Sebagai mahasiswa, kita memiliki beberapa peran penting, diantaranya adalah agen of change dan social control. Dimana beberapa tugas tersebut bersifat begitu berat dan penuh tanggungjawab. Apalagi sebagai seorang kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Selain memiliki tanggungjawab terhadap negara, kita juga mamiliki tanggungjawab terhadap agama, terutama terhadap Tuhan kita. Oleh karena itu, sudah selakyaknya proses kita dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai mahasiswa sekaligus Kader HMI, haruslah dilalui dengan benar. Terus menjalankan segala kewajiban sebagai mahasiswa dengan baik, dan memenuhi segala tanggung jawab kepada Allah semaksimal mungkin.
Namun, realitas kerap kali tidak sesuai dengan idealitas. Disitulah letak masalah yang sesungguhnya. Karena masalah ini berasal dari dalam lingkup organisasi sendiri. Hampir seluruh kader HMI, tidak mampu memahami isalam secara benar dan tepat. Bahakan hanya sekedar mengetahui covernya saja, mereka belum mampu.
Misalnya, dalam beberapa training Latihan Kader 2 yang pernah penulis temui, jika dipresentasekan seluruhnya, hampir 50% kader HMI yang menjadi peserta dalam training tersebut, masih belum bisa membaca al Quran dengan baik dan lancar. Bahkan 5% diantara mereka sangat kesulitan dalam membaca al Quran. Mereka mengakui bahwa terakhir kali mereka membaca al Quran, beberapa bulan yang lalu, bahkan ada yang beberapa tahun yang lalu.
Padahal al Quran merupakan pedoman dasar dan juga utama dalam HMI. Berbagai bentuk perjuangan dan perjalanan kita untuk mencapai 5 insan cita sudah ada dalam al Quran. Bahkan dalam Hymne HMI, yang pada setiap acara kita nyanyikan, juga terdapat lirik “Turut al Quran hadis, jalan kesalamatan”. Sudah sangat jelas bahwa al Quran sebagai dasar dan pedoman kita sebagai kader HMI ini sangatlah penting untuk kita kuasai. Lalu, jika membacanya saja belum sesuai kaidah bacaan yang ada, bahkan belum bisa mambaca al Quran sama sekali, bagaimana cara kita menjadi kader yang dapat mencapai tujuan HMI?
Permasalahan yang kedua masih terletak pada dasar keislaman yang belum bisa dipenuhi secara sempurna oleh para keder. Kewajiban berupa sholat 5 waktu masih sangat disepelekan. Hal tersebut juga dapat kita lihat saat para kader melaksanakan training atau bahkan ketika sedang kumpul-kumpul untuk diskusi. Banyak sekali diantara mereka yang tidak memeperdulikan masuknya waktu sholat. Mereka lebih fokus untuk terus melanjutkan kegiatan training ataupun diskusi yang tengah mereka jalankan. Masih asyik diskus, belum mencapai titik, dan masih banyak lagi apologi yang mereka utarakan. Padahal sholat bukanlah sesuatu yang bisa ditawar ataupun ditunda, kecuali memang dalam keadaan yang benar-benar mendesak. Jika sudah seperti itu, tidak ada lagi yang bisa menjamin apakah mereka akan menjalankan sholat atau tidak.
Krisis ketaqwaan dan keimanan ini sudah menyebar hampir diseluruh kader HMI. Penyakit inipun terkesan menular. Karena mereka melakukan kegiatan secara bersamaan, akibatnya beberapa kader yang terbiasa sholat berjamaah, namun belum memiliki keistiiqomahan akan mengikuti arus tidak sholat bersama teman-temannya.
Realita miris seperti ini, apabila dibiarkan dan terus dilestirakan akan menjadikan HMI terbunuh secara perlahan. Keislaman yang seharusnya menjadi modal utama, justru digrogoti oleh kader yang ada di dalamnya. Bukannya tidak mungkin, beberapa puluh tahun lagi Himpunan Mahasiswa Islam hanyalah sekedar kedok nama belaka. Namun eksistensi yang ada didalamnya, justru berisi orang-orang yang menyekutukan tuhan secara berjamaah.
Oleh karena itu, sudah sepantasnya sebagai Kader HMI, kita mulai untuk memeperbaiki berbagai kerusakan dan kesesatan yang sudah mulai terlihat ini. Setidaknya kita mulai rubah dari diri kita sendiri. Selanjutnya kita tegaskan pentingnya sholat berjamaah kepada seluruh kader HMI yang ada demi menghidupkan kembali ruh Islam dalam diri HMI. Kita ajak mereka untuk menjalankan dahulu kewajiban kepada Tuhan dengan bahasa semenarik mungkin. Selain itu, kajian tajwid yang baik dan benar di masing-masing komisariat yang dilakukan secara rutin, nampaknya bisa menjadi solusi konkret dalam menghadapi permasalahan tersebut. Sehingga, ketika dasar keislaman tersebut telah mengakar dalam diri masing-masing kader, harapan untuk segera mewujudkan tujuan HMI pun akan mudah terealisasikan.