Perempuan dan Media Massa

Istimewa

Perkembangan zaman yang begitu cepat membuat manusia mengalami perubahan pola pikir dan pola tingkah yang sangat signifikan. Hal inilah yang terjadi kepada kaum yang berparas elok dan juga lemah lembut. Sejak zaman jahiliyah hingga sekarang mereka terus berupaya untuk memperjuangkan haknya, terutama hak untuk berekspresi pada ranah publik.

Dari berbagai usaha-usaha yang pernah dilakukan, akhirnya membuahkan hasil misalnya emansipasi wanita, isu gender dan berbagai Undang-Undang tentang perempuan yang berhasil diterbitkan pada berbagai bidang. Keberadaan perempuan semakin hari semakin dihargai oleh agama, negara dan juga  budaya. Meskipun masih ada beberapa oknum yang berusaha untuk merusak citra perempuan dari berbagai sudut pandang.

Berbagai premis, artikel bahkan buku pembahasan tentang keistimewaan perempuan banyak sekali diperbincangkan. Undang-Undang dan Komisi Nasional Perempuan tak lupa telah lama disiapkan oleh negara sebagai bentuk apresiasi kepada seseorang yang mempunyai andil besar dalam mencerdaskan tunas-tunas bangsa. Perempuan dengan segala keistimewaan dan juga kekurangannya kini sedang hangat diperbincangkan di berbagai situasi dan kondisi oleh berbagai macam kalangan. Tak ketinggalan dari jenisnya sendiri yaitu sesama perempuan.

Pada zaman milenial dan juga digitalisasi yang serba canggih, perempuan menjadi promotor yang mempunyai andil besar dalam mewarnai dunia digital kali ini. Terkhusus pada dunia internet serta berbagai iklan yang tersebar luas di dalamnya. Sosok perempuan dalam berbagai variasi dari mulai wajah, penampilan, tutur kata dan juga karir masuk ke dalam media massa dengan jumlah yang tidak lagi sedikit.

Memang, kalau dilihat dari awal mulanya perkembangan perempuan, ini merupakan sebuah hal positif. Mereka dengan sigap dan juga daya kreatif yang dimiliki mampu keluar dari belenggu yang pernah dibuat oleh para budaya leluhur mereka. Mereka dengan berani membuktikan bahwa perempuan juga memiliki hak yang sama dengan seorang laki-laki untuk bebas berekspresi pada ranah publik, utamanya pada media massa.

Akan tetapi, seiring dengan bergantinya zaman hal positif tersebut lama-kelamaan berubah menjadi hal yang lebih mengarah pada sesuatu yang bersifat negatif. Hal ini salah satunya disebabkan oleh pribadi perempuan itu sendiri yang sebenarnya belum siap dalam menyikapi perkembangan zaman, terutama perkembangan teknologi dan juga media massa. Berbagai konten yang pernah mereka lihat atau baca perlahan mengubah pola pikir dan juga perilaku mereka dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun, tidak semua perempuan menjadi korban dari dampak negatif media massa.

Sebenarnya kehadiran perempuan di media massa pada hakikatnya mengundang banyak problematika yang begitu kompleks. Berbagai penelitian telah dilakukan dan hasilnya seringkali mengatakan premis itu merupakan suatu kebenaran. Secara kasat mata tanpa memihak salah satu kelamin, kita lihat bersama bahwa perempuan seringkali menjadi korban dan juga objek penindasan yang dilakukan oleh kaum lawannya maupun oleh kaum sejenisnya.

Pada penelitian yang berhasil dilakukan oleh PBB, mengenai peran media dalam rangka memperbaiki status perempuan menunjukkan dua indikator gejala patologis. Gejala patologis yang pertama menunjukkan bahwa, di seluruh dunia perempuan hanya sebatas dicitrakan berdasarkan stereotipe saja. Tidak bisa mewakili aspirasi dari keresahan dirinya maupun kaumnya.

Kedua, berkaitan dengan dunia kerja para perempuan yang berada di institusi media tidak bisa menjamah bagian strategis di perusahaan. Keterlibatan mereka hanya sebatas pada bidang administratif saja. Banyak diantara mereka tidak sampai pada berbagai posisi strategis yang seharusnya bisa dikuasai. Sehingga, mereka tidak mempunyai andil untuk mengambil keputusan meski itu menyangkut kemaslahatan bagi kaum perempuan itu sendiri.

Selain itu, Nurul Islami mengemukakan bahwa terdapat hubungan industri media yang disokong oleh idiologi kapitalisme yang menjadikan perempuan sebagai objek yang sangat mudah untuk ditindas. Hal ini, juga merupakan akibat dari dorongan oleh berbagai kepentingan bisnis sehingga kebanyakan dari mereka dimanfaatkan sebagai alat bisnis. Cara yang dilakukan adalah dengan cara membangun paradigma melalui penglihatan bahwa perempuan sebagai makhluk yang paling seksi, erotis dan berpakaian serba minim.

Semua hal-hal dan juga paradigma tersebut semata-mata hanya sebagai frame yang diharapkan mampu mengubah cara pandang khalayak terhadap perempuan. Meski kita ketahui bersama tidak semua perempuan dengan keindahan tubuhnya ditampakkan dengan begitu murah dihadapan publik. Namun, hal ini harus menjadi catatan penting bagi kita semua bahwa visualisasi tentang perempuan yang berhasil diciptakan publik membuat perempuan ramai diperbincangkan di berbagai situasi, kondisi dan juga media.

Dari berbagai problematika di atas, sebagai perempuan yang dirasa masih memiliki kesadaran atas tugas dan tanggung jawabnya serta kewajiban menjaga kehormatan dirinya di ranah publik maka, kita harus melakukan perubahan. Perubahan yang dimaksudkan di sini ialah perubahan yang menuntut semua perempuan untuk memiliki kesadaran tentang hal-hal negatif yang seringkali dilakukan oleh mereka utamanya di media massa.

Banyak isu gender dari kalangan feminis yang digaungkan untuk membela perempuan agar tidak dieksploitasi secara terus menerus di dunia nyata maupun dunia maya. Akan tetapi, pada kenyataannya masih banyak dari kalangan kaum perempuan sendiri yang ikut andil menjadi pelaku pengeksploitasian dalam rangka mempertahankan bisnis mereka dengan menggunakan dalih “ingin memberi lapangan pekerjaan”. Namun, pada praktiknya bersifat sebaliknya alias merugikan pihak perempuan itu sendiri.

Ketika semua perempuan sadar akan hal ini, kemudian menyatukan kekuatan untuk memberantas kaum kapitalis dan para pebisnis yang bertindak sewenang-wenangnya maka bisa dipastikan bahwa akan ada gebrakan baru yang mewarnai dunia perempuan khususnya di media masaa. Inilah yang seharusnya dilakukan terutama untuk mematahkan visualisasi yang berhasil digencarkan oleh para kaum kapitalis.

Selain itu, kebijaksanaan tingkat tinggi harus kita terapkan dalam menghadapi perkembangan teknologi khususnya dalam media massa.  Khusunya ketika meng-uploud konten-konten yang berpotensi merusak citra perempuan itu sendiri. Terlebih jika perempuan tersebut belum memiliki benteng yang kuat dan memiliki visi besar untuk mengangkat drajatnya di kalangan umum tanpa harus melalui jalan eksploitasi.

Dari dua solusi di atas, sebenarnya ada satu hal yang harus kita jaga dan lestarikan yaitu bekal dan juga paradigma dari nenek moyang bangsa. Mereka mengajarkan banyak hal, terkhusus dalam menjaga kehormatan perempuan. Cara pergaulan yang sopan serta menjunjung tinggi martabat dan kehormatannya tak lupa diajarkan. Umumnya tentang berbagai nilai yang ditanamkan kepada generasi muda sebagai tunas muda, terutama kepada kaum perempuan sebagai tonggak peradaban serta tiang dari sebuah negara.

banner 300x250

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *