Tentang Kohati: Penjelasan Mukaddimah Pedoman Dasar Kohati (PDK)

Dalam al-Qur’an, diterangkan bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi (QS an-Naml:62). Sebagai khalifah, manusia diberi wewenang berupa tugas dan tanggung jawab yang harus diemban semasa hidup. Hal tersebut menunjukkan bahwa manusia mempunyai kedudukan yang lebih mulia daripada makhluk ciptaan Allah swt yang lain. Hal ini telah diabadikan di dalam QS al-Isra’:70.

Laiknya tabula rasa yang berarti kertas putih kosong, pada hakikatnya manusia lahir ke dunia dalam keadaan suci tanpa noda. Tatkala mereka beranjak dewasa, mulai kertas kosong tersebut terisi titik-titik tindakan manusia selama hidup. Oleh sebab itu, agar manusia dalam berperilaku dan bertindak tidak menyeleweng dan tetap pada jalan yang lurus, diperlukan sebuah pedoman atau petunjuk dalam hidup.

Pedoman merupakan perkumpulan dari seperangkat ketentuan tentang cara mendasar yang dapat memberikan arah tentang bagaimana sesuatu harus dilakukan atau disebut juga dengan petunjuk atau bisa juga disebut dengan pegangan dasar. Oleh sebab itu, adanya pedoman dalam menjalankan sesuatu sangat urgen atau penting untuk diterapkan.

Suatu pedoman tidak hanya berlaku untuk individual manusia saja, melainkan juga berlaku dalam sebuah organisasi atau lembaga. Korps HMI-Wati (Kohati) adalah sebuah lembaga yang berisi perempuan-perempuan dengan status mahasiswa. Kohati berperan sebagai pencetak dan pembina Muslimah Sejati untuk menegakkan dan mengembangkan nilai-nilai ke-Islaman dan ke-Indonesiaan.

Sebelumnya, mereka harus melewati satu persyaratn terlebih dahulu yakni telah lulus latihan kader 1. Latihan kader 1 atau biasa disebut LK1 adalah sebuah latihan yang harus dijalani seseorang, baik laki-laki maupun perempuan untuk masuk Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Kohati secara legal formal berada di bawah naungan HMI, tetapi mempunyai keleluasaan dan kewenangan dalam beraktivitas serta berkreativitas di dalam intern HMI, terkhusus dalam ranah pembinaan kualitas kader baik yang bersifat pengembangan intelektual maupun finansial. Pengembangan ini harus sesuai dengan Pedoman Dasar Kohati (PDK) dan konstitusi HMI yaitu AD dan ART HMI

PDK tersusun atas beberapa bagian, beberapa diantaranya ada ketentuan umum, nama, waktu, tempat, tujuan, usaha, status, keanggotaan, struktur organisasi, tugas dan wewenang, administrasi kesekretariatan. Sebelum ke pembahasan mengenai substansi materi di atas, terdapat empat rangkaian paragraf pendahuluan yang bernama mukaddimah. Berikut akan penulis jabarkan lebih lanjut mengenai empat paragraf tersebut:

Paragraf pertama: Sesungguhnya Allah SWT, telah mewahyukan Islam sebagai ajaran yang haq dan sempurna untuk mengatur umat manusia agar berkehidupan sesuai fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi dengan kewajiban mengabdikan diri semata-mata kehadirat-Nya.

Paragraf di atas secara implisit diterangkan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar yang harus dianut umat manusia (QS. at-Taubah: 33). Al-Qur’an sebagai kitab pedoman umat Islam telah menunjukkan buktinya. Sebagaimana penulis kutip dalam pernyataan Dr. Mohammad Nasih bahwa ketika seluruh pernyataan rasional dalam al-qur’an adalah benar-benar terbukti, maka apabila ada hal irrasional yang belum terverifikasi kebenarannya kita harus meyakininya.

Dalam kalimat talbiyah laailaahaillallah terkandung makna tersirat. Makna tersebut berjumlah dua Hal. Hal pertama berupa penafikan dan yang kedua berupa peniadaan. Laailaaha (tidak ada Tuhan) mengandung maksud Tuhan itu hanya satu. Tuhan itu tunggal. Dan Illallah (kecuali Allah swt) mengandung maksud Tuhan itu hanya Allah swt. Jadi, tiada Tuhan yang lain selain Allah swt.

Selain itu, sebagaimana yang telah penulis jelaskan di awal bahwa manusia adalah khalifah di muka bumi (QS al-Baqarah: 30), hanya manusia yang mampu mengemban tugas dan tanggung jawab yang besar. Dalam (QS al-Ahzab: 72) juga telah ditegaskan langit, bumi dan gunung menolak tugas yang diberikan Allah swt yaitu sebagai khalifah di muka bumi. Dari sini, kita mengetahui bahwa tugas sebagai khalifah sungguh sangat berat, sampai akhirnya hanya diberikan kepada manusia.

Paragraf kedua: Di sisi Allah SWT, manusia baik laki-laki maupun perempuan mempunyai derajat yang sama, yang membedakan hanyalah ketakwaannya, yakni sejauhmana istiqamah mengimani dan mengamalkan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.

Pada paragraf kedua, dijelaskan mengenai sebuah kesetaraan hak antara laki-laki dengan perempuan. Tidak ada pembedaan berdasarkan pada gender. Jadi, yang membedakan diantara mereka hanya terletak pada ketakwaan, yaitu sejauh mana tingkat atau daya ibadah mereka kepada Allah swt (QS al-Hujurat: 13). Apakah mereka benar-benar memanfaatkan waktu sebaik mungkin atau justru sebaliknya.

Paragraf ketiga: Dalam rangka memaknai peran strategis tersebut, maka HMI-Wati dituntut untuk menguasai ilmu agama, IPTEK serta keterampilan yang tinggi dengan senantiasa menyadari fitrahnya.

Dalam buku Tipologi Manusia Menurut al-Qur’an (2007, Labda Press) mengikuti pendapat Ibnu Katsir dalam kitab Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir II ditegaskan bahwa manusia mempunyai fitrah bertuhan. Lanjutnya, fitrah hanyalah sebuah potensi dasar yang harus senantiasa dipelihara dan dikembangkan, sejak seorang manusia lahir ke dunia dari rahim ibunya. Oleh sebab itu, sebagai kader Kohati perlu menenkankan salah satu peran perempuan ini di masa depan, yaitu sebagai ibu. Ibu menjadi pion utama pembentukan arah pandang, karakter, dan perilaku anak.

Guna mempersiapkan diri menjadi ibu yang paripurna, mulai saat ini perempuan harus sadar betul akan tugas dan tanggug jawabnya sebagai perempuan. Jangan karena budaya patriarki yang masih melekat kuat di tengah-tengah hegemoni masyarakat membuat kaum perempuan kurang berdaya dan condong bergantung pada laki-laki. Padahal, untuk mendidik dan mengajari anak memerlukan kesiapan yang matang ditinjau dari segala aspek kehidupan.

Paragraf keempat: Perempuan sebagai salah satu elemen masyarakat harus memainkan peran strategis dalam mewujudkan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT. Sebagai salah satu strategi perjuangan dalam mewujudkan mission HMI, diperlukan sebuah wadah yang menghimpun segenap potensi dalam wacana keperempuanan. Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, HMI membentuk Korps HMI-Wati (Kohati) yang berpedoman pada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga HMI.

Dalam paragraf keempat dari mukaddimah Pedoman Dasar Kohati (PDK), secara eksplisit dijelaskan bahwa perempuan bukan hanya mempunyai peran domestik, tetapi juga publik. Publik di sini maksudnya adalah turut berkecimpung dalam kursi-kursi kekuasaan (red: politik) (QS at-Taubah: 71). Mengapa demikian? Sebab, kesuksesan terbesar dalam mengubah sesuatu atau mempengaruhi suatu hal adalah melalui kebijakan. Sehingga, perempuan mau tidak mau harus terjun secara langsung dalam konstelasi politik. Wallahu a’lam bi al-shawaab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *