Domba, Pengusaha, dan Penguasa

Baladena.ID

Domba atau kambing merupakan binatang lucu lagi unik. Itulah kesan yang penulis dapatkan selama memelihara dan menggembalakannya sejak kecil. Di era modern yang mengedepankan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) seperti sekarang ini, domba mungkin dianggap sebagai binatang yang tidak memiliki prospek bagus. Apalagi dengan kecenderungan masyarakat modern yang materialistis, aneka bisnis yang berkaitan dengan hewan mamalia satu ini bisa dibilang tidak menjanjikan. Bahkan bagi sebagian orang, bersentuhan, apalagi bergelut dengan domba adalah hal yang menjijikkan. Tentu saja tidak menarik, karena menggembala atau berternak kambing bukan merupakan profesi bergengsi. (Dalam tulisan ini, term kambing dan domba memiliki makna dan subtansi yang sama).

Lepas dari fenomena yang ada kini, muncul pertanyaan menggelitik ketika membaca hadis Nabi yang berbunyi: “Maa baatsa Allahu nabiyyan, illaa ra’a al-ghanama (Tidaklah Allah mengutus Nabi, kecuali dia menggembala kambing).” (HR. Bukhari-Muslim). Bahkan, sebagaimana dikutip oleh Husain Haikal dalam buku Hayatu Muhammad, Rasulullah Saw, dengan rasa gembira mengenang masa mudanya saat masih menggembalakan kambing. Nabi Muhammad Saw bersabda: “Nabi-nabi yang diutus Allah itu penggembala kambing. Musa diutus, dia penggemaba kambing. Daud diutus, dia penggemaba kambing. Aku diutus, juga penggembala kambing keluargaku di Ajyad. Tentu yang menjadi pertanyaan mendasar adalah mengapa Tuhan memilih kambing untuk digembalakan oleh orang-orang terpilih-Nya, bukan hewan lainnya.”

Menurut Hasil penelitian USDA (United States Department of Agriculture) bahwa daging kambing sesungguhnya lebih baik dari daging sapi, bahkan juga lebih baik dari daging ayam berdasarkan tingkat kalori, lemak, dan kholesterolnya. Tidak hanya itu, terdapat makna filosofis yang perlu dipelajari manusia agar memahami subtansi menggembala kambing. Makna ini kemudian diharapkan mampu menggiring manusia kepada kebijaksanaan dalam rangka membangun peradaban manusia yang bermartabat, sebagaimana dilakukan oleh utusan-utusan Allah di masa lalu. Dengan itulah, tugas manusia sebagai khaliifatullah fi al-ardl (pemimpin di mukan bumi) bisa dijalankan dengan baik.

Harta dan Penghidupan Terbaik

Dalam teologi Kristen, terdapat perumpamaan domba yang hilang. Perumpamaan itu diajarkan oleh Isa kepada murid-muridnya, sebagaimana tercantum dalam Matius 18: 12-14 dan Lukas 15: 3-7. Setiap orang Kristen dilambangkan dengan seekor domba sedangkan Yesus disebut Sang Gembala Agung. Tidak heran, jika kita sering mendengar ungkapan: “Domba-domba yang tersesat, kemarilah!” Tentu saja agama Yahudi dan agama-agama sebelumnya juga memiliki cerita tersendiri terkait binatang yang satu ini. Tidak berlebihan, jikalau orang menyebut domba sebagai hewan yang istimewa dengan kesejarahannya yang tidak diragukan lagi. Sampai-sampai Nabi Muhammad Saw mengungkapkan sebuah nubuwwah tentang domba, sebagaimana dikatakan Abu Said, Rasulullah berkata: “Akan tiba masanya ketika harta muslim yang terbaik adalah domba yang digembala di puncak gunung dan tempat jatuhnya hujan. Dengan membawa agamanya dia lari dari beberapa fitnah.” (HR. Bukhari).

Baca Juga: Membangun Karakter Kepemimpinan Bangsa

Imam Muslim dalam kitab Shahih Muslim juga menulis sebuah hadis, Nabi berkata:” Termasuk penghidupan terbaik adalah seorang yang memegang kendali kudanya di jalan Allah. Dia terbang di atasnya. Setiap mendengar panggilan perang, dia terbang di atasnya dengan bersemangat untuk mencari kematian dengan jalan terbunuh (dalam keadaan syahid) atau mati biasa. Atau seorang laki-laki yang menggembala domba di puncak gunung atau lembah dari beberapa lembah. Dia mendirikan shalat, memberikan zakat, dan menyembah kepada Tuhannya hingga kematian dating kepadanya. Dia tidak mengganggu kepada manusia dan hanya berbuat baik kepada mereka.” Berdasarkan dua hadis shahih tersebut, dapat dipahami bahwa domba adalah harta muslim terbaik dan menggembalakannya adalah penghidupan terbaik, setelah jihad.

Manusia yang memiliki kecerdasan dan sensitivitas tinggi akan mendapat banyak pelajaran dari aktivitas menggembala. Syafii Antonio dalam bukunya berjudul Muhammad Saw: The Super Leader Super Manager menjelaskan bahwa kegiatan menggembala akan memiliki beberapa manfaat, diantaranya: pathfinding; mencari padang rumput yang yang subur, directing; mengarahkan dan menggiring domba-dombanya, controlling; mengawasi agar tidak tersesat atau terpisah dari kelompok, protecting; melindungi dari hewan pemangsa dan pencuri, reflecting; perengungan terhadap alam semesta yang demikian indah. Manfaat menggembala yang termanifestasikan dalam beberapa indikator tersebut, sangat diperlukan oleh seorang pengusaha. Tanpa kemampuan itu, usaha yang dijalankan tidak akan berkembang pesat dan optimal. Sesungguhnya, beberapa kemampuan tersebut juga harus dimiliki oleh seorang pemimpin politik (baca: negara).

Seorang pemimpin dituntut dapat berbuat adil kepada rakyatnya, sehingga amanah yang diberikan harus diemban dengan penuh kejujuran dan tanggung jawab. Dengan demikiran, terwujudnya masyarakat adil, makmur, dan sejahtera bisa diharapkan. Terdapat hadis Nabi tentang pemimpin yang sangat terkanal berbunyi: Kullukum raa’in, Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. Terjemahan tekstualnya, bahkan diartikan sebagai penggembala, bukan pemimpin. Penggembala akan dimintai pertanggungjawaban atas gembalaannya. Begitu juga setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyatnya. Pemimpin yang baik adalah penggembala yang baik.

Domba disebut harta terbaik, karena memiliki kadungan gizi tinggi dan manfaat yang multiguna. Aktivitas menggembalakannya disebut juga penghidupan terbaik, karena memang tidak mudah dan membutuhkan kesabaran, serta tanggung jawab yang tinggi. Secara kontekstual, aktivitas menggembala yang disebut penghidupan terbaik itu tidak terbatas pada menggembala domba saja, tetapi pada saatnya adalah menggembala umat dan bangsa.

Tidak heran jika Mohammad Nasih menyebut, pahala dan dosa terbesar adalah milik politisi, yang pada setiap gerak-langkah kebijakannya, akan menentukan nasib banyak orang yang dipimpinnya. Karena itu, mari menggembala, mari berwirausaha, mari berpolitik dan berkuasa, untuk mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridlai Allah Swt dan menjadi umat terbaik di sisi Tuhan yang maha kuasa dan utusan-Nya. Wallahu a’lam bi al-shawaab.

Sumber: Koran Wawasan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *