Sejak zaman dahulu, Perempuan memang sudah dikonstruksikan sebagai makhluk yang cantik, identik dengan keindahan. Meskipun kecantikan selalu dikaitkan dengan perempuan, namun laki-laki turut andil dalam merekonstruksi kecantikan. Wacana kecantikan dan feminitas tidak dapat dilepaskan dari konstruksi budaya patriarki yang memberikan kuasa kepada laki-laki untuk memberikan pengakuan atas feminitas perempuan di satu sisi dan perempuan untuk selalu mencari pengakuan atas feminitasnya dari laki-laki di sisi lain. Akhirnya, diakui atau tidak apa yang ditampilkan oleh perempuan melalui tubuhnya adalah apa yang sesungguhnya ingin dilihat oleh laki-laki.
Film imperfect: Karier, Cinta, dan Timbangan, pasti sudah tidak asing lagi di telinga anak era millennial sekarang ini. Meskipun film ini belum tayang di akun social media youtube, akan tetapi perempuan khususnya, sudah mafhum tentang isi atau pesan yang terkandung dalam film ini melalui trailernya. Mengapa demikian? Karena film ini tidak memiliki plot twist yang membuat jalan ceritanya mudah ditebak.
Film yang diangkat dari novel karya Ernest dan Meira ini, membedah isu yang sedang trending, yakni body shaming atau menjelek-jelekkan bentuk tubuh orang lain. Isu yang ada dalam film ini cukup sensitive. Body shaming seakan dianggap remeh bahkan lelucon bagi orang-orang yang merasa bahwa bentuk tubuhnya sudah mencapai titik sempurna. Padahal, hal tersebut dapat meninggalkan luka mendalam secara tidak langsung bagi seseorang yang merasakan atau mengalaminya.
Body shaming berasal dari Bahasa inggris yang mempunyai arti tubuh mempermalukan. Isu yang viral sedari dulu ini merupakan kontra dari gerakan mencintai tubuh. Khususnya pada kaum perempuan. Dalam kasus body shamming, perempuan dipojokkan dan dibuat malu dengan keadaan tubuhnya sendiri. Tidak hanya ditujukan pada perempuan bertubuh besar dan kecil saja, tetapi juga yang bertubuh terlalu tinggi, memiliki kulit gelap, dan lain sebagaiannya.
Bullying/mencomooh/mengata-ngatai, body shaming (memperolok tubuh orang lain), hingga insecurity (merasa tidak aman) merupakan hal yang pernah kamu dengar dan rasakan. Dalam film digambarkan saat Rara (Jessica Mila) kerap dapat omongan tidak enak di kantor, rumah, dan lingkungan sekitarnya gara-gara bentuk tubuhnya. Rara disebut ikan paus, ibu hamil, dan ejekan lain mengenai badannya yang besar dan tidak proporsional. Film ini mengangkat isu menarik yang sering dialami oleh generasi milenial dan memberikan sudut pandang dari orang yang mengalami body shaming. Layak ditonton buat kamu yang sedang bagaimana bersikap dengan keunikanmu.
“Kita enggak perlu sempurna untuk dapat bahagia.”
Permasalahan yang ada dalam film imperfect cukup relevan dengan kehidupan nyata. Faktanya, selama ini banyak orang yang kurang pede atau bahkan berkecil hati, karena bentuk tubuh mereka yang tidak sesuai standar yang ditetapkan masyarakat Indonesia seperti yang ada di dalam film imperfect ini.
Film ini seolah-olah mengajak kita untuk bercermin, apakah selama ini kita masih melakukan tindakan tersebut kepada orang-orang sekitar?. Padahal, secara langsung atau tidak, hal tersebut dapat meninggalkan luka mendalam bagi seseorang yang merasakan atau mengalaminya. Berhati-hatilah! Karena hal tersebut bisa menjadi harimau bagi kita yang sedang membudidayakan body shaming.
Ingatlah, setiap orang mempunyai keunikan dan kelebihannya masing-masing. Orang yang mempunyai badan seperti container, berkulit hitam, terlalu kurus seperti lidi berjalan, dan lain-lain. itu tidak bisa menjadi nilai bahwa orang tsb lebih dari kita yang memiliki berkulit putih, berbadan langsing secara kualitas. Seharusnya, orang-orang yang masih membudidayakan body shaming menanamkan rasa malu dalam hati apabila secara kualitas belum mumpuni.
Munculnya film imperfect ini, mematahkan konstruksi ideal kecantikan perempuan di Indonesia. Mempunyai tubuh ideal, berkulit putih, dan masih banyak konstruksi lainnya itu bukanlah untuk menjadi indikator kecantikan perempuan, melainkan tubuh ideal menandakan perempuan tersebut mempunyai kondisi kesehatan yang baik. Mempunyai kulit putih dan glowing, menunjukkan bahwa perempuan itu bersih dan berkulit sehat. Itupun belum tentu bisa menjadi jaminan.
Untuk orang-orang yang selalu stress ketika melihat berat badan bertambah atau ditanya “kok, gendutan?”, maka film Imperfect adalah obat untuk menjadi bersyukur. Bahkan di akhir film, Rara (Jessica milla) juga sempat berkata bahwa “sejatinya timbangan itu menunjukan angka bukan nilai”. Kutipan ini menyadarkan bahwa angka yang ada ditimbangan tidak ada hubungannya dengan penilaian orang terhadap diri kita. Hanya diri kita yang bisa menentukan nilai di mata orang lain. Bukan dari fisik, tapi dari hati dan perilaku.
Bahagia sebenarnya memang bukan soal cantik atau penampilan. Bahagia bisa jadi soal perasaan, orang-orang tersayang, dan pencapaian-pencapaian sederhana dalam kehidupan. Cantik tidak bisa menjadi jaminan kebahagiaan seseorang. Banyak perempuan cantik di luar sana yang merasa bahwa cantik malah menjadi beban. Tidak perlu menjadi sempurna untuk mendapat kebahagiaan. Menjadi yang terbaik menurut versimu, itu sudah lebih dari cukup.
Munculnya film imperfect ini, banyak harapan untuk kedepannya. Semoga kita dihindarkan dari perbuatan negatif yang datangnya dari mulut kita. Toleransi lebih kita utamakan. Mencintai ketidaksempurnaan itu baik. Jadilah dirimu sendiri. Oranglain hanya bisa mengkritik tanpa bisa merasakan. Semoga kita termasuk golongan orang-orang yang berakal. Wallahu a’lam bi al-shawab.