Penghafal Al-Qur’an yang Kaya-Raya

Penghafal Al-Qur’an yang Kaya-Raya

Krisis kepemimpinan bangsa yang berkepanjangan, terutama semakin sulitnya mencari pemimpin muslim yang berkarakter, membuat Dr. Mohammad Nasih al-Hafidh tergugah untuk mendirikan lembaga perkaderan pemimpin, yang kemudian diberi nama Monash Institute (MI). Dengan cara memberikan beasiswa kepada lulusan SMU sederajad untuk kuliah di perguruan tinggi, lembaga ini mensyaratkan beberapa kualitas yang harus dimiliki oleh disciples—panggilan untuk para santri—setelah lulus dari Monash Institute. Beberapa kualitas itu adalah (1) ilmu al-ulama’, (2) amwalu al-aghniya’, dan (3) siayasatul mulk wa al-mala’. Untuk menghasilkan kualitas yang pertama, Monash Institute menyelenggarakan pendidikan super intensif dengan target disciples nantinya harus hafal al-Qur’an, bisa membaca kitab kuning, mampu menyampaikan gagasan melalui tulisan mapun secara lisan, dan lain-lain.

Sejak berdiri pada 2010, Monash Institute yang memiliki tagline Excellent With al-Qur’an, selalu mencari terobosan-terobosan untuk memperbaiki kualitas disciples, mulai dari rekrutmen hingga sistem pendidikan yang diterapkan. Pada tahun 2014, terobosan itu kembali muncul. Monash Institute mencanangkan program “Tahfidh al-Qur’an 10 Bulan”. Jika sebelumnya proses menghafalkan al-Qur’an dilakukan bersamaan dengan pemberian beasiswa kuliah di perguruan tinggi, melalui program ini disciples diharapkan sudah hafal al-Qur’an (hafidh) sebelum memasuki perkuliahan. Dengan begitu, proses pembelajaran selanjutnya akan lebih fokus pada pendalaman pemahaman al-Qur’an dan pengembangan ilmu pengetahuan. Program ini diselenggarakan untuk jangka waktu yang relatif panjang. Sebab, setelah menyelesaikan hafalan al-Qur’an, peserta program ini diwajibkan meneruskan pendidikannya sampai program doktor (S3), setidaknya lulus pascasarjana (S2). Dengan demikian, keinginan kuat kami untuk melahirkan hafidh-hafidhah yang mampu mengatasi problematika umat dan bangsa bisa terwujud. Sambil menghafal, disciples yang ikut “Program Tahfidh 10 Bulan” ini diwajibkan berwirausaha, dalam rangka membekali mereka skill bertahan hidup untuk melancarkan perjuangan.

Program yang berjalan pertama kali di Jakarta ini menuai hasil memuaskan. Disciples yang telah selesai menghafalkan al-Qur’an diharuskan mendaftar kuliah di perguruan tinggi. Ini adalah hadiah bagi mereka. Alhasil, di generasi pertama ada lebih dari tujuh orang yang mulai kuliah pada tahun 2015. Mereka tersebar di Universitas Indonesia (UI), UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Walisongo Semarang, dan Stebank Islam Mr. Safruddin Prawiranegara, Jakarta.

Pada tahun 2015, juga muncul program baru, yaitu Sekolah Kewirausahaan Monash Institute (SOKUMI). Program ini digagas sendiri oleh Dr. Mohammad Nasih, yang dilatarbelakangi oleh beberapa hal. Pertama, Nabi Muhammad adalah seorang pengusaha yang tidak hanya kaya, tetapi bahkan kaya raya. Beliau telah berwirausaha sejak usia belia dengan ikut kafilah bersama pamannya ke berbagai negara. Beliau membayar mahar untuk memperistri Khadijah dengan jumlah yang untuk ukuran sangatlah besar, yakni 20 ekor unta berbulu merah. Dengan mempertimbangkan fungsi unta saat itu adalah kendaraan, maka unta bisa disamakan dengan mobil, atau setidaknya motor. Bayangkan seorang calon suami memberikan mahar kepada calon istri sebanyak 20 mobil atau setidaknya 20 motor. Nabi Muhammad kemudian menggunakan harta kekayaannya itu, dan Khadijah juga demikian, untuk berjihad menyebarkan agama Allah hingga meninggal dalam keadaan tidak memiliki apa-apa. Bahkan baju perangnya tergadai.

Kedua, Mayoritas penduduk Indonesia (80%, bahkan ada survei terbaru mengatakan menurun menjadi hanya 75%) adalah muslim. Namun, dalam aspek ekonomi, umat Islam Indonesia terpinggirkan. Setiap 10 pengusaha besar di Indonesia, hanya ada 1 orang pengusaha muslim. Umat mayoritas, ternyata menjadi minoritas dalam konteks kekuatan ekonomi. Padahal, kekuatan ekonomi sangat berpengaruh dalam kehidupan sosial dan juga bahkan politik. Hal itu tentu saja membuat sesorang yang mengetahuinya selalu gelisah dan berpikir keras bagaimana meningkatkan etos kerja masyarakat muslim, sebagaimana diajarkan oleh Nabi.

Ketiga, belum banyak umat Islam yang menyadari tentang pentingnya penguasaan aspek ekonomi. Padahal, al-Qur’an seringkali menyebut jihad dengan harta dan jiwa. Mayoritas umat Islam berpikir “hanya” dengan do’a kewajiban berjihad selesai dan akan menuai hasil maksimal. Padahal, do’a dan ikhtiar maksimal harus berjalan seiringan dan bahkan saling bertautan. Jika umat Islam lemah secara ekonomi, maka mereka tidak akan memiliki kekuatan besar untuk berjihad.

Keempat, belum banyak pengusaha muslim yang memahami dengan komprehensif panduan Islam yang terdapat dalam al-Qur’an dan sunnah. Karena itu, menghafalkan al-Qur’an merupakan jalan strategis untuk menuju ke sana. Dengan cara hafal dan memahami al-Qur’an secara baik, seorang pengusaha akan menemukan banyak jalan kebenaran untuk memaksimalkan harta kekayaannya di jalan jihad fi sabilillah.

Dalam berwirausaha, keadaan masyarakat muslim Indonesia diibaratkan seperti kuda lembam. Karena itu, Dr. Mohammad Nasih bersama kawan-kawan pengusaha nasional, akan menjadi lebah yang menyengat kuda lembam itu menjadi beringas, sebagaimana Aristoteles menjadi “lebah” yang menyengat kuda lembam (Athena), sehingga menjadi maju.

Dengan cara memulai usaha dari kecil, berjenjang, dan konsisten, serta hafal dan dapat memahmi al-Qur’an secara komprehensif, maka program SOKUMI diharapkan akan melahirkan pengusaha-pengusaha belia muslim yang memiliki pemahaman keislaman yang kuat dan komprehensif. Selain itu, diharapkan mereka juga menjadi muslim pelopor yang memiliki kesadaran nasionalisme untuk menyelamatkan Indonesia dari pihak-pihak asing yang telah menguasai aset-aset negara. Dengan demikian, umat Islam dapat membeli kembali Indonesia dan menatanya dengan paradigma qur’ani, sehingga akan terwujud Indonesia yang adil dan makmur; baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Semoga!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *