Kata syukur memang mudah untuk diucapkan. Namun implementasinya dalam kehidupan butuh diperjuangkan. Setiap manusia diciptakan dengan bentuk fisik yang berbeda, di antaranya warna dan tekstur kulit, rambut, bentuk hidung, dll. Selain itu, sifat fisiologis dan psikologis masing-masing individu juga berbeda. Sifat fisiologis meliputi metabolisme tubuh, fungsi alat-alat tubuh, sistem hormonal, maupun sistem enzimatis. Sedangkan sifat psikologis berkaitan dengan kondisi kejiwaan seseorang yang terkait dengan perwatakan dan IQ.
Dalam ilmu biologi, yaitu mengenai hereditas pada manusia dijelaskan mengenai gen dan penyakit-penyakit yang ada di dalamnya. Kita tidak bisa memungkiri bahwasanya orang tua membawa pengaruh penting terhadap sifat bawaan anak. Hal ini disebabkan oleh alel-alel yang tertaut pada kromosom seks (gonosom) maupun kromosom tubuh (autosom) yang dapat bersifat dominan maupun resesif. Sebagian besar penyakit keturunan dibawa oleh alel yang bersifat resesif sehingga diderita oleh individu bergenotipe homozigot resesif. Contohnya ialah penyakit Albino, Siklemia, Galaktosemia, dll. Namun ada pula beberapa penyakit yang disebabkan oleh alel homozigot dominan, seperti Polidaktili, Sindaktili, Talasemia, dll. Untuk individu dengan keadaan heterozigot , ia memiliki kondisi yang normal namun memiliki peluang untuk menurunkan sifat kepada anaknya (Carrier).
Allah memberikan nikmat yang adil kepada hamba-Nya. Nikmat yang diberi tak serta merta sama satu dengan yang lainnya. Ada yang diberi kelebihan dalam fisik, harta, maupun hal lainnya. Terkait hereditas, bentuk tubuh kita tidak lain mirip dengan orang tua kita. Entah tinggi atau pendek, pesek atau mancung, kulit gelap atau terang, maupun yang lainnya. Kita tidak bisa memilih dari lahir dari rahim yang mana dan dengan keadaan yang bagaimana. Yang bisa kita lakukan hanyalah bersyukur kepada Allah atas segala pemberian-Nya.
Allah berfirman dalam al-Quran surat Ibrahim ayat 7, yang berbunyi:
واذ تئذن ربكم لئن شكرتم لازيدنكم ولئن كفرتم ان عذابى لشديد
“Sesungguhnya jika kalian bersyukur, niscaya akan kami tambah (nikmat) kepada kalian. Dan jika kalian mengingkari, maka sesungguhnya azab-Ku sangatlah pedih.”
Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa jika kita bersyukur, maka Allah akan menambah nikmat kita. Entah itu berupa benda, maupun ketenangan hati. Syukur akan membuat orang merasa optimis dalam menjalani kehidupan. Tak kan ada yang namanya iri maupun dengki terhadap nikmat yang Allah beri kepada orang lain. Hal ini karena hatinya telah tertanam bahwa setiap manusia sudah memiliki jatahnya masing-masing, begitu pula dirinya. Di sisi lain dari ayat itu juga diterangkan bahwa jika kita mengingkari nikmat-Nya, maka kita akan mendapatkan siksa yang amat pedih dari Allah.
Sebagai manusia yang Allah beri kesempurnaan akal, sudah sejatinya kita bersyukur atas segala nikmat yang telah Ia beri. Tak hanya mengenai fisik, pula mengenai harta. Fisik maupun harta merupakan ujian bagi kita. Harta yang banyak mengindikasikan kita untuk senantiasa berderma kepada orang-orang yang membutuhkan. Paras dan anggota tubuh yang sempurna juga merupakan ujian. Ia harus kita jaga dengan baik dan kita gunakan untuk melakukan kebaikan. Kendati semua itu akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah di akhirat kelak.
Kita tak boleh melulu mengeluh atas sedikit kekurangan yang ada pada kita, karena nikmat-Nya lebih besar daripada ujian yang Ia beri. Banyak orang yang kurang beruntung dibanding kita. Di luar sana ada orang yang terlahir tanpa tangan, kaki, bahkan ada yang baru lahir lalu meninggal. Lihatlah ke bawah atas segala urusan duniawi agar hidup kita tenang dan bahagia. Jika hidup hanya memandang ke atas, maka segala urusannya takkan pernah selesai. Kebahagiaan bukan diukur dengan apa yang kita miliki. Tetapi ia diukur dari seberapa besar penerimaan kita terhadap apa yang kita miliki.
“Semua itu bukan tentang mengapa aku ditakdirkan seperti ini, tetapi tentang apa yang bisa aku lakukan dengan keadaan seperti ini.”
Wallahu a’lam bi al-shawaab.