir hayat.

Selain ambisi tersebut, Rasulullah SAW pada dasarnya juga mencontohkan watak ambisi dalam berpolitik. Hal itu dapat dilihat dari sifat kepemimpinan beliau ketika memimpin kota Madinah. Kata politik sendiri pada hakikatnya memiliki makna kemampuan diri dalam mengatur ketatanegaraan ataupun sistem pemerintahan. Jadi, pada awal mulanya yang namanya ambisi politik merupakan hal positif, karena ambisi politik jika di pahami secara literal adalah keinginan kuat seseorang untuk menduduki sebuah kekuasaan untuk mengatur tatanan negara. Selain dicontohkan langsung oleh Rasulullah SAW, ambisi berpolitik akan menghantarkan kesejahteraan sebuah negara, selagi cara yang dilakukan tepat sesuai dengan apa yang diajarkan oleh  Rasulullah SAW.

Mirisnya, di zaman sekarang ini banyak politikus yang menyalahgunakan wewenangnya dalam mengatur tatanan negara. Seharusnya mereka mampu membawa kesejahteraan bagi masyarakat, namun justru menyengsarakan masyarakat. Rasanya, sangat sulit sekali menemukan seorang politikus yang memiliki tujuan sesuai dengan yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Mungkin diibaratkan mencari sebuah jarum ditumpukan jerami yang menggunung. Itulah analogi yang cocok untuk menggambarkan betapa sulitnya menemukan seorang politikus yang memilki niat murni menyejahterakan masyarakat dan memahami betul apa arti sebuah kekuasaan.

Meskipun demikian, penulis masih bisa menemukan salah satu seorang politikus yang memiliki ambisi positif di tengah-tengah para politikus yang haus akan kekuasaan seperti sekarang ini. Dia juga memiliki ambisi politik seperti halnya ambisi yang dimiliki oleh politikus pada umumnya. Akan tetapi, yang membedakannya adalah tujuan serta cara dia untuk mencapai ambisinya. Pada hakikatnya, ambisi yang dimilikinya adalah suatu hal yang seharusnya lumrah dimiliki oleh para politikus lainnya. Sebab, hal itulah yang diajarkan Rasulullah SAW. Akan tetapi, hal tersebut seakan menjadi sesuatu yang langka ditemukan di zaman sekarang ini.

Seorang politikus itu adalah Mohammad Nasih. Dia seorang doktor ilmu politik penghafal al-Qur’an yang memiliki semangat tinggi untuk mencapai ambisi yang dimilikinya. Dia memiliki ambisi besar untuk meraih kekuasaan setingi-tingginya, agar bisa memengaruhi banyak orang dan menolong semua orang. Nasih pernah mengatakan bahwa dengan uang kita bisa membantu banyak orang, tapi dengan kekuasaan kita bisa bantu semua orang. Tujuan dia untuk mencari kekuasaan tidak semata-mata untuk keuntungan ataupun memuaskan hasrat politiknya. Akan tetapi, bertujuan untuk memengaruhi orang lain agar selalu berbuat kebaikan sesuai dengan pedoman agama Islam, yaitu al-Qur’an dan al-Hadist. Seringkali, orang yang berada di sekitarnya merasa heran dengan semangat ambisi yang dimilikinya.

Ambisi besar yang dimilikinya membuat dia berbeda dengan kebanyakan orang. Bagaimana tidak? Selain menjadi seorang doktor ilmu politik, dia juga seorang dosen di dua Universitas ternama di Jakarta, yaitu sebagai Pengajar di Program Pascasarjana Ilmu Politik UI dan FISIP UMJ. Dia juga seorang pendiri rumah perkaderan Monash Institute yang berdiri di kota Semarang. Setelah itu, dia juga mendirikan sebuah SMP beserta pondok pesantren yang memiliki ciri khas unik, sebuah sekolah yang sangat menjujung tinggi keseimbangan alam Indonesia. Oleh karena itu, SMP tersebut dinamakan sekolah Alam Planet Nufo (Nurul Furqan). Berdiri di kota kelahiran si doktor ilmu politik penuh ambisi, yaitu berada di Kecamatan Mlagen, Kabupaten Rembang.

Mohammad Nasih juga mengajarkan dan menanamkan watak ambisi kepada para anak didiknya, karena dia beranggapan bahwa ambisi itu sangat perlu dimiliki oleh seseorang yang sedang dalam proses belajar (Tholabul ‘ilmi). Dia mengharuskan anak didiknya untuk memiliki watak ambisi, terutama dalam hal belajar. Pendapatnya tersebut bukanlah tanpa alasan, karena ambisi merupakan salah satu pilar wajib dalam proses belajar jika ingin meraih kesuksesan. Pemikirannya tersebut selaras dengan apa yang telah termaktub di dalam Syair berbahasa Arab yang berbunyi

اَلاَ لاَتناَالُ العلم اِلاّ بِستَّةٍ ۞ سَأُنْبِيْكَ عَنْ مَجْمُوْعِهَا بِبَيَانٍ

ذُكَاءٍ وَحِرْصٍ وَاصْطِبَارٍوَبُلْغَةٍ ۞ وَاِرْشَادُ اُسْتَاذٍ وَطُوْلِ زَمَانٍ

Ingatlah! kalian tidak akan mendapatkan ilmu yang bermanfaat kecuali dengan 6 [enam] syarat, yaitu cerdas, semangat, sabar, biaya, petunjuk ustadz dan lama waktunya.

Mungkin hampir semua orang sudah tidak asing lagi dengan sya’ir tersebut, khususnya bagi mereka yang pernah duduk di bangku sekolah Madrasah Diniyyah atau yang sering kali disingkat dengan sekolah MADIN. Kedua bait sya’ir tersebut secara jelas menyebutkan ada enam perkara yang harus dimiliki seseorang yang sedang mencari ilmu, apabila ingin mendapatkan ilmu yang bermanfaat. Salah satu perkara yang disebutkan di dalam sya’ir tersebut adalah kalimat “hirsun” yang bermakna semangat, kalimat tersebut memiliki akar kata yang sama kalimat “harisun”, yaitu berasal dari kalimat “harasa”. Keduanya memang memilki arti yang berbeda, akan tetapi secara subtansial keduanya memilki kesatuan makna yang menjorok kepada makna ambisius.

Ambisi pada hakikatnya memilki manfaat yang sangat penting dalam diri seseorang, sebab dengan adanya ambisi, sesorang akan mampu memanfaatkan waktu dengan lebih baik. Seseorang yang ambisius akan cenderung antusias dalam melakuakan sesuatu. Mereka akan sangat cerdik dalam mengatur startegi dan disiplin dalam menjalani tugas, karena mereka akan selalu berusaha memenuhi target-target yang sudah direncanakan di dalam hidupnya. Selain itu, seseorang yang ambisius tidak akan mudah putus asa, karena bagaimanapun situasi dan kondisi yang ada, mereka akan terus mengobarkan api semangat di dalam hidupnya. Seseorang yang memiliki ambisi akan selalu membangun rasa percaya diri di dalam dirinya, sehingga meraka yakin bahwa meraka akan mampu mencapai target-target yang sudah tersusun secara sistematis untuk menuju sebuah kesuksesan yang hakiki.

Hal tersebut tercermin di dalam kepribadian Mohammad Nasih, karena menjadi seorang pengajar di empat tempat sekaligus bukanlah suatu pekerjaan yang mudah bagi kebanyakan orang. Sebab, selain akan menguras banyak tenaga, aktivitas mengajar yang dilakukannya akan menguras banyak materi. Semua itu tidak mudah dilakukan oleh sembarang orang. Akan tetapi, kekuatan ambisi yang dimilikinya lah yang membuat dia terus bersemangat untuk menjalankan aktivitasnya. Bahkan, untuk mencapai ambisi yang dimilikinya dia rela mengorbankan banyak tenaga, pikiran, bahkan keluarga. Hal itu semata-mata dia lakukan untuk mencapai ambisi yang dimilikinya. Ambisinya yang sangat besar untuk melahirkan manusia-manusia yang memiliki intelektual tinggi yang berlandaskan pada al-Qur’an dan al-Hadist. Dengan tujuan agar umat islam tidak tertinggal bahkan tertindas oleh kaum jahiliyyah modern seperti sekarang ini. Dia berambisi mendapatkan kekuasaan agar mampu mengembalikan kembali kejayaan Islam dan kesejahteraan umat Islam seperti halnya yang dilakukan Rasulullah SAW. Wallahu a’lam al- shawaab.

Oleh: Linda Arifatul Ulya, Disciple 2019 Monash Institute

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *