Organisasi pengkaderan adalah hal yang sangat penting, sebab kader adalah orang yang terorganisir secara terus menerus yang akan menjadi tulang punggung bagi kelompok lebih besar untuk organisasi, kegagalan pengkaderan berarti gagal dalam berorganisasi apalagi jika organisasi itu berbasis gerakan kemanusiaan. Mengingat pentingnya kaderisasi maka setiap organisasi dituntut untuk membina kader berkualitas agar kelak eksistensi dari organisasi tetap terjaga.
Pola sebuah kaderisasi diawal dari konsep, yang dimana konsep tersebut harus menjadi sesuatu yang dibutuhkan. Seperti misalnya pendidikan dan ilmu pengetahuan, aktualisasi, serta kesejahteraan baik dari segi jasmani maupun rohani. Maka dengan kebutuhan itu konsep akan menciptakan sesuatu yaitu tugas dalam membentuk pengembangan diri, baik dalam soft maupun hard skill. Yang dimaksud dengan masa depan yang ideal adalah pribadi seseorang yang akan datang, setelah mengikuti kaderisasi hingga tercipta pribadi yang partisipatif, aspiratif, mandiri, beretika, dan non hegemoni. Di dalam kaderisasi tersebut terdapat dua tokoh, orang yang dikader dan juga orang yang mengkader. orang yang dikader ini harus mengikuti segala hal yang harus dipenuhi, supaya menjadi insan kader pada organisasi itu sendiri.
Ada beberapa orang yang mungkin tidak ingin mengikuti proses kaderisasi, tapi ingin menjadi anggota yang baru tersebut. bila ada seorang kader yang merasa sudah pantas tanpa harus ada kaderisasi, akan timbul asumsi dan juga pertanyaan yang sangat banyak. asumsi itulah yang akan menyebabkan orang itu bingung, dengan apa yang akan dilakukan setelah menjadi anggota tanpa tahu apa yang harus dilakukan. Di sinilah peran kaderisasi, selain membentuk kader juga akan memberi petunjuk dan juga arah setiap orang yang dikader. Itulah tugas pengkader. Mereka harus memberi kaderisasi yang beresensi, sehingga dapat menciptakan insan yang baik. Pengkader juga harus tahu arah orang yang dikader ini. Untuk itu biasanya di dalam organisasi ada Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD-ART).
Kaderisasi dari masa kemasa seharusnya beda pola dan tentunya pola-pola yang digunakan adalah yang konteks dengan zaman dan tidak monoton , hal lucu namun tidak layak ditertawakan jika kultur bersifat memaksa meski itu sudah tidak relevan dengan zaman ,apalagi jika senior yang purna jabatan diorganisasi masih menyetir dan turut turun tangan dalam eksekusi pengkaderan, peranan senior purna jabatan memang sangat dibutuhkan dalam berlembaga namun bukan berarti dia punya otoritas untuk menyetir ,tugas senior hanya sebatas memberi masukan,saran dan kritikan atau kalau mau terjun jadi pemateri ini lebih bermanfaaat, selebihnya silahkan berikan kewenangan kepada fungsionaris lembaga untuk menjalankan sebagaimana konsep yang diusung , jikapun hal hal demikian dilakukan karena ketakutan berlebih maka kukatakan berhenti berteriak dimuka toa mengkritik birokrasi jika kau masih takut mengkritik senior ingat seperti Birokrasi senior juga bukan Tuhan yang selalu benar.
Berbagai macam fenomena didapati saat pengkaderan mulai dari dihukum ala militer,kata-kata kasar sampai pemukulan gaya preman, maaf jika sedikit keras dalam penyampaian ini namun ini bentuk kepeduliaan penulis terhadap organisasi apalagi yang notabennya pergerakan. Banyak dalih yang dilemparkan untuk itu mulai dari membentuk mental sampai yang paling bantet menjaga kultur. Berbicara tentang kultur saya heran mengapa yang dipertahankan selalu kultur gaya militer ? entah ini hanya kebetulan atau jangan jangan ini hanya ajang balas dendam yang berkedok kultur karena hemat penulis budaya literasi yang lebih urgen dipertahankan justru semakin kendor dari hari kehari bahkan fungsionaris lembaga semakin banyak yang hanya bangga memamerkan buku bacaan dibanding membacanya . menyoal mental katanya kaderisasi cara keras dapat melatih mental kader, pertanyaannya kemudian mental seperti apa yang ingin dibentuk ? mental penakut atau mental kerupuk ? kita tidak butuh kader penakut namun kader pemberani jika sedari dini kita sudah mengajarkan membeok jangan salah jika nantinya mereka menjadi penjilat.
Kini, HMI memasuki usia 74 Tahun, tentunya problematika dan dinamika kebangsaan, hingga dinamika organisasi secara internal telah banyak dilalui oleh HMI. Namun, bukan hal itu yang membuat semangat juang kader-kader HMI menjadi surut, bahkan menjadi semangat juang untuk terus melakukan proses kaderisasi, terus berkiprah, berkontribusi demi cita-cita yang mulia yakni kepentingan Ummat dan Bangsa dengan semangat Keislaman dan Keindonesiaan. Seperti kata orang bijak “Semakin tinggi pohon itu tumbuh, maka semakin besar angin yang akan menerpanya”, begitulah yang dihadapi HMI saat ini, hampir setiap saatnya problematika yang diperhadapkan HMI, namun tidak membuat eksistensi HMI berkurang.
Ketika melihat situasi kondisi HMI saat ini, sehingga tidak sedikit kader HMI yang merasa pesimis akan keberlangsungan organisasi tertua ini dalam eksistensinya sebagai mesin pencetak yang terus mendistribusikan kader pemimpin bangsa di masa depan. Kisruh akhir-akhir ini secara terang-terangan menampilkan bahwa HMI sering disusupi dengan isu dualisme yang gila kekuasaan. Namun, sebagian kader juga masih optimis bahwa HMI akan terus ada dan berkembang, selama proses kaderisasi HMI tidak tersentuh dengan politisasi, maka eksistensi HMI tidak akan pudar.
“Selamat milad himpunanku, Himpunan Mahasiswa Islam yang telah mengajariku sebagai seorang pejuang. Semoga engkau terus melahirkan kader militan kepada organisasi serta menjadi harapan masyarakat Indonesia.”
Oleh: Irwan Hidayat, Ketua Umum BPL HMI Cabang Jember Periode 2019-2020