Taliban kembali mengambi mengambil alih kekuasaan di Afghanistan. Taliban merupakan kelompok yang saat ini sangat ditakuti beberapa negara karena kekuatan militernya yang cukup banyak. Salah satunya berdasarkan data yang diberikan oleh Pusat Pembertansan Terorisme AS di West Post, Taliban memiliki kelompok inti yang berjumlah sekitar 60.000 personel. Bukan hanya kelompok inti saja, Taliban memiliki kelompok milisi dan pendukung lainnya yang berjumlah 200.000 personel. Sehingga wajar saja banyak kekuatan militer di beberapa negara yang takjub atas kekuatan militer yang dikuasai Taliban saat ini.
Salah seorang pakar militer AS, Dr. Wike pernah mempelajari sejarah konflik di Helmand dalam bukunya, An Intimate War, memperingatkan kepada seluruh khalayak publik tentang terlalu berbahaya mendefinisikan Taliban sebagai satu kelompok monolitik. Karena Taliban lebih mendekati sebuah koalisi longgar dari para pemegang waralaba independen, dan kemungkinan besar bersifat sementara, berafiliasi satu sama lain. Dengan adanya koalisi tersebut, telah membawa kekuasaan Taliban yang saat ini menguasai negara Afganisthan tersebut dinilai banyak negara terlalu radikal dan bersikap terosisme dengan menetapkan sejumlah peraturan yang dianggap melanggar hak asasi manusia.
Salah satu contoh peraturan yang dianggap radikal adalah dengan melarangnya musik untuk diputar di Afganisthan. Bahkan Taliban membunuh salah satu penyanyi yang cukup terkenal di afganisthan, yaitu Folk Afganisthan. Hal tersebut dinilai sebagai dramatisasi berlebihan yang mengarah pada tindakan terorisme. Namun, nasib WNA yang ada di Afganisthan harus tetap memiliki hak kebebasan untuk hidup layaknya seorang manusia pada umumnya, karena mereka memiliki hak negara asing yang melindungi mereka.
Khususnya negara Indonesia, yang menerapkan nilai-nilai Hak Asasi Manusia dalam kehidupan setiap individu yang telah lahir dan hidup sebagai Warga Negara Indonesia. Perlindungan hukum bagi para WNI yang ada di Afganisthan merupakan tugas kementerian luar negeri beserta perwakilan kedutaan Indonesia yang berada di Afganisthan untuk melindungi para WNI di Afganisthan agar tetap hidup dan menjalani kehidupan yang baik.
Konsistensi Perlindungan Hukum bagi WNI merupakan bentuk klausalitas kehidupan bernegara yang harus tetap dijaga oleh Taliban, terlepas Taliban bersikap radikal atau melakukan dugaan tindak pidana terorisme, Hak Warga Indonesia harus tetap dijaga. Apabila nantinya memang ada WNI yang terlibat dalam oligarki yang dilakukan oleh Taliban, Pemerintah Indonesia dapat melakukan upaya-upaya perlindungan hukum yang dinilai bijaksana agar tidak timbul konflik antar negara.
Menurut Penulis, Kekuasaan Taliban yang dianggap radikal dan terorisme tersebut hanya ingin menggunakan hukum Islam yang merujuk pada garis keras. Dari mulainya dilarangnya musik, Taliban juga mewajibkan setiap perempuan menggunakan hijab untuk menutupi tubuhnya. Bukan hanya itu saja, Pemerintah baru Afganisthan yang sedang dirancang oleh Taliban akan meniru model Pemerintahan di Iran. Pemimpin Afganisthan yang baru telah ditunjuk Taliban untuk memimpin negara tersebut. Adapun pemimpin tersebut adalah Hibatullah Akhundzada yang dihubungkan dengan Pemimpin tertinggi di Iran, yaitu Ayatollah Ali Khamenel.
Dibalik Kekuatan Militer Taliban yang sangat kuat tersebut, ternyata ada beberapa pasokan dana yang digulirkan oleh Pemerintahan AS, sekitar 89 miliar dollar diterima oleh Taliban dan dihabiskan untuk demi keamanan negara. Saat terjadinya perang antara AS dengan kelompok Taliban, Para Pilot Militer AS sengaja menjadi target dari serangan Taliban, sehingga para angkatan udara AS harus lebih berusaha untuk mengawasi pesawat-pesawat mereka yang jumlahnya sekitar 211 pesawat.
Afghanistan telah memiliki banyak senjata setelah invasi Soviet yang dilakukan oleh Taliban. Bahkan Kelompok Taliban sudah menunjukkan kepada dunia bahwa kelompoknya dapat mengalahkan kekuatan yang jauh lebih canggih. Bagaimana tidak, efek mematikan dari bom rakitan Improvised Explosive Device (IED) dengan target pasukan AS dan Inggris merupakan sebuah senjata mematikan yang tidak dapat terelakkan. Faktor ini serta pengetahuan lokal dan pemahaman tentang medan perang, turut menjadi alasan kenapa Taliban susah terkalahkan.
Strategi Pemerintah Afganisthan yang melarikan diri tersebut sepertinya tidak mampu mengalahkan kelompok Taliban yang saat ini sudah sangat kuat dari pada sebelum-sebelumnya, karena kekuatan politik yang dimiliki oleh Pemerintah Afganisthan hanya 10.000 personel, dan hal itu akan sangat mustahil apabila hanya melakukan serangan secara langsung. Jalan keluar yang dapat dilakukan oleh pemerintah Afganisthan tersebut adalah dengan menyatukan kepala suku dan memikirkan politik yang baik agar dapat menemukan solusi ditengah kebuntuan yang terjadi saat ini, karena dengan adanya perselisihan ini, bukan hanya Warga Negara Afganisthan saja yang menderita, tetapi banyak Warga Negara Asing khususnya Warga Negara Indonesia yang berada di Afganisthan akan mengalami kejadian-kejadian yang dapat merampas hak dan kewajibannya sebagai manusia untuk tetap mendapat perlindungan hukum yang sesuai dengan peraturan Internasional atas Hak Asasi Mereka yang telah ditetapkan berdasarkan Konvensi Wina atau kesepakatan yang sudah diadakan melalui Konferensi di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Oleh: Muhamad Bayu Firmansyah, M.H., dan Dr. Moh. Khamim, Dosen Fakultas Hukum Universitas Pancasakti Tegal