Rokok, alkohol dan narkoba adalah segelintir hal yang sudah tidak asing lagi di telinga kita. Mereka termasuk ke dalam zat adiktif. Zat adiktif adalah suatu zat yang dapat menimbulkan rasa ketergantungan secara terus menerus atau disebut dengan kecanduan. Padahal, makanan atau minuman yang mengandung zat adiktif dalam jangka panjang dapat merusak komponen sel-sel syaraf hingga yang paling krusial adalah kematian.

Selain contoh yang telah disebutkan di atas, ternyata ada satu zat adiktif lain yang digemari masyarakat dari berbagai kalangan usia, tetapi sama-sama mengundang candu, dan apabila dikonsumsi secara berlebihan dapat menyebabkan kematian. Apa itu? Gula. Dalam buku Pure, White, and Deadly: How Sugar is Killing Us and What We Can Do to Stop It yang ditulis oleh John Yudkin, gula disebut sebagai barang pure, white and deadly. Si murni, putih, tapi mematikan ini, pada mulanya berasal dari New Guinea (saat ini Papua Nugini) sekitar 8.000 SM. Namun, produksi tebu sebagai bahan dasar gula dimulai dari negara India tahun 400-350 SM, kemudian lambat laun menyebar ke seluruh dunia.

Secara umum, gula terbagi atas beberapa jenis, diantaranya gula merah, gula pasir, gula nira dan lain sebagainya. Jenis gula-gula tersebut apabila dikonsumsi dalam takaran yang berlebihan dapat menyebabkan berbagai penyakit yang membahayakan tubuh, seperti diabetes, obesitas, jantung dan lain-lain. Hal ini selaras dengan apa yang dinyatakan dalam islam pada QS. al-A’raf ayat 31:

Baca Juga  Sempurnakan Kesehatan dengan Peduli kepada Kesehatan Mental

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوٓا

Artinya: “Makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan.”

Oleh sebab itu, Departemen Kesehatan RI memberikan rekomendasi batas aman konsumsi gula harian sebesar 50 gram atau setara dengan 4 sendok makan. Mengingat, data dari International Diabetes Federation (IDF) Atlas tahun 2021 menyebutkan bahwa Indonesia menempati peringkat ke-5 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia. Angka ini meningkat hampir dua kali lipat hanya dalam waktu dua tahun, dibandingkan tahun 2019 sebesar 10,7 juta. Perlu kita ketahui bahwa diabetes memang dijuluki sebagai ‘the silent killer’. Tapi, tentu saja bukan karena julukan ‘the silent killer’ itu sehingga pemberitaan kematian akibat diabetes nyaris tak terdengar.

Pada abad 21 ini, menemukan makanan atau minuman yang tidak mengandung gula sulit untuk dilakukan. Contoh saja boba, thai tea, dalgona coffe, dessert dan contoh minuman atau makanan yang sempat viral beberapa waktu yang lalu tidak terlepas dari gula. Rasa manis yang ditawarkan makanan atau minuman tersebut memang selalu tidak gagal mengundang ramai orang untuk membelinya.

Namun, dibalik tampilan yang menggugah selera, menarik, dan rasa yang enak, ternyata ada penyakit-penyakit yang mengintai. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah upaya untuk menangkal bahaya penyakit tersebut.  Salah satu hal yang dapat dilakukan adalah dengan mengontrol diri dalam mengonsumsi makanan dan minuman yang manis. Kita bisa mengurangi jumlahnya atau prefer menggunakan gula rendah kalori. Sekarang, sudah banyak pilihan produk-produk gula rendah kalori yang dapat dikonsumsi manusia. Tidak hanya rendah kalori, tapi juga menyehatkan. Mari, kita ubah pola hidup agar kesehatan kita senantiasa terjaga. Sebab, sehat itu mahal harganya. Wallahu a’lam bi al-shawaab.

Wahyuni Tri Ernawati
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Walisongo Semarang. Bidang Internal Kohati HMI Cabang Semarang 2022-2023

Degradasi Keislaman Kader HMI Masa Kini

Previous article

Sparring Partner

Next article

You may also like

Comments

Ruang Diskusi

More in Health