Penggagas Konsep KB Ideal

10 Doa Orangtua untuk Anaknya Agar Menjadi Anak yang Sholeh dan Sholehah
Baladena.ID/Istimewa

Konsep Keluarga Berencana (KB) memang bagus jika bisa diselaraskan melalui tujuan awal dibuat konsep ini. Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mempunyai tujuan untuk memberikan batasan kepada setiap ibu agar mempunyai anak cukup dua, karena Indonesia menjadi salah satu negara yang mempunyai angka tinggi dalam pertumbuhan manusia.

Sebenarnya bagus, ada pertumbuhan besar yang mestinya memberikan efek pada Sumber Daya Manusia (SDM) di Indonesia. Akan tetapi realita di lapangan tidak demikian, adanya pertumbuhan manusia memberikan efek yang “kurang baik”. Ini disebabkan oleh Pemerintah yang kesulitan mengontrol masyarakatnya agar bisa sejahtera dalam berkehidupan sehari-hari. Karena pemerintah belum mampu memberikan pelayanan yang “cukup” kepada rakyatnya terkait kebutuhan-kebutuhan, baik ekonomi, pendidikan, maupun lainnya.

Contoh negara yang mempunyai nasib serupa adalah Cina. Di sana juga ada ledakan penduduk yang banyak, sehingga pemerintah Cina mempunyai aturan yang keras tentang pembatasan kelahiran bayi. Aturan tersebut mulai dari batasan pasangan suami istri yang hanya boleh punya satu anak, yaitu laki-laki. Jika melanggar aturan tersebut, maka pemerintah akan melakukan pengguguran paksa terhadap ibu yang sedang hamil. Terbukti cara ini sudah memberikan efek yang baik sejak diberlakukannya pada tahun 1970-an.

Sementara di Indonesia program KB juga mulai digencarkan pada tahun 1970-an dengan batasan dua anak cukup, laki-laki dan perempuan.  Akan tetapi dalam praktiknya pun belum bisa maksimal, gerakan tersebut baru sebatas anjuran bukan kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia. Berbeda dengan Cina yang memang menjadikan itu sebagai kewajiban dan memberikan sanksi jika dilanggar.

Memang berbeda, Indonesia tidak bisa disamakan dengan negara tirai bambu tersebut. Dari ideologi saja sudah berbeda, Cina menganut komunisme, sedangkan Indonesia menganut pancasila, Perpaduan antara konsep sosialisme dengan liberalisme. Segi pemerintah pun jauh sekali, Cina menganut otoriter, kekuasaan penuh oleh presiden atau raja sehingga rakyat hanya bisa tunduk dan patuh. Sedangkan Indonesia menganut sistem demokrasi yang lebih mengedepankan musyawarah dalam mengambil keputusan. Dari sini sudah ada perbedaan yang mencolok dan bisa dikatakan jauh sekali jika ingin dipadukan. Tapi setidaknya BKKBN bisa mengambil pelajaran dari Cina tentang konsep pengendalian jumlah pertumbuhan penduduk di Indonesia.

Melihat hasil yang signifikan, pemerintah Cina mulai memberikan sedikit kerenggangan atas aturan yang diberlakukan kepada masyarakat, karena sejak aturan itu berlangsung mereka mampu mengurangi jumlah kehamilan mencapai 400 juta dalam kurun waktu 20 tahun. Kerenggangan tersebut adalah dengan membolehkan satu keluarga mempunyai dua anak, dengan alasan agar seimbang antara data kematian dan kelahiran. Tapi sekali lagi Indonesia belum mampu meniru sistem Cina tersebut, karena belum bisa memberikan alat-alat yang menjadi kebutuhan masyarakat. Seperti perangkat-perangkat kedokteran dengan cara yang lengkap, teknik pengendalian kehamilan dengan gratis, dan aturan yang mengikat.

Tapi perlu dilihat juga bagaimana KB jika ditinjau dari segi Agama, mengingat Indonesia mayoritas menganut agama Islam. Konsep KB dan pembatasan kelahiran bayi jika ditinjau dari segi agama Islam itu bertentangan, sebagaimana sabda Nabi Muhammad yang menginginkan setiap ibu mempunyai banyak anak.

“Nikahilah perempuan yang pecinta (yakni yang mencintai suaminya) dan yang dapat mempunyai anak banyak, karena sesungguhnya aku akan berbangga dengan sebab (banyaknya) kamu di hadapan umat-umat (yang terdahulu)” [Shahih Riwayat Abu Dawud, Nasa’i, Ibnu Hibban dan Hakim dari jalan Ma’qil bin Yasar]

Jika dilihat dari sabda tersebut, bisa dikatakan bahwa konsep-konsep tentang larangan untuk mempunyai banyak anak tidak sesuai dengan Agama Islam, yaitu anjuran memperbanyak keturunan. Melihat kasus tersebut Mohammad Nasih mempunyai sebuah gagasan agar bisa menengahi problematika yang ada. Agama menginginkan banyak, tapi Negara belum mampu mensejahterakannya.

Nasih memberikan sebuah konsep untuk tetap melakukan gerakan Keluarga Berencana, tapi tidak dengan praktik yang ada sekarang. Tapi dengan praktik lain sesuai dengan kualifikasi yang telah ia konsep sedemikian rupa agar memberikan hasil yang maksimal, yaitu Suami Istri yang mempunyai kualifikasi dalam hal pendidikan, ekonomi, dan politik. Pasangan dengan kualifikasi tersebut dianjurkan  mempunyai banyak anak agar mampu mendidik generasi yang lebih baik daripada dia. Karena jika dilihat orang yang berpendidikan, punya uang, dan mempunyai pola pikir maju bisa mendidik anak jauh lebih baik daripada yang tidak seperti itu.

Lain dengan pasangan suami istri yang bisa dikatakan tidak memenuhi kualifikasi seperti di atas, maka cukup dengan punya anak dua saja sesuai konsep KB sekarang, atau bahkan hanya satu. Dengan demikian nanti jangka panjang masyarakat Indonesia akan didominasi oleh orang-orang yang berpendidikan, atau bisa juga orang-orang yang berpendidikan rendah mempunyai motivasi agar mengejar ketertinggalan. Karena secara tidak langsung mereka yang kurang berpendidikan akan menginginkan untuk bebas dari aturan yang mengikat itu.

Nasih melihat realita di lapangan banyak pasangan suami istri yang menikah hanya berpendidikan sekolah dasar, menengah, dan atas. Tidak banyak yang sampai ke jenjang perguruan tinggi. Ia memberi contoh kejadian di kampungnya, anak setelah lulus sekolah dasar tidak punya orientasi kedepan, bahkan satu-satunya tujuannya ialah menikah. Apalagi kaum perempuan yang cenderung kurang mempunyai semangat untuk maju, pasti dari awal remaja yang ia fikirkan hanya menikah dan menikah.

Konsep yang ditawarkan oleh Nasih ini memang sudah terlegitimasi dalam sejarah Islam. Dalam kehidupan masyarakat Jahiliyah Arab, Abdul Mutholib (kakek Nabi Muhammad) yang pada saat itu menjadi juru kunci pintu ka’bah menginginkan punya anak 10. Keinginannya ia ungkapkan saat menggali sumur zam-zam yang telah ia temukan melalui mimpi bersama putra tunggalnya, Al Harits. Ia mengatakan “ andai saja aku punya anak banyak, pasti akan menyelesaikan galian ini dengan cepat” kurang lebih begitulah perkataan Abdul Mutholib yang di tulis oleh Martin Lings dalam buku berjudul Muhammad. Karena sangat ingin punya banyak anak, Abdul Mutholib sampai bernadhar jika punya anak sepuluh maka akan dikorbankan satu untuk Allah. Ini menjadi cermin bahwa seseorang yang mempunyai kapasitas di atas rata-rata dan mempunyai pengaruh di masyarakat membutuhkan banyak keturunan agar bisa meneruskan perjuangannya

Begitupun juga dengan di Indonesia, konsep Nasih ini perlu diterapkan agar substansi dari gerakan KB dan pembatasan atas kelahiran bayi bisa terwujud. Karena inti dari gerakan- gerakan tersebut adalah rakyat bisa sejahtera tidak hanya bahagia. Perlu adanya aturan sesuai kondisi pasangan suami istri yang akan mempunyai anak, dengan demikian perlu dibuat kriteria pasangan yang boleh punya anak lebih dari dua. Karena melihat pada era 1970-an ke belakang banyak pasangan suami istri yang mempunyai banyak anak akan tetapi tidak didukung dengan ekonomi yang cukup dan pendidikan yang baik.

Tak heran jika di desa-desa terdapat delapan ber saudara atau sepuluh bersaudara, ini disebabkan oleh keyakinan mereka yang mengangap banyak anak, banyak rezeki. Tapi tidak didukung dengan kondisi yang memadai, baik pendidikan, ekonomi dan politik yang cukup. Sampai sekarang pun anggapan tersebut masih ada di masyarakat, oleh sebab itu pola pikir yang demikian perlu dubah menjadi pemikiran yang maju dan modern. Wallahu a’lam.

Editor: Anzor Azhiev

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *