Oleh: Dr. Tiyas Vika Widyastuti, S.H., M.H, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal.
Reformasi perizinan yang dilakukan melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko menghadirkan harapan baru bagi dunia usaha di Indonesia. Langkah ini menjanjikan penyederhanaan proses perizinan, yang diharapkan dapat mendorong investasi dan pertumbuhan ekonomi. Namun, di balik semangat tersebut, muncul keprihatinan mengenai potensi pengabaian terhadap perlindungan lingkungan.
Hal tersebut menuntut revisi terhadap peraturan yang ada untuk memastikan bahwa aspek lingkungan tetap menjadi prioritas utama dalam setiap aktivitas usaha. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada tahun 2020 terdapat lebih dari 1.200 kasus pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas usaha, angka ini semakin menunjukkan betapa mendesaknya perlunya peningkatan perlindungan lingkungan dalam kerangka regulasi perizinan. Revisi terhadap PP ini tidak hanya penting, tetapi menjadi keharusan. Penelitian dari World Bank pada tahun 2021 mengungkapkan bahwa negara-negara dengan regulasi lingkungan yang ketat tidak hanya sukses dalam melindungi alam, tetapi juga dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Revisi PP Nomor 5 Tahun 2021 juga sejalan dengan komitmen Indonesia untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Tidak hanya sebagai langkah untuk melindungi lingkungan, revisi ini merupakan keharusan strategis dalam mencapai tujuan pembangunan yang lebih luas. Untuk berhasil, penting bagi semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil, akademisi, dan sektor swasta, untuk terlibat secara aktif dalam proses revisi. Partisipasi ini akan memastikan bahwa setiap sudut pandang dan kepentingan diakomodasi dalam regulasi yang dihasilkan, seperti yang dibuktikan dalam studi UNDP yang menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat berkontribusi pada kepatuhan yang lebih baik dan kualitas regulasi yang dihasilkan.
Kebijakan yang dirancang untuk menyederhanakan perizinan harus diimbangi dengan regulasi yang ketat guna menghindari pengabaian perlindungan lingkungan. Jika tidak, kita akan menghadapi risiko besar. Data KLHK juga menunjukkan bahwa sekitar 60% kegiatan usaha yang berpotensi merusak lingkungan tidak mendapatkan penilaian yang memadai dalam hal dampak lingkungan. Salah satu sektor yang paling mencolok adalah pertambangan, di mana sering kali izin diberikan tanpa kajian lingkungan yang memadai, mengakibatkan kerugian bagi ekosistem dan masyarakat lokal.
Dengan demikian, revisi PP ini harus mencakup peningkatan mekanisme Evaluasi Dampak Lingkungan (AMDAL). Mengharuskan semua usaha yang dinilai berisiko tinggi untuk melaksanakan AMDAL adalah langkah awal yang tepat. Data dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menunjukkan bahwa penerapan AMDAL yang ketat berpotensi mengurangi insiden pencemaran hingga 30%. Ini menjadi pijakan penting dalam menciptakan regulasi yang nuansanya lebih terukur dan berkeadilan.
Tak kalah penting, masyarakat juga berperan besar dalam melindungi lingkungan. Dengan melibatkan masyarakat dalam proses perizinan, kita dapat meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dari regulasi yang ada. Keterlibatan ini ternyata berbuah manis, sebagaimana dilaporkan Transparency International, yang menunjukkan bahwa masyarakat yang ikut ambil bagian dalam pengambilan keputusan kebijakan merasa lebih puas terhadap hasil yang dicapai.
Oleh karena itu, perlu ada mekanisme akses informasi yang memadai agar masyarakat dapat menyampaikan pendapat dan keberatan terhadap rencana usaha yang berpotensi merusak lingkungan. Sebagai bagian integral dari revisi PP ini, pengawasan dan penegakan hukum harus diperkuat. Saat ini, hanya sekitar 30% kegiatan usaha yang mendapatkan pengawasan rutin dari pemerintah, yang jelas tidak cukup untuk menjamin kepatuhan terhadap regulasi. Oleh karena itu, langkah proaktif dalam meningkatkan kapasitas lembaga pengawas dengan pelatihan dan sumber daya yang memadai perlu dilakukan. Sanksi yang tegas bagi pelanggar, termasuk denda besar dan pencabutan izin usaha, harus diberlakukan untuk mendorong kepatuhan yang lebih baik.
Revisi PP Nomor 5 Tahun 2021 menjadi kebutuhan mendesak serta kesempatan untuk memperkuat kontrol pemerintah terhadap perlindungan lingkungan di Indonesia. Dengan memasukkan aspek perlindungan lingkungan dalam proses perizinan, diharapkan Indonesia mampu mencapai keseimbangan yang harmonis antara pertumbuhan ekonomi dan kelestarian lingkungan. Melibatkan semua pemangku kepentingan dalam revisi regulasi ini penting untuk menghasilkan solusi yang lebih efektif dan responsif. Mari kita jelajahi langkah maju yang berkomitmen untuk perlindungan lingkungan hidup dan pencapaian pembangunan yang berkelanjutan demi masa depan yang lebih baik.