Polisi Minus Prestasi

Peristiwa pembunuhan Brigadir Yosua oleh Ferdy Sambo (FS) menjadi ujian besar bagi Institusi Kepolisian Republik Indonesia. Pasalnya, kasus tersebut menyebabkan kepercayaan masyarakat terhadap Polri yang awalnya menunjukkan trend positif, kini menurun cukup tajam. Survei mencatat, kepercayaan publik terhadap Polri mencapai 66,7 persen pada bulan Mei, bahkan 71,6 persen pada bulan April. Namun, setelah adanya kasus Sambo, kepercayaan publik terhadap Polri malah menempati posisi buncit dengan  mengantongi angka 54,2 persen. Hal itu menandakan telah terjadi penurunan kepercayaan masyarakat sebesar 17,4 persen terhadap institusi Polri. Kasus Sambo juga membuktikan akan cacatnya institusi Polri dalam konflik di dalam menangani konflik di dalam internalnya.

Tidak hanya kasus Sambo, adanya tragedi Kanjuruhan juga menambah deretan panjang catatan buruk Polri. Institusi Polri yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pemberantasan kasus-kasus kriminal, malah menjadi institusi yang terdepan dalam melakukan kriminalitas. Tidak tanggung-tanggung, 137 suporter Aremania menjadi korban jiwa akibat kesalahan penanganan yang dilakukan oleh polisi. Banyaknya korban berjatuhan tidak lain karena gas air mata yang ditembakkan oleh polisi ke arah penonton. Padahal, di dalam aturan FIFA, penggunaan gas air mata sudah sangat jelas dilarang sebagai antisipasi untuk mengamankan massa dalam stadion.

Citra buruk Polri juga ditambah oleh gaya hidup para pejabat Polri yang dinilai oleh masyarakat terlalu bermewah-mewahan. Sebut saja Brigjen Andi yang sempat menjadi sorotan saat tambil di publik akhir-akhir ini. Ketika memberikan keterangan pers di Mako Brimob Polri, Andi terlihat menggunakan kemeja seharga USD 490.000 atau Rp 7,2 juta. Pasalnya, sebagai pejabat publik memang tidak pantas untuk memamerkan kemewahan di hadapan publik, bahkan hal tersebut sebenarnya sudah diatur dalam Surat Telegram Rahasia (TR) Nomor ST/30/XI/HUM 3.4/2019/DIVPROPAM yang di antara salah satu poinnya ialah anggota Polri tidak menunjukkan dan memakai atau memamerkan barang mewah dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam interaksi sosial di kedinasan maupun di area publik.

Tidak juga kapok, Polri lagi-lagi menambah deretan catatan kelamnya. Akhir-akhir ini, seorang pejabat Polri tingkat atas menyandang status sebagai tersangka. Ya, Irjen Teddy Minahasa ditangkap atas dugaan keterlibatan dalam jual beli narkoba. Tidak hanya Teddy, kasus tersebut juga menjerat sebelas orang tersangka yang empat di antaranya adalah anggota kepolisian. Keempat polisi tersebut berinisial Aipda AD, Kompol KS, Aiptu J, dan AKBP D. Pasalnya, Irjen Teddy Minahasa baru saja diangkat sebagai Kapolda Jatim yang sudah seharusnnya memberikan contoh dan pelayanan terbaik buat masyarakat, bukan malah menjadi tersangka dalam kasus keterlibatan jual beli narkoba.

Bacaan Lainnya
banner 300x250

Irjen Teddy Minahasa juga merupakan salah seorang polisi terkaya di Indonesia. Mengutip Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Teddy Minahasa memiliki harta kekayaan sebesar Rp 29,97 miliar dengan segudang asset mulai dari tanah dan bangunan hingga surat berharga. Sangat disayangkan Teddy justru menelan ludahnya sendiri, sebab ia pernah mengatakan secara tersirat bahwa polisi bukanlah pekerjaan untuk mencari kekayaan. Padahal, hampir seluruh kekayaan yang Teddy dapatkan berasal dari pekerjaanya sebagai seorang polisi.

Yang juga penting dan lebih menarik ialah ketika Presiden Jokowi menyampaikan dengan gamblang jenis keluhannya terhadap Polri. Yakni, pungli, represif/sewenang-wenang, mencari-cari kesalahan, serta hidup mewah. Klop bukan dengan perasaan publik? Terlebih lagi ketika presiden memerintahkan untuk memberantas kejahatan spesifik, yakni judi online dan narkoba.

Tak heran, Mahfud MD pun ikut menyentil kelakuan para pejabat polisi.  Hal tersebut ia sampaikan saat ditanya tentang bagaimana mewujudkan polisi yang presisi. Mahfud lantas berbicara soal kedisiplinan dan moralitas.

Pertama kedisiplinan tentu saja. Yang paling penting sebenarnya dari semua itu adalah moralitas. Sikap tamak, hedonis, sewenang-wenang, kesombongan itu kan termasuk dalam lingkup moralitas kita bagaimana menjadi polisi yang humble,” kata Mahfud dalam dialog Presisi yang tayang di channel YouTube Polri TV Radio yang dilihat Selasa (21/9/2022).

Lelucon Gusdur yang mengatakan bahwa polisi jujur di Indonesia hanya ada tiga; polisi tidur, patung polisi, dan Hoegeng itu seakan-akan memang benar adanya. Lelucon tersebut seolah-olah ingin memberitahukan secara tersirat bahwa tidak ada polisi yang jujur, meski kenyataannya tidak semua begitu. Akan tetapi hal itu bisa dimaknai sebagai bahan intropeksi buat Polri akan minusnya prestasi kepolisian. Dengan adanya kasus-kasus yang mencoreng nama baik Polri akhir-akhir ini, sudah saatnya Polri untuk melakukan intropeksi. Bila perlu, adakan reformasi di tubuh Polri.

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *