Keluarga merupakan tempat pertama bagi pembentukan karakter dan pendidikan anak. Orang tua dan rumah adalah sekolah pertama yang dikenal oleh anak, karena peran orang tua sangatlah penting. Dalam mendidik anak, orang tua juga mempunyai cara yang berbeda-beda, seperti dididik dengan lembut maupun keras oleh orang tuanya. Namun, kebanyakan anak dididik dengan lembut, penuh kasih sayang, sehingga anak keterusan dan mudah tergantung pada orang lain.
Peran orang tua dalam mendidik anak pada zaman sekarang semakin sulit, apalagi zaman semakin canggih ini. Di saat alat eletronik sudah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari anak-anak. Dan akan menjadi bahaya apabila orang tua tidak selalu mengontrol gerak-gerik anak. Bahkan, di zaman sekarang, zaman yang berbalik dengan zaman dahulu. Karena pada zaman dahulu, anak dibina orang tua dengan keprihatinan tetapi hasilnya pun luar biasa.
Seperti kisah seorang doktor yang hafidh al-Qur’an, yaitu Mohammad Nasih. Ia merupakan guru besar di rumah perkaderan Monash Institute Semarang. Santri-santri Monash memanggilnya dengan sebutan abah. Sosok Mohammad Nasih atau abah mempunyai perjalanan panjang dalam menempuh pendidikan, terutama tempat pendidikan pertamanya, yaitu keluarga.
Orang tua abah adalah seorang guru ngaji, bahkan hafidh-hafidhah. Bapaknya bernama H. Mudzakkir, seorang kepala desa pada masanya, sekaligus guru ngaji. Ibunya bernama Hj. Chudzaifah, seorang guru ngaji juga di masyarakat sekitar. Rumah abah terletak di Desa Mlagen, sebuah desa yang berada di Kecamatan Pamotan Kabupaten Rembang. Kegiatan ibunya yaitu mengaji bersama ibu-ibu, mulai dari tetangga rumah ataupun tetangga desa. Dengan profesi orang tua yang menjadi guru, tidak ketinggalan seorang anak adalah muridnya. Mohammad Nasih serta saudara-saudaranya dididik langsung oleh bapak dan ibunya, seperti membaca al-Qur’an yang selalu ditekankan makharijul huruf-nya dan membaca kitab gundul.
Dalam mendidik anak-anaknya, Mudzakkir selalu tegas, bahkan keras. Berbeda dengan Chudzaifah, ketika mengajar anak-anaknya dengan sedikit kelonggaran. Itu menjadikan Nasih lebih menyukai belajar bersama ibunya daripada bapaknya yang keras dalam mendidik. Suatu hari, ketika Nasih dan kakak perempuannya belajar bersama bapaknya, selalu ada alasan bagi Nasih untuk tidak mengikuti pembelajaran. Di antaranya, Nasih sering meminta izin ke belakang dengan alasan yang tidak sewajarnya, yaitu buang air besar (BAB). Karena keseringan izin ke belakang, bapaknya nampak mulai mencurigai perlakuan Nasih yang mempunyai maksud tidak mengikuti pelajaran. Kemudian Mudzakkir agak menghardik anaknya tersebut. Berbeda dengan kakak perempuannya yang selalu menikmati pelajaran tersebut. Dengan rasa tidak ikhlas, Nasih tetap mengikuti pelajaran tersebut, sebab mengikuti pembelajaran sudah menjadi kewajiban bagi Nasih dan saudara-saudaranya.
Cita-cita Nasih sewaktu kecil tepatnya kelas 6 SD, ia menginginkan menjadi seorang pembalap dengan memakai motor RX-king. Namun, untuk memiliki motor tersebut tidak mudah, dia harus memenuhi syarat dari bapaknya, yaitu bisa membaca kitab Jalalain. Nasih pun kemudian menyetujuinya. Baru satu bulan, Nasih merasa ini adalah akal bapaknya untuk memberikan persyaratan itu dan belajar membaca kitab kuning tidak semudah yang Nasih pikirkan, sehingga pikiran memiliki motor tersebut mulai hilang.
Sebab, cita-cita dimasa kecilnya ingin menjadi pembalap. Nasih pernah keliling desa untuk mengendarai motor milik Bapaknya. Ketika mengendarai, jarum speedometer semakin menaik pertanda bahwa kecepatan pengendara semakin kencang. Praaaakkkkkk…. Nasih menabrak salah seorang warga Mlagen. Herannya, ketika kejadian itu, Nasih langsung melarikan diri dari jalan tersebut, sebut saja tabrak lari. Selang beberapa hari kemudian, keluarga dari pihak yang ditabrak oleh Nasih memberi pengaduan atas kelakuan Nasih.
Melihat kelakuan anaknya, Mudzakkir langsung turun tangan untuk menghardik anaknya. Nasih dicambuk menggunakan kebyok (seperti sapu lidi tapi jumlahnya sedikit, biasanya dipakai untuk membersihkan tempat yang berdebu) oleh bapaknya, bahkan ada lidi yang masuk dalam kulit kaki Nasih saking kerasnya cambukan itu kepadanya. Mudzakkir juga berkata:”Aku isin nduwe anak koyok kue, bapak ibukmu iki hafidh-hafidhah. Tapi, kelakuan anake kok koyok ngene, bapakmu isin.” Yang artinya, saya malu mempunyai anak sepertimu, bapak ibumu ini hafidh-hafidhah. Tapi, kelakuan anaknya seperti ini, bapakmu malu.”
Setelah bapaknya berkata seperti itu, Nasih pun mulai memikirkan perkataan bapaknya. Kemudian Nasih meneruskan pendidikannya di Pondok Pesantren an-Nur Lasem, pondok kitab. Anehnya, di pondok kitab tersebut Nasih nekat menghafalkan al-Qur’an. Berawal dari doktrin bapaknya yang mempunyai anak hanya membuatnya malu, Nasih begitu cepat dalam menghafalkan al-Qur’an, tidak ada dua tahun sudah menjadi seorang hafidh dan keluar dari pondok tersebut sudah bisa membaca kitab, sesuai persyaratan dari bapaknya untuk mendapatkan motor RX-king waktu kecilnya. Tapi sayang, bapak tercinta yang mempunyai cara mendidik anaknya telah dipanggil oleh Allah.
Mudzakkir, seorang bapak yang keras menjadi perjalanan keberhasilan Nasih sebagai manusia yang cukup sukses dalam kedisliplinannya. Bagaimana tidak? Nasih sebagai; guru besar rumah perkaderan Monash Institute, politikus, dosen Pascasarjana Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), serta hafidh sesuai doktrin bapaknya. Begitupun Nasih yang sekarang, mendidik anak-anaknya seperti Nasih dididik oleh bapaknya, supaya menciptakan rasa tanggung jawab sejak kecil dan disiplin dalam menghargai waktu.
Untuk menciptakan anak yang berkualitas, orang tua harus tegas, keras, dan bijak. Seseorang yang sukses pasti mempunyai rintangan dan cobaan yang tiada henti. Tidak ada cerita, seorang anak yang dimanja-manja oleh orang tuanya bisa sukses dengan usahanya. Ada sebuah pepatah “berakit-rakit dahulu, bersenang-senang kemudian. Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.” Artinya, apabila ingin mendapatkan kesenangan atau keberhasilan di kemudian hari, haruslah berani bersusah payah terlebih dahulu. Maka, tegas dan keras dibutuhkan orang tua dalam mendidik anak supaya menciptakan anak yang disiplin dan bijaksana sejak dini.
Oleh; Mamluatur Rohmah, Disciple Monash Institute 2019
Joss